Pandangan Islam Terkait Baik Atau Tidaknya Menikah Di Bulan Muharam (Foto Ilustrasi: Shutterstock.com)
Dream - Muharam adalah bulan pertama dalam kalender hijriah. Umat Islam memiliki tradisi yang berbeda-beda untuk menyambut bulan sekaligus tahun yang baru tersebut. Misalnya saja ada yang melakukan doa bersama, tahlil, maupun tradisi lainnya yang turun-temurun dilakukan.
Di tengah kebahagiaan menyambut bulan Muharam, ternyata ada kepercayaan tertentu di tengah masyarakat yang masih diwarisi sampai sekarang. Salah satunya adalah larangan untuk menikah di bulan Muharam.
Adanya larangan ini biasanya karena memunculkan dampak yang buruk jika benar-benar dilakukan. Sebagian masyarakat pun masih meyakininya dan menghindari untuk melangsungkan pernikahan di bulan Muharam.
Namun, bagaimana jika dilihat dari sudut pandang Islam? Apakah bulan Muharam adalah bulan yang buruk untuk melangsungkan pernikahan? Untuk mengetahui penjelasannya, berikut sebagaimana dirangkum Dream melalui berbagai sumber.
Ada berbagai kepercayaan di tengah masyarakat terkait dengan bulan Muharam. Ada sebagian masyarakat yang percaya bahwa di bulan Muharam tidak diperbolehkan untuk bepergian jauh. Hal ini karena bisa menimbulkan bahaya bagi orang tersebut.
Kemudian, ada juga yang beranggapan bahwa di bulan Muharam tidak boleh menikah. Dikarenakan bulan tersebut membawa malapetaka. Bahkan dijelaskan dalam catatan Serat Chentini, pasangan yang menikah di bukan Muharam, maka pasangan itu akan memiliki banyak utang saat berumah tangga.
Tak hanya itu saja, ada yang mengatakan bahwa bulan Muharam adalah bulannya priyayi. Jadi, hanya orang-orang Keraton saja yang bisa melangsungkan pernikahan di bulan Muharam.
Sebagai masyarakat Indonesia, di beberapa daerah masih memiliki tradisi dalam menentukan waktu pernikahan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan waktu yang terbaik dalam melaksanakan pernikahan. Kepercayaan itu pun berlaku secara turun temurun, bahkan sampai sekarang.
Tak hanya di Indonesia saja, di Arab pun juga terdapat tradisi dalam menentukan waktu pernikahan. Misalnya saja pada zaman Arab Jahiliyah. Di mana terdapat larangan menikah di bulan Syawal. Hal ini karena bulan tersebut membawa kesialan.
Kepercayaan itu pun akhirnya dibantah dengan dilangsungkannya pernikahan antara Nabi Muhammad saw dan Siti Aisyah yang berlangsung pada bulan Syawal. Nabi Muhammad saw dan Siti Aisyah menjalani bahtera rumah tangga dengan bahagia tanpa adanya kesialan.
Umat Islam tentu sudah mengetahui bahwa menikah adalah bagian dari penyempurna agama. Perintah untuk menikah telah dijelaskan dalam Al-Quran melalui surat An-Nur ayat 32:
وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Artinya: " Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui." (QS. An-Nur: 32)
Dikutip dari jatim.nu.or.id, dalam Islam, prinsip dari pernikahan adalah dilihat dari kemampuannya untuk menikah. Ketika seseorang sudah mampu untuk menikah, baik itu mampu secara materi, fisik, mental, dan sebagainya, maka disunahkan untuk menikah.
Islam tidak mengatur secara jelas tentang waktu, tanggal, hari, atau bulan apa yang baik untuk melangsungkan pernikahan. Meski begitu, jika niatnya adalah untuk ittiba atau mengikuti para nabi yang tujuannya mencari berkah, maka tidaklah masalah.
Selain itu, juga bisa karena mengikuti tradisi yang sudah berlaku di masyarakat secara turun temurun, maka diperbolehkan untuk tidak melangsungkan pernikahan di bulan tertentu. Asalkan tidak memercayai bahwa bulan tertentu, seperti bulan Muharam adalah bulan yang membawa kesialan atau malapetaka.
Larangan itu juga dijelaskan dalam Kitab Bughyatul Mutarsyidin, bahwa seseorang sebaiknya tidak percaya apakah menikah di hari ini dan di malam ini baik atau buruk. Hal seperti itu sangat dilarang dan ada teguran keras dari agama Islam. Bahkan kepercayaan seperti itu tidak mengandung pelajaran sedikit pun di dalamnya.