Ilustrasi
Dream - Sebuah studi pernah mengungkap, semakin banyak interaksi seseorang dengan teman-temannya, semakin bahagia kehidupannya. Tapi kenyataannya tak selalu demikian.
Ada pengecualian besar bagi beberapa orang. Yang mengejutkan, hal itu dialami orang-orang yang cerdas atau memiliki IQ tinggi.
Satoshi Kanazawa dari London School of Economics and Political Science, dan Norman Li dari Singapore Management University menemukan bahwa individu yang lebih cerdas kurang puas dengan kehidupan jika mereka lebih sering bersosialisasi dengan teman-temannya.
" Dampak kepadatan penduduk pada kebahagiaan dua kali lipat lebih besar terlihat pada individu yang ber-IQ rendah daripada yang memiliki IQ tinggi," kata Li.
Dalam penelitiannya, Kanazawa dan Li menggunakan teori yang menyebutkan bahwa pada dasarnya manusia adalah masyarakat pemburu dan senang berkumpul, yang disebut dengan The Savanna Theory of Happiness. Teori tersebut menjelaskan persepsi manusia tentang kebahagiaan.
Dengan teori tersebut Kanazawa dan Li menemukan bahwa manusia yang hidup dalam lingkungan yang padat cenderung kurang merasa bahagia. Semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk, mereka semakin kurang bahagia. Sementara itu, semakin tinggi tingkat interaksi sosial orang-orang dengan teman-teman dekat, semakin bahagia mereka.
" Individu yang lebih cerdas merasa kurang bahagia jika mereka terlalu sering bergaul dengan teman-teman mereka," ujar Kanazawa dan Li dalam penelitian yang dipublikasikan di British Journal of Psychology itu.
Hubungan atau koneksi antara teman dan anggota keluarga selalu dipandang sebagai dasar kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia. Namun mengapa orang-orang ber-IQ tinggi ini justru menjauhinya?
Carol Graham, peneliti Brookings Institution yang mempelajari ekonomi kebahagiaan, mengatakan orang-orang dengan kecerdasan lebih cenderung kurang suka menghabiskan begitu banyak waktu untuk bersosialisasi. Hal itu karena mereka fokus pada tujuan jangka panjang.
Sebagai contohnya, orang-orang pintar itu mungkin adalah seorang dokter yang berusaha untuk menyembuhkan kanker atau seorang penulis sedang menulis novel besar atau seorang pengacara hak asasi manusia yang berusaha untuk melindungi orang-orang yang teraniaya dalam masyarakat.
Selain mungkin dianggap menghambat tujuan-tujuan tersebut, interaksi sosial yang terlalu sering bisa mempengaruhi kebahagiaan mereka secara keseluruhan dalam kehidupan.
(Sah/Sumber: Washington Post)
Advertisement
4 Komunitas Animasi di Indonesia, Berkarya Bareng Yuk!
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Perusahaan di China Beri Bonus Pegawai yang Turun Berat Badan, Susut 0,5 Kg Dapat Rp1 Juta
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Konser Sejarah di GBK: Dewa 19 All Stars Satukan Legenda Rock Dunia dalam Panggung Penuh Magis
Rangkaian acara Dream Inspiring Women 2023 di Dream Day Ramadan Fest Day 5
Desain Samsung Galaxy S26 Bocor, Isu Mirip iPhone 17 Pro Bikin Heboh Pecinta Gadget
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Selamatkan Kucing Uya Kuya Saat Aksi Penjarahan, Sherina Dipanggil Polisi
Rekam Jejak Profesional dan Birokrasi Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Pengganti Sri Mulyani Indrawati