Awas Penukaran Uang Jelang Lebaran Riba Terselubung, Dosanya Lebih Besar dari Zina?

Reporter : Widya Resti Oktaviana
Minggu, 16 April 2023 03:02
Awas Penukaran Uang Jelang Lebaran Riba Terselubung, Dosanya Lebih Besar dari Zina?
Praktik ini dianggap masuk kategori riba, sehingga tidak diperbolehkan.

Dream - Sudah menjadi tradisi di tengah masyarakat Indonesia menjelang lebaran atau hari raya Idul Fitri tiba, orang-orang akan menukar uang dengan nilai yang berbeda-beda. Mulai dari 5.000, 10.000, 20.000, dan sebagainya untuk kemudian dibagikan kepada saudara maupun anak-anak saat lebaran.

Penukaran uang sendiri bukanlah hal yang sulit. Apalagi menjelang lebaran ada banyak sekali jasa penukaran uang dadakan yang bisa dijumpai di pinggir jalan. Namun, ada satu hal yang menjadi pertanyaan bagi beberapa orang. Bagaimana hukumnya melakukan penukaran uang menjelang lebaran? Apakah ini tergolong sebagai perbuatan riba?

Dalam hal ini ada berbagai pendapat dengan alasan dan dasarnya masing-masing. Oleh karena itu, mari kita simak penjelasan berikut ini terkait hukum melakukan penukaran uang menjelang lebaran sebagaimana dirangkum Dream melalui berbagai sumber.

1 dari 4 halaman

Tentang Tukar-menukar Uang dalam Islam

Dikutip dari konsultasisyariah.com, dalam kajian ekonomi terdapat beberapa istilah barang ribawi, yakni emas, peraj, gandum halus, gandum kasar, kurma, dan garam. Hal tersebut dijelaskan dalam hadis riwayat Muslim berikut:

Jika emas dibarter dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum bur (gandum halus) ditukar dengan gandum bur, gandum syair (kasar) ditukar dengan gandum syair, korma ditukar dengan korma, garam dibarter dengan garam, maka takarannya harus sama dan tunai. Jika benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya boleh sesuka hati kalian asalkan tunai.” (HR. Muslim 4147).

Kemudian dijelaskan dalam riwayat lainnya sebagai berikut:

Jika emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum ditukar dengan gandum, sya’ir (gandum kasar) ditukar dengan sya’ir, kurma ditukar dengan kurma, dan garam ditukar dengan garam, takaran atau timbangan harus sama dan dibayar tunai. Siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah melakukan transaksi riba. Baik yang mengambil maupun yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Ahmad 11466 & Muslim 4148)

2 dari 4 halaman

Ketentuan Rasulullah pada Tukar-menukar

Melalui hadis di atas, Rasulullah saw pun memberikan tiga ketentuan pada tukar-menukar sebagai berikut:

Tukar Menukar Dilakukan untuk Barang Sejenis

Dalam hal ini ada dua syarat yang harus dipenuhi, yakni wajib sama dan tunai. Misalnya saja emas dengan emas, rupiah dengan rupiah, kurma jenis A dengan kurma jenis B. Nabi saw berkata:

" Takarannya harus sama, ukurannya sama dan dari tangan ke tangan (tunai)."

Jika Tukar Menukar Antar Barang Berbeda tapi Masih Satu Kelompok

Untuk tukar-menukar antar barang yang berbeda tetapi masih satu kelompok, maka ada syaratnya, yakni wajib tunai. Misalnya saja emas dengan perak. Dalam hal ini diperbolehkan beda berat, tetapi tetap wajib tunai. Dijelaskan oleh Nabi saw berikut:

" Jika benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya boleh sesuka hati kalian asalkan tunai."

Jika Tukar-menukar untuk Benda yang Beda Kelompok

Ketentuan yang ketiga adalah jika tukar-menukar untuk benda yang beda kelompok. Dalam hal ini tidak ada aturan khususnya. Jadi, boleh tidak sama dan boleh tidak tunai. Misalnya saja jual beli beras dengan dibayar uang atau jual beli garam yang dibayar dengan uang. Semuanya boleh terutang asalkan sama-sama saling ridho.

3 dari 4 halaman

Pendapat tentang Tukar-menukar Uang Receh

Dalam praktik melakukan tukar-menukar uang receh yang biasanya dilakukan menjelang lebaran, di dalamnya terdapat kelebihan. Maka hal tersebut dianggap sebagai riba. Ketika uang Rp 100.000 ditukar dengan uang pecahan Rp 5.000, terdapat selisih Rp 10.000 atau ada tambahannya. Hal ini tergolong sebagai transaksi riba. Karena terdapat ketidaksamaan, walaupun dilakukan secara tunai.

Rasulullah saw bersabda:

" Siapa yang menambah atau meminta tambahan, maka ia telah melakukan transaksi riba. Baik yang mengambil maupun yang memberinya sama-sama berada dalam dosa."

4 dari 4 halaman

Hukum Menggunakan Jasa Penukaran Uang

Dikutip dari nu.or.id, jika dilihat dari praktik penukaran uang atau ma'qud 'alaih adalah uangnya. Jadi, penukaran yang dengan kelebihan jumlah tertentu haram hukumnya karena masuk dalam kategori riba.

Berbeda jika dilihat dari sisi praktik penukaran uang atau ma'qud 'alaih adalah jasa orang yang menyediakan. Maka praktik penukaran urang dengan kelebihan tertentu hukumnya adalah mubah karena masuk dalam kategori ijarah. Ijarah sendiri menurut KH. Afifuddin Muhajir dalam Fathul Mujibil Qarib adalah sebagai berikut:

Ijarah (sewa) sebenarnya adalah jual-beli, hanya bedanya ijarah menerima pembatasan tempo. Produk pada ijarah bukan pada barang, tetapi manfaat (jasa) dari sebuah barang atau jasa dari sebuah tenaga (aktivitas).

Adanya kelebihan uang yang diberikan untuk upah pada pemilik jasa penukaran uang tidak ada ketentuannya dalam fikih. Hal tersebut tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak, yakni penerima jasa dan pemilik jasanya.

Jadi, kalau hendak menggunakan jasa penukaran uang, maka jangan lupa untuk meniatkan diri bahwa praktik itu adalah akad ijarah. Dengan begitu, adanya kelebihan uang tidaklah termasuk dalam riba, tetapi upah untuk jasa penukaran uang.

Beri Komentar
Jangan Lewatkan
More