Dita Aisyah, Pendiri Binar Academy (Foto: Linkedin Dita Aisyah)
Dream – Di sebuah rumah mungil di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), Tanggerang Selatan, Banten, di bulan Mei 2022, seorang gadis belum lama bangun pagi. Ia tertegun saat mengecek telepon seluler pintarnya. Dia baru saja menerima pesan aneh dalam pesan Whatsapp yang dikirim seorang kenalannya.
Pesan itu menyarankan gadis itu memeriksa boks spam atau sampah di inbox atau kotak surat email-nya. Karena, kata kenalannya itu, barangkali ada sebuah surat penting yang terselip di sana. Si gadis itu hanya mengiyakan. Lalu ia pun kembali dalam rutinitas paginya. Kebetulan dia masih bekerja dari rumah atau work from home.
Ia pun memutuskan berolahraga. Mandi. Membaca-baca pesan di telepon gengamnya. Membuka laptopnya dan mulai bekerja. Lalu dia istirahat saat makan siang. Setelah makan siang, setelah lewat jam 12 siang, baru ia lalu teringat pesan kenalannya tadi pagi agar dia memeriksa boks sampah atau spam di kotak surat email-nya.
Ia pun lalu membuka email di laptopnya dan melakukan seperti saran kenalannya: membuka boks spam di email-nya. Ternyata, di antara surat promosi iklan yang tidak penting yang sering jadi spam, dia menemukan sebuah surat penting yang dikirim sejak tiga minggu lalu. Pengirimnya dari majalah Forbes.
Dengan rasa penasaran, dia pun membukanya. Terpengarah, dan terkejut bukan kepalang! Surat itu menyatakan dirinya sebagai penerima penghargaan 30 under 30 Asia dari majalah Forbes. Ia mendapat penghargaan di bidang consumer technology.
Gadis itu adalah Dita Aisyah, 29 tahun, pendiri Binar Academy.
“ Saya benar-benar terkejut,” kata Dita saat dihubungi Dream.co.id pekan lalu.
Ia terkejut karena dia tak pernah tahu dia dinominasikan oleh majalah Forbes. Selain itu, surat itu sudah berumur tiga minggu di boks spam di kotak surat email-nya. Tanpa arahan kenalannya, yang belakangan dia tahu ternyata seorang wartawan majalah Forbes, mungkin Dita tak pernah sadar telah menerima penghargaan bergengsi itu sebagai salah seorang wanita berusia di bawah 30 tahun di Asia yang paling berpengaruh.
***
Dita Aisyah lahir di Jakarta, 7 September 1992. Ia merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Ia anak sulung dari ayahnya yang bernama Achmad Wahjudi dan ibunya yang bernama Hari Utami.
Dita menghabiskan sebagian pendidikannya di Jakarta. SD dan SMP ditempuh Dita di SD dan SMP Al Ikhlas di kawasan Cipete, Jakarta Selatan
Lalu ia melanjutkan sekolah di SMA Highscope, sebuah sekolah elit yang berada di jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan. SMA Highscope mengambil referensi pengajaran dari Amerika Serikat dan menerapkan sistem bilingual atau dwibahasa, Inggris dan Indonesia.
Ia lulus SMA pada tahun 2010. Baru kemudian melanjutkan kuliah di Amerika Serikat. Ia mengambil jurusan ekonomi di Georgia State University yang terletak di Atlanta, Amerika Serikat.
“ Saya kuliah di sana karena saya terinspirasi dengan Bu Sri Mulyani, Menteri Keuangan sekarang. Dia adalah idola saya dan dia juga pengajar di kampus itu,” ujarnya.
Dalam pikiran Dita sebagai remaja, tentu keren jika diajar langsung oleh Sri Mulyani. Bahkan jika dia pada akhirnya mengikuti jejak karir cemerlang Sri Mulyani. Sri Mulyani sendiri memang pernah menjadi dosen tamu di Georgia State University.
(Kantor Binar Academy/Youtube)
Pada tahun 2012, terjadi keruntuhan ekonomi di Eropa, khususnya di Yunani. Bahkan Yunani sempat menyatakan diri bangkrut. Itu membuat Dita semakin serius belajar ilmu ekonomi.
Ia pun memutuskan kuliah satu semester di Jerman. Ia datang ke Berlin, Jerman, selama satu semester dan kuliah di Humboldt-Universität zu Berlin. Di sana dia belajar politik Eropa, European Integration and Deutsch Studies. Ia kuliah di sana karena alumninya banyak orang hebat. Salah satunya Albert Einstein.
Saat kembali ke Amerika Serikat, Dita juga sempat mengambil mata kuliah ekonomi dan kebijakan publik di Georgetown University di Washington DC. Ia mengambil kuliah satu semester di sini karena kampus ini melahirkan alumni-alumni hebat. Salah satunya mantan Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton.
Karena sistem pendidikan Amerika, dia bisa mentransfer nilai dari dua universitas berbeda itu ke kampusnya. Ia pun akhirnya lulus dari Georgia State University pada tahun 2014 dengan Indeks Prestasi Kumulatif atau GPA 3,78.
Setelah lulus kuliah, ada ketentuan di Amerika yang mengizinkan bekerja tanpa visa kerja selama setahun. Ia bisa menggunakan visa pelajar saat bekerja. Baru jika setelah lewat setahun, dia diwajibkan memiliki visa kerja.
Akhirnya setelah lulus kuliah, Dita bekerja di dua lembaga. Yang pertama di Fiscal Policy Task Force dan yang kedua di Tax Foundation. Kedua-duanya berada di kota Washington DC.
Ia bekerja di bagian riset untuk melakukan pembuatan kebijakan politik dan advokasi di bidang perpajakan yang berbeda-beda antara negara bagian di Amerika. Kebijakan yang dibuat Dita dan kantornya itu nantinya dibawa oleh anggota atau calon anggota Senat untuk membuat kebijakan publik dalam kampanyenya.
Setelah setahun bekerja, Dita diharuskan oleh hukum di Amerika untuk membuat visa kerja bagi warga negara asing.
Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih, Dita tak bisa mendapatkan visa kerja di Amerika. Akhirnya dia harus kembali ke Indonesia karena visa pelajarnya sudah habis masa berlakunya.
“ Karena visa habis, saya harus pulang ke Indonesia,” katanya.
***
Lucunya, sewaktu kembali ke Indonesia pertengahan tahun 2015, karier Dita mendadak berbelok tajam. Alih-alih terjun ke dunia kebijakan publik dan studi ekonomi, dia malah masuk ke dunia digital. “ Ini benar-benar kecelakaan,” kenangnya seraya tertawa.
Ya, pada saat dia kembali ke Indonesia, dia melamar pekerjaan di startup Gojek yang didirikan Nabiel Makarim, dan diterima. Saat itu Gojek baru saja berdiri.
Dita mengaku saat di kuliah dan kerja di Amerika, dia merupakan pengguna rutin Uber. Jadi begitu tahu ada anak bangsa yang menciptakan aplikasi serupa, ia terkejut. “ Karena hal itu saya melamar ke Gojek,” tuturnya.
Di situ pula dia bertemu dengan Alamanda Shantika dan Seto Lareno. Dua orang yang belakangan akan berperan penting dalam kariernya.
Dita memulai karier awalnya di Gojek sebagai analis bisnis. Ia bekerja di sana selama sembilan bulan sejak Oktober 2015 sampai Juni 2016. Di sini dia menjadi bagian keuangan dari tim gaya hidup Gojek, seperti Go-Clean, Go-Massage, Go-Glam, dan Go-Tix. Pada Juli 2016, dia diangkat menjadi Commercial Marketing Manager Gojek.
Sebagai perusahaan rintisan atau startup baru, Gojek merasakan betapa mereka membutuhkan tenaga pemrograman komputer di bidang teknologi informasi atau IT. Sayangnya, perguruan tinggi konvensional hanya bisa menyediakan sedikit sekali kebutuhan itu di dunia kerja.
Dita menuturkan, saat itu kebutuhan perusahaan Gojek begitu mendesak untuk sumber daya manusia yang mumpuni di bidang IT, sementara dunia pendidikan dan dunia tenaga kerja belum mampu menyediakan. Oleh karena itu, Vice President Product Gojek, Alamanda Shantika, yang memiliki latar belakang pendidikan IT, dan Kepala Human Resources Gojek, Seto Lareno, kemudian berinisiatif membuat sekolah khusus pemrograman komputer atau coding di bidang IT di internal Gojek.
Sekolah khusus itu, menurut Dita, semua pesertanya adalah karyawan Gojek. Dan umumnya mereka tak memiliki latar belakang sekolah atau kuliah di bidang IT. Mereka kebanyakan datang dari bagian marketing atau customer service. “ Mereka dididik selama tiga bulan dalam sebuah kelas pelatihan intensif atau bootcamp,” ujarnya. Dita termasuk salah satu peserta yang ikut kelas itu. Ini karena Dita sendiri tak punya latar belakang pendidikan di bidang IT.
(Kelas di Binar Academy/Istimewa)
Kelas itu terbukti sukses. Dalam tiga bulan, Alamanda dan Seto berhasil menggenjot tenaga-tenaga baru bidang IT yang mumpuni, termasuk untuk bisa membuat bahasa pemrograman komputer atau coding.
Setelah mengikuti kelas pelatihan tiga bulan tersebut, Dita pun jadi mengerti bahasa pemrograman komputer atau coding. Padahal latar belakang pendidikan Dita adalah ekonomi.
Pengalaman kesuksesan mengadakan pelatihan internal inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya Binar Academy.
***
Binar Academy didirikan tahun 2017 oleh Alamanda Shantika bersama dua alumnus Gojek lainnya, yaitu Dita Aisyah dan Seto Lareno. Binar Academy pun menjadi pelopor startup pendidikan teknologi atau edutech di bidang skil digital. Di Binar, Dita menjabat sebagai Chief of Business Development Binar Academy.
(Alamanda Shantika, Seto Loreno dan Dita Asiyah, pendiri Binar Academy/Istimewa)
Menurut Dita, lahirnya Binar Academy karena mengingat kebutuhan Indonesia setahun untuk sumber daya manusia di bidang IT mencapai 800,000-900.000 pekerja per tahun. Sementara perguruan tinggi tak sanggup mengejar kebutuhan tenaga kerja itu.
“ Padahal ekonomi masa depan adalah digital economy,” kata Dita.
Menteri Perdagangan RI, Muhammad Lutfi, belum lama ini menyatakan dalam sembilan tahun antara tahun 2021-2030, ekonomi digital Indonesia tumbuh 800 persen. Ia memprediksi ekonomi digital Indonesia akan tumbuh dari Rp 632 triliun pada 2020 menjadi Rp 4.531 triliun pada akhir 2030.
Dita menjelaskan, Binar berfokus pada pengembangan skill dan talenta digital dengan meningkatkan pengalaman belajar melalui tahapan pembelajaran yang jelas dan metode pembelajaran yang beragam, seperti kelas online dan berbagai macam konten. Melalui program pendidikan macam Binar Bootcamp dan Binar Insight, BinarGO serta layanan talent placement (Job Connect), Binar Academy berupaya mendukung pertumbuhan karier lulusan SMA, mahasiswa, dan orang-orang yang ingin berganti karier (career shifter).
(Suasana di kantor Binar Academy/Istimewa)
Pada tahun lalu, Binar Academy berhasil mendidik lebih dari 8.000 siswa melalui program Binar Bootcamp, kursus intensif bagi pemula, Binar Insight, dan berbagai seri webinar interaktif.
Selain itu, Dita mengungkapkan, Binar Academy juga mencatatkan kisah sukses. dari seorang alumnus Binar Academy angkatan pertama pada tahun 2017. Saat mendaftar, alumnus ini tak memiliki latar belakang pendidikan IT. Ia mengikuti kelas bootcamp Binar Academy selama tiga bulan. Setelah lulus, Binar Academy menyalurkannya ke sebuah lembaga teknologi keuangan (fintech) bernama Investree.
“ Hebatnya, dalam lima tahun, siswa itu kini menduduki jabatan sebagai Vice President di Investree,” ujarnya, bangga.
Ini merupakan bukti seorang siswa yang tidak memiliki pendidikan IT bisa sukses dalam karir di dunia IT. Dan, Dita sendiri sudah membuktikan dia bisa memahami dunia IT justru dari pelatihan tiga bulan.
Yang menarik lagi, kelas pelatihan bootcamp di Binar Academy selama 2-6 bulan tidak mematok biaya terlalu tinggi. Biayanya cukup ramah kantong: Rp 2 juta-Rp 6 juta per siswa. Dan siswa dijamin akan segera mengerti tentang dunia pemrograman komputer atau coding begitu lulus.
Binar juga bisa menyalurkan lulusannya ke perusahaan yang membutuhkan. Sebab, sejak berdiri pada 2017, Binar Academy sudah memiliki sejumlah rekanan seperti BCA, Bank Mandiri, Telkomsel, Tokopedia, Traveloka, Investree hingga Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Mereka bersedia menampung lulusan Binar Academy.
Sebagai platform edutech pertama, Binar Academy pun belum lama ini juga mendapat pendanaan dari angel investor. Binar Academy, belum lama ini mengumumkan telah mendapatkan pendanaan lanjutan Pra Series A dengan nilai yang tidak dipublikasikan.
Putaran pendanaan ini melibatkan beberapa perusahaan modal ventura yang dipimpin Teja Ventures dan oleh iGlobal Partners bersama IWEF serta beberapa beberapa angel investor lain, termasuk di antaranya pendiri Investree (Dickie Widjaja dan Andi Andries).
“ Karena itu saya sangat optmis dengan masa depan Binar Academy,” kata Dita.
***
Mengenai keberhasilannya masuk dalam penghargaan 30 under 30 Forbes Asia, Dita mengaku hal ini akan memacu dirinya untuk menghadirkan lebih banyak talenta di bidang teknologi.
(Dita saat menerima penghargaan Forbes/Forbes)
“ Apresiasi dari majalah Forbes menjadi motivasi bagi saya untuk menghadirkan dampak yang lebih besar melalui Binar Academy. Banyak anggapan talenta Indonesia di bidang teknologi kalah bersaing dengan talenta asing. Hal ini mendorong kami untuk menciptakan talenta digital lokal berkompeten yang memberikan kontribusi secara domestik dan global,” katanya, bertekad.
Ia juga mengaku bersyukur dan senang atas penghargaan itu. Begitu pula orang tuanya.
“ Pasti saya senang dan bangga bahwa apa yang selama ini saya kerjakan di Binar Academy mendapat pengakuan. Ini menunjukkan keberadaan Binar Academy memiliki dampak positif bagi masyarakat.,” ujarnya.
Gadis berusia 29 tahun itu menegaskan, agar setiap anak muda untuk berani bermimpi. “ Melalui penghargaan ini saya ingin berpesan ke generasi muda untuk tidak takut memulai bermimpi,” tegasnya. .
Selanjutnya, Dita mengatakan, wujudkan mimpi itu dalam sebuah kerja nyata. Apalagi kalau meyakini mimpi itu punya dampak positif bagi masyarakat. Dita adalah salah seorang yang telah membuktikan keberanian mewujudkan mimpi. Luar biasa. (eha)
Advertisement
Potret Keren Yuki Kato Taklukan Chicago Marathon 42,2 Kilometer
16 Peneliti dari ITB Masuk Daftar World Top 2% Scientists 2025
Museum Louvre Dibobol Hanya dalam 4 Menit, 8 Perhiasan Raib
Warga Keluhkan Panas Ekstrem di Indonesia, Ini Penyebabnya!
PT Taisho Luncurkan Counterpain Medicated Plaster, Inovasi Baru untuk Atasi Nyeri Otot dan Sendi
Harapan Baru bagi Pasien Kanker Payudara Lewat Terapi Inovatif dari AstraZeneca
Sentuhan Gotik Modern yang Penuh Karakter di Koleksi Terbaru dari Dr. Martens x Wednesday
Panas Ekstrem, Warga Cianjur Sampai Tuang 2 Karung Es Batu ke Toren
ParagonCorp Sukses Gelar 1’M Star 2025, Ajang Kompetisi para Frontliners
Potret Keren Yuki Kato Taklukan Chicago Marathon 42,2 Kilometer
16 Peneliti dari ITB Masuk Daftar World Top 2% Scientists 2025