Kondisi Banjir Yang Melanda Wilayah Kabupaten Padang Sidempuan, Provinsi Sumatera Utara Pada Selasa (25/11) | Foto: BPBD Kabupaten Padang Sidempuan
DREAM.CO.ID - Anggota DPR RI Yanuar Arif Wibowo mengkritik keras komunikasi publik sejumlah pejabat pemerintah dalam merespons bencana banjir dan longsor di Sumatra dan Aceh. Ia menilai pernyataan para pejabat cenderung defensif, meremehkan skala bencana, dan minim empati di tengah tingginya angka korban jiwa.
Kritik tersebut disampaikan Yanuar dalam Diskusi Refleksi Akhir Tahun 2025 yang digelar Biro Pemberitaan Parlemen DPR RI bersama Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin, 2 Desember 2025.
Yanuar menyoroti respons pejabat terkait fenomena kayu gelondongan yang hanyut terbawa banjir, yang dinilainya justru memancing kemarahan publik.
“ Jangan defensif dengan statement yang membuat masyarakat marah. Ada (pejabat) yang bilang (akar pohonnya) tercabut karena hujan deras, tercabut karena nggak ada akarnya. Ini kan membuat orang bertanya dan marah,” ungkap Yanuar.
© Anggota DPR RI Yanuar Arif Wibowo dalam Diskusi Refleksi Akhir Tahun 2025 yang digelar Biro Pemberitaan Parlemen DPR RI bersama KWP di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (2/12/2025). Foto: Karisma/Andri, dpr.go.id
Selain itu, Politisi Fraksi PKS ini juga menyayangkan pernyataan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang sempat menyebut kondisi lapangan tidak " seheboh" di media sosial. Padahal, data menunjukkan ratusan nyawa melayang.
“ Masa iya 700 meninggal dunia dianggap biasa-biasa saja? Menurut saya enggak (etis). Ini anak bangsa,” tegasnya.
Selain masalah komunikasi, Yanuar turut menyoroti lambatnya respons pemerintah, terutama terkait birokrasi yang menghambat masa tanggap darurat.
“ Basarnas harus bergerak cepat, tapi sering terhambat proses perizinan anggaran. Begitu izin turun, masa tanggap darurat sudah lewat,” ujarnya.
Ia mendesak pemerintah pusat untuk memberikan perhatian ekstra dan memperbaiki pola mitigasi, mengingat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sering kali tidak sanggup menanggung beban bencana skala besar.
“ Keterbatasan beban yang ditanggung gubernur dan bupati itu nyata. APBD mereka tidak sanggup. Jadi kalaupun belum ditetapkan sebagai bencana nasional, saya berharap pemerintah pusat punya perhatian lebih terhadap saudara-saudara kita yang sedang dilanda bencana,” pungkasnya.
Yanuar menekankan bahwa momentum ini harus menjadi evaluasi total bagi pemerintah. “ Seluruh pejabat di republik ini harus berbenah. Komunikasi para pejabat dalam situasi seperti ini juga harus berbenah,” tandasnya.
© Banjir yang merendam pemukiman warga di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatra Utara, Selasa (25/11) | Foto: BPBD Kabupaten Tapanuli Utara
BNPB mencatat hingga Selasa (2/12) siang, jumlah korban tewas akibat banjir dan longsor di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat mencapai 659 orang. Sebanyak 475 orang dilaporkan hilang, 2.600 orang luka-luka, dan total warga terdampak menembus angka 3,2 juta jiwa.
Dalam diskusi yang sama, Pengamat Politik Ujang Komarudin menambahkan perlunya penegakan hukum tegas terhadap perusakan lingkungan. “ Instrumen hukum harus dijalankan. Siapa pun yang merusak lingkungan harus ditindak,” katanya.
Advertisement
Wisata Susur Sungai Martapura di Kalsel, Bisa Jadi Pilihan Libur Akhir Tahun

Pemerintah Fokus Pemulihan Kondisi 3 Wilayah Terdampak Bencana

Epy Kusnandar Meninggal Dunia, Sempat Beri Wasiat Ingin Dimakamkan di Garut

Linksos, Komunitas yang Aktif Lindungi Hak Para Disabilitas

Seru Abis! Jajal Langsung Toyota Gazoo Racing di Sirkuit Mandalika


Mobil Hybrid Toyota Taklukkan Jalanan Berbukit dan Berkelok di Lombok

Kenapa Weekly Match Padel Jadi ‘Happy Hour’ Baru Anak Jakarta



Wisata Susur Sungai Martapura di Kalsel, Bisa Jadi Pilihan Libur Akhir Tahun

Pemerintah Fokus Pemulihan Kondisi 3 Wilayah Terdampak Bencana

Epy Kusnandar Meninggal Dunia, Sempat Beri Wasiat Ingin Dimakamkan di Garut