Aksi Salah Satu Peserta Demonstrasi Besar Di Myanmar (Foto: Shutterstock)
Dream - Situasi demonstrasi anti-kudeta di Myanmar semakin memburuk. Sebanyak 18 orang peserta demonstran dikabarkan tewas akibat kekerasan yang diduga dilakukan aparat.
Dikutip dari Channel News Asia, Senin 1 Maret 2021, massa pengunjuk rasa di berbagai bagian Yangon dilaporkan menghadapi serangkaian serangan dari petugas kemanan. Mereka harus berhadapan dengan gas air mata, peluru karet, hingga granat setrum yang dilesakkan petugas.
Untuk menghadapi tindakan aparat, sejumlah demonstran membekali diri dengan mengenakan helm plastik dan perisai darurat untuk berhadapan dengan polisi dan tentara.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan bahwa, setidaknya ada 18 orang yang tewas setelah polisi Myanmar berusaha membubarkan pengunjuk rasa di seluruh negeri.
PBB pun menyerukan masyarakat internasional untuk mengambil tindakan yang tegas terhadap krisis di Myanmar.
" Polisi dan pasukan militer telah menghadapi demonstrasi damai, tapi menggunakan kekuatan yang mematikan--menurut informasi yang dapat dipercaya yang diterima oleh Kantor Hak Asasi Manusia PBB--telah menyebabkan sedikitnya 18 orang tewas dan lebih dari 30 luka-luka," kata kantor Hak Asasi Manusia PBB.
Para pemimpin dunia mengutuk keras tindakan kekerasan paling mematikan yang dilakukan oleh pasukan keamanan Myanmar terhadap demonstran anti-kudeta.
Dikutip dari Al Jazeera, Senin 1 Maret 2021, Kepala PBB Antonio Guterres pada hari Minggu 28 Februari 2021, memimpin suara kecaman internasional terhadap tindakan militer merebut kekuasaan pada 1 Februari 2021 setelah menuduh adanya kecurangan dalam pemilihan November 2021 lalu yang dimenangkan oleh pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.
" Penggunaan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa damai dan penangkapan sewenang-wenang tidak dapat diterima," kata Stephane Dujarric, juru bicara PBB, dalam sebuah pernyataan.
“ Sekretaris Jenderal mendesak komunitas internasional untuk berkumpul dan mengirimkan sinyal jelas kepada militer. Mereka harus menghormati keinginan rakyat Myanmar seperti yang diungkapkan melalui pemilihan dan menghentikan penindasan."
Sementara itu, kepala diplomatik Uni Eropa Josep Borrell mengkonfirmasi dalam sebuah pernyataan bahwa, mereka akan mengambil tindakan tegas terkait isu di Myanmmar.
" Otoritas militer harus segera menghentikan penggunaan kekerasan terhadap rakyat sipil dan mengizinkan rakyat mengekspresikan hak mereka atas kebebasan berekspresi serta berkumpul," kata Borrell dalam sebuah pernyataan.
Para menteri Eropa juga telah menyetujui sanksi terhadap militer Myanmar atas kudeta yang terjadi. Tak hanya itu, Uni Eropa juga telah memutuskan untuk memberhentikan beberapa bantuan pembangunan untuk Myanmmar.
Pernyataan sikap tersebut diharapkan akan selesai dalam beberapa hari mendatang dan akan berlaku setelah pemberitahuan resmi oleh Uni Eropa.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengutuk aksi kekerasan pasukan keamanan Burma terhadap rakyat Burma.
Negeri Paman Sam telah mengumumkan sanksi baru terhadap dua jenderal Myanmar yang melakukan kudeta pada 1 Februari 2021 lalu. Hal ini merupakan buntut dari kasus tewasnya para pengunjuk rasa pekan lalu.
" Kami mendukung orang-orang Burma yang pemberani dan mendorong semua negara untuk berbicara dengan satu suara, mendukung keinginan rakyat," tulis Blinken di Twitter, Minggu 28 Februai 2021.
Juru bicara Kantor Luaur Negeri Inggris mengatakan, kekerasan yang dilakukan pasukan keamanan berhenti dan demokrasi harus segara dipulihkan. Inggris juga telah menjatuhkan sanksi kepada para pemimpin kudeta.
" Bekerjasama dengan AS dan Kanada, Inggris telah mengambil tindakan dengan menjatuhkan sanksi hak asasi manusia terhadap sembilan perwira militer Myanmmar, termasuk panglima tertinggi, atas peran mereka dalam kudeta," kata juru bicara Inggris.
Tak hanya Inggris, Turkis juga menggutuk keras tindakan kekerasan oleh tentara Myanmmar.
" Kami mengamati dengan keprihatinan mendalam bahwa stabilitas di Myanmar memburuk setelah terjadi kudeta," kata Menteri Luar Negeri Turki dalam pernyataan resminya.
" Kami menyerukan pemulihan demokrasi tanpa penundaan untuk memeliharan perdamaian dan stabilitas di Myanmar. Segera lakukan pemberhentian perlakuan kekerasan terhadap pengumjuk rasa," tambahnya.
Advertisement
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini
Masa Tunggu Haji Dipercepat, dari 40 Tahun Jadi 26 Tahun
Viral Laundry Majapahit yang Bayarnya Hanya Rp2000
NCII, Komunitas Warga Nigeria di Indonesia
9 Kalimat Pengganti “Tidak Apa-Apa” yang Lebih Hangat dan Empatik Saat Menenangkan Orang Lain
Rangkaian acara Dream Inspiring Women 2023 di Dream Day Ramadan Fest Day 5
PT Taisho Luncurkan Counterpain Medicated Plaster, Inovasi Baru untuk Atasi Nyeri Otot dan Sendi
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
Hasil Foto Paspor Shandy Aulia Pakai Makeup Artist Dikritik, Pihak Imigrasi Beri Penjelasan
Zaskia Mecca Kritik Acara Tanya Jawab di Kajian, Seperti Membuka Aib