Keluarga/ Foto: Shutterstock
Dream - Pola asuh bagi seorang anak akan jadi dasar penting bagi perkembangan mental dan psikologis. Termasuk caranya dalam menghadapi masalah kehidupan saat ia dewasa.
Tak ada sekolah menjadi orangtua, tapi bukan berarti ayah bunda tidak membekali diri dengan ilmu dalam mengasuh anak. Biasanya ketika membesarkan buah hati, orangtua lebih mengandalkan kebiasaan dan mencontoh hal yang mereka lihat sebelumnya, yaitu orangtua.
Sebenarnya hal tersebut juga harus dibarengi dengan ilmu pengasuhan yang kini bisa didapatkan dengan mudah dari journal, media sosial atau mungkin berkonsultasi dengan ahli. Dalam mengasuh, ada satu hal yang penting untuk diingat, hindari mengulang pola yang toxic atau salah ketika membesarkan anak, seperti yang dilakukan orangtua sebelumnya.
" Kalau kamu dulu dibesarkan dengan perilaku buruk, perkataan kasar, dan diabaikan secara emosional maka hal-hal seperti ini tidak perlu lagi kamu bawa ke anakmu dan generasi berikutnya," kata Audrey Soesanto, seorang psikolog, dalam unggahan di Instagramnya dengan berkolaborasi dengan psikiater Jiemie Ardian.
Banyak orangtua yang baru saja memiliki anak merasa baik-baik saja saat ini meskipun mendapat pola asuh yang buruk. Misalnya teriakan, pukulan, dan pola asuh buruk lainnya, padahal ini sebenarnya toxic dan bisa menimbulkan trauma. Biasanya, mereka yang mengalami, tak menyadari hal tersebut sampai ketika memiliki anak.
Lalu apa indikasi penerapan pola asuh yang toxic? Menurut dr. Jiemi, ada kecenderungan hal-hal berikut muncul dalam pola asuh keseharian:
- Penggunaan hukuman fisik
- Mementingkan pencapaian prestasi di atas segalanya
- Tidak boleh mengekspresikan emosi negatif
- Perkataan orangtua paling benar, anak harus selalu nurut
Sahabat Dream mengalaminya saat kecil? Jika iya, segera hentikan siklusnya dan jangan terapkan saat mengasuh buah hati. Hal tersebut tanpa disadari membuat kondisi psikologis terluka dan memicu trauma.
" Refleksikan kembali pengalaman diri. Kamu mulai menyadari pentingnya mengubah pola parenting yang selama ini digunakan dalam keluarga," pesan dr. Jiemi.
Dream - Orangtua memiliki kecenderungan untuk memberikan hal terbaik bagi anak. Hal itu pula yang membuat ayah maupun bunda penuh semangat untuk mencari materi agar anak bisa mendapatkan fasilitas terbaik.
Satu hal yang perlu diingat kalau anak tak hanya membutuhkan materi. Ada hal yang justru sangat dibutuhkannya yaitu sosok teladan yang baik dan mengajarkan adab dan norma berdasarkan tuntutan Islam, seperti Rasulullah.
Imam Zakiyudin Abdul Azhim Al-Mundziri, At-Targhib wat Tarhib minal Haditsits Syarif, menyebutkan keutamaan orangtua dalam mendidik anak dan menanamkan norma-norma. Al-Mundziri mengutip sejumlah hadits Rasulullah SAW perihal keutamaan pendidikan orangtua terhadap anaknya.
Al-Mundziri mengutip tiga hadits riwayat At-Tirmidzi dan Ibnu Majah perihal pendidikan anak. (Zakiyuddin Abdul Azhim Al-Mundziri, At-Targhib wat Tarhib, [Beirut, Darul Fikr: 1998 M/1418 H], juz III, halaman 41).
Pada riwayat At-Tirmidzi ini, Rasulullah SAW menyebutkan keutamaan pahala orangtua mengajarkan adab dan norma-norma pada anaknya. Rasulullah menyebutkan satu pelajaran adab yang diberikan kepada anak lebih baik daripada ibadah sedekah makanan pokok seberat 1 sha atau setara 2,7 kilogram gandum.
Artinya, “ Dari sahabat Jabir bin Samurah ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Pengajaran seseorang pada anaknya lebih baik dari (ibadah/pahala) sedekah satu sha,’” (HR At-Tirmidzi).
Orangtua lazimnya memberikan banyak hal terhadap anaknya, makanan, pakaian, atau mainan. Tetapi pemberian terbaik orang tua kepada anaknya adalah penanaman norma, etika dan moral sebagaimana hadits riwayat At-Tirmidzi berikut ini.
Artinya, “ Dari Ayyub bin Musa, dari bapaknya, dari kakeknya, Rasulullah saw bersabda, ‘Tiada pemberian orang tua terhadap anaknya yang lebih baik dari adab yang baik,’” (HR At-Tirmidzi).
Pada riwayat Ibnu Majah, Rasulullah saw memerintahkan para orang tua untuk memuliakan anak-anaknya karena anak-anak adalah anugerah sekaligus amanah dari Allah. Rasulullah juga memerintahkan kepada para orangtua untuk menanamkan etika dan adab sebagai dasar pengasuhan anak.
Artinya, “ Dari sahabat Abdullah bin Abbas ra, dari Rasulullah saw bersabda, ‘Muliakanlah anak-anakmu, perbaikilah adab mereka,’” (HR Ibnu Majah).
Penjelasan selengkapnya baca di sini.
Dream - Pola pengasuhan anak yang diterapkan orangtua memang berbeda-beda. Ada yang lembut, keras, penuh disiplin atau perpaduan di antara hal tersebut. Satu hal yang harus selalu diingat, buah hati merupakan amanah dari Alalh SWT yang harus dijaga dan diasuh dengan baik.
Kelak, para orangtua akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat. Dalam hal mengasuh anak, KH. Bahauddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha mengingatkan kebiasaan para Nabi, yaitu memuliakannya.
(Gus Baha)
Dikutip dari tulisan Rifqi Fairuz di Islami.co, memuliakan artinya hubungan antara orangtua dan anak itu saling menghormati, sehingga hubungan antara orang tua dan anak itu senang dan nyaman di antara kedua belah pihak. Al-Quran sudah mengabadikan perihal memuliakan anak ini dalam surat Maryam ayat 12-13:
Artinya: " Wahai Yahya! Ambillah (pelajarilah) Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh.” Dan Kami berikan hikmah kepadanya (Yahya) selagi dia masih kanak-kanak, dan (Kami jadikan) rasa kasih sayang (kepada sesama) dari Kami dan bersih (dari dosa). Dan dia pun seorang yang bertakwa" .
Gus Baha menekankan redaksi kata hanan di ayat tersebut. Beliau menjelaskan bahwa arti kata hanan di sini adalah bermakna sifat aris, sifat senang dan menciptakan suasana nyaman. Hal itulah yang harus dijadikan landasan hubungan anak dan orangtua.
Mengapa memuliakan anak menjadi penting? Jangan sampai karena orangtua terlampau keras, sehingga anak jadi kecewa dengan sistem Islam yang diterapkan keluarganya sendiri. Sebab anak adalah harapan orangtua untuk melanjutkan kalimat tauhid ke generasi dan keturunan selanjutnya di masa depan.
Gus Baha mengutip doa Nabi Zakaria ketika memohon kepada Allah supaya dikaruniai keturunan sebagaimana tertera di surat Maryam ayat 4:
Artinya: " Dan sungguh, aku khawatir terhadap kerabatku sepeninggalku, padahal istriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu, yang akan mewarisi aku dan mewarisi dari keluarga Yakub; dan jadikanlah dia, ya Tuhanku, seorang yang diridai.”
Ayat tersebut merupakan doa Nabi Zakaria yang meyakini bahwa anak merupakan pewaris kalimat tauhid dan ajaran Islam di masa mendatang. Lebih lanjut, Gus Baha menyebutkan bahwa amal saleh yang dilakukan anak sendiri jauh lebih memberi pahala bagi kita, dibandingkan amal saleh dari santri atau murid.
“ Jadi, di antara adabnya para nabi itu adalah memuliakan anak. Karena anak itu yang kelak lebih panjang waktunya untuk membawa kalimat tauhid," ujarnya.
Penjelasan selengkapnya baca di sini.