Bagaimana Konsekuensinya Menikahi Perempuan yang Masih dalam Masa Iddah?

Reporter : Widya Resti Oktaviana
Selasa, 13 Juni 2023 06:01
Bagaimana Konsekuensinya Menikahi Perempuan yang Masih dalam Masa Iddah?
Hal ini telah diatur dalam Al-Quran dan Kompilasi Hukum Islam (HKI).

Dream - Dalam sebuah pernikahan Islam, penting sekali untuk memerhatikan tentang fikih pernikahan dan rumah tangga. Salah satunya adalah masa iddah yang dialami oleh pihak perempuan atau istri.

Masa iddah sendiri adalah masa tunggu seorang istri setelah ditinggal wafat atau diceraikan suaminya. Dalam masa iddah itulah, seorang perempuan diharamkan untuk menikah sampai masa iddahnya selesai. Bahkan aturan ini telah dijelaskan melalui firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 235:

" Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah, sebelum habis masa idahnya." (QS. Al-Baqarah: 235)

Selain di dalam Al-Quran, aturan tentang dilarangkan perempuan menikah dalam masa iddah juga ada di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Untuk mengetahui penjelasannya secara lebih dalam, berikut sebagaimana dirangkum Dream melalui berbagai sumber.

1 dari 3 halaman

Pernikahan dalam Masa Iddah Adalah Pernikahan yang Rusak

Larangan seorang perempuan menikah yang masih dalam masa iddah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasl 40 ayat 2:

" Dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita yang masih dalam masa iddah dengan pria lain."

Dengan adanya aturan tersebut, tentu umat Islam tidak diperbolehkan untuk melanggar. Ketika aturan itu dilanggar, maka ada konsekuensi yang akan diterima. Yakni bisa membatalkan sahnya pernikahan. Karena salah satu syarat sah suatu pernikahan seorang janda dalam Islam adalah melihat dari masa iddahnya.

Jadi, para ahli fikih pun bersepakat bahwa pernikahan yang dilangsungkan dalam masa iddah tidaklah sah. Hal itu sama saja dengan bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan menurut Ali Yusuf As-Subki dan Fikih Keluarga, pernikahan yang dilakukan dalam masa iddah adalah termasuk fasid atau pernikahan yang rusak.

2 dari 3 halaman

Ketentuan Masa Iddah Perempuan

Dikutip dari islam.nu.or.id, secara umum perempuan yang menjalani masa iddah dibagi menjadi dua sebagai berikut:

  1. Perempuan yang menjalani masa iddah karena ditinggal wafat suaminya
  2. Perempuan yang menjalani masa iddah bukan karena ditinggal wafat, misalnya saja diceraikan, baik yang sudah berhubungan suami-istri atau belum.

Dengan melihat sebab serta kondisinya, perempuan yang menjalani masa iddah secara umum terbagi menjadi enam berikut ini:

Perempuan yang ditinggal wafat suami dalam kondisi hamil

Dalam kondisi ini, maka iddahnya adalah sampai melahirkan. Hal ini berdasar pada surat At-Talaq ayat 4:

" Perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara istri-istrimu jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya) maka idahnya adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya." (QS. At-Talaq: 4)

Perempuan yang ditinggal wafat suami dan tidak dalam kondisi hamil

Dalam kondisi ini, maka masa iddahnya adalah 4 bulan 10 hari. Sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 234:

" Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah sampai (akhir) idah mereka, maka tidak ada dosa bagimu mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Baqarah: 234)

Perempuan yang dicerai suaminya dalam kondisi hamil

Dalam kondisi ini, maka masa iddahnya adalah sampai melahirkan. Di mana saat perempuan ini hamil, ia ditinggal wafat oleh sang suami.

3 dari 3 halaman

Perempuan yang diceraikan suaminya, tidak dalam kondisi hamil, sudah pernah berhubungan suami-istri, dan sudah atau masih haid

Dalam kondisi ini dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 228:

" Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami mereka lebih berhak kembali kepada mereka dalam (masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan. Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana." (QS. Al-Baqarah: 228)

Para ulama madzhab Syafi'i memaknai kata " quru" adalah masa suci. Untuk masa iddahnya, dihitung dari masa suci haid ketika diceraikan. Jika diceraikan saat haid, maka masa iddah dihitung sejak masa suci setelah haid tersebut.

Perempuan yang diceraikan tidak dalam kondisi hamil, sudah pernah berhubungan suami-istri dan belum haid atau sudah berhenti haid

Dalam kondisi ini dijelaskan dalam surat At-Talaq ayat 4. Untuk bulan yang dijadikan sebagai patokan penghitungan adalah bulan hijriah.


Perempuan yang dicerai, tetapi belum pernah berhubungan suami-istri

Dalam kondisi ini, bagi para ulama kerap tidak dimasukkan dalam pembagian utama perempuan yang menjalani masa iddah. Namun, kondisi ini tetap diatur dalam Al-Quran melalui surat Al-Ahzab ayat 49:

" Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menikahi perempuan-perempuan mukmin, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka tidak ada masa idah atas mereka yang perlu kamu perhitungkan. Namun berilah mereka mut’ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya." (QS. Al-Ahzab: 49)

Beri Komentar