Lebaran (4): Kala Dentuman Meriam Karbit Menutup Puasa

Reporter : Ahmad Baiquni
Senin, 13 Juli 2015 18:37
Lebaran (4): Kala Dentuman Meriam Karbit Menutup Puasa
Awalnya digunakan untuk mengusir Kuntilanak pengganggu di hutan sekitar Sungai Kapuas. Ratusan tahun bertahan sebagai simbol datangnya hari Idul Fitri.

Dream - Senja itu terasa berbeda di ujung Ramadan ketika alunan azan Maghrib membahana di langit Pontianak. Orang-orang segera meminum teh manis. Atau menyantap takjil untuk mengakhiri puasa di hari terakhir Ramadan itu.

Sebelum waktu berbuka itu tiba, sekelompok orang tampak begitu sibuk di tepi Sungai Kapuas. Mereka tengah menyusun kayu-kayu menjadi kaki-kaki untuk menopang benda berat. Usai kaki-kaki disusun, gelondongan kayu dengan diameter antara 50 cm hingga 100 cm dengan panjang 4 m hingga 7 m diletakkan di atasnya.

Kayu-kayu itu dibuat berlubang di satu sisi. Ujung yang berlubang ditempatkan mengarah ke sungai. Untuk mempercantik tampilan, kayu tersebut diwarnai dengan cat dan gambar-gambar tertentu.

Sekilas, kayu tersebut terlihat menyerupai meriam pada masa kolonial. Memang, kayu tersebut sejatinya difungsikan menjadi meriam. Tetapi, bukan untuk melontarkan peluru, melainkan untuk menimbulkan bunyi ledakan membahana.

Ketika senja sudah tua dan hari berganti malam, sekelompok orang tadi segera bersiap-siap. Para warga pun terlihat ramai memenuhi tepian Sungai Kapuas. Mereka seperti menunggu dimulainya satu acara.

" Duar…"   bunyi ledakan itu begitu kencang memekakkan telinga. Hening sejenak, bunyi yang sama kembali terulang: " Duar..."

Bukannya ketakutan, para warga justru riang mendengar ledakan itu. Ledakan sambung-menyambung itu membuat suasana meriah di akhir Ramadan. Pantas tidak ada satupun orang ingin melewatkan malam itu begitu saja tanpa menonton atraksi itu.

Ya, bunyi itu berasal dari sejumlah kayu yang tadi disusun rapi di tepi sungai. Begitu kencang suaranya, hingga sanggup menggetarkan gedung. Bahkan jika ada rumah di dekat lokasi kayu itu, sudah bisa dipastikan kaca di rumah tersebut akan bergetar hebat lantaran akibat bunyi ledakan meriam kayu tersebut.

Masyarakat Kota Pontianak biasa menyebut meriam kayu tersebut dengan meriam karbit. Karbit merupakan senyawa kimia berbentuk padat mudah terbakar. Biasanya digunakan untuk penyambungan logam dengan teknik pengelasan. Sementara dalam meriam kayu, karbit digunakan untuk bahan ledakan.

Dalam penggunaannya, karbit sebelumnya direndam dalam air yang sudah terdapat di dalam meriam. Dalam waktu sekitar 5 menit, karbit tersebut akan melebur dan menguap menjadi gas. Gas inilah yang menjadi bahan ledakan jika disulut dengan api.

Bunyi yang muncul dari meriam tersebut juga menjadi penanda akan datangnya 1 Syawal. Keesokan harinya, masyarakat Kota Pontianak akan merayakan Idul Fitri.

***

Menutup Ramadan dengan meriam karbit sudah... 

1 dari 2 halaman

Seumur dengan Usia Kota

Seumur dengan Usia Kota © Dream

Seumur dengan Usia Kota

Menutup Ramadan dengan meriam karbit sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Kota Pontianak. Kegiatan ini sudah berlangsung selama ratusan tahun dan sudah menjadi identitas Kota Pontianak.

Permainan meriam karbit ini dipercaya sudah ada sejak tahun 1771. Tarikh tersebut merupakan awal berdirinya Kesultanan Pontianak. Tahun itu pula yang menjadi tonggak lahirnya Kota Pontianak.

Adalah Sultan Syarif Abdurrahman Al Kadrie yang diyakini sebagai penggagas permainan ini. Tokoh ini merupakan raja pertama kesultanan sekaligus pendiri daerah yang saat ini disebut Kota Pontianak.

Kisah ini bermula ketika Sultan tengah membuka hutan di sekitar Sungai Kapuas. Dia berencana menjadikan daerah itu sebagai kawasan permukiman baru. Kala itu, kawasan tersebut masih merupakan hutan lebat dan dipercaya dihuni hantu. Paling sering dijumpai adalah Kuntilanak.

Hantu-hantu Kuntilanak kerap berkeliaran dan mengganggu masyarakat. Hal itu juga dirasakan oleh Sultan. Banyak pekerjaan pembangunan tidak selesai lantaran pekerjanya ketakutan karena kerap diganggu Kuntilanak. Salah satunya adalah pembangunan masjid.

Geram dengan gangguan tersebut, Sultan kemudian memerintahkan masyarakat untuk membuat meriam untuk mengusir hantu-hantu. Suara yang menggelegar dipercaya mampu mengusir hantu-hantu Kuntilanak di sana.

Selain itu, ada fungsi lain dari penggunaan meriam karbit. Kala pemerintahan Kesultanan Pontianak, meriam karbit juga kerap digunakan sebagai penanda datangnya waktu salat Maghrib.

Sejak saat itulah masyarakat Pontianak kerap menggelar permainan meriam karbit untuk menutup bulan Ramadan. Hingga saat ini, tradisi tersebut tetap berlangsung. 

Sementara, bentuk meriam selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Awalnya, masyarakat percaya meriam karbit terbuat dari batang pohon kelapa atau pinang. Tetapi, Pontianak sempat merasakan kejayaan sebagai daerah penghasil kayu, sehingga masyarakat mengganti meriam dari pohon kelapa dengan kayu.

Kayu yang digunakan pun memiliki kualitas tertentu. Setelah dilubangi, kayu tersebut akan direndam beberapa tahun dalam lumpur yang ada di dasar sungai Kapuas. Tujuannya adalah untuk membunuh serangga yang bisa merusak kayu. Setelah itu, kayu siap digunakan.

Tradisi ini sempat dilarang ketika masa pemerintahan Orde Baru. Ini lantaran permainan meriam karbit dianggap membahayakan. Tetapi, masyarakat muslim Pontianak bersikukuh tradisi tersebut tidak mengandung bahaya. Sehingga, tradisi ini kembali digelar setelah rezim Orde Baru tidak lagi berkuasa.

***

Kemeriahan permainan meriam karbit... 

2 dari 2 halaman

Persandingan Tradisi dan Modernitas

Persandingan Tradisi dan Modernitas © Dream

Persandingan Tradisi dan Modernitas

Kemeriahan permainan meriam karbit kini dilestarikan dalam kegiatan rutin untuk menutup Ramadan. 

Pemerintah Kota Pontianak menilai permainan ini sebagai tradisi yang patut dilestarikan. Atas dasar itu, pemerintah setempat selalu menggelar acara main meriam bersama melalui Festival Meriam Karbit yang digelar setiap akhir Ramadan.

Tradisi membunyikan meriam karbit hampir tidak ditemukan di daerah lain di Provinsi Kalimantan Barat. Hanya di Pontianak bisa ditemukan tradisi ini. Hal itu menjadi daya tarik tersendiri bagi Kota Pontianak.

Tradisi ini ternyata merupakan magnet yang mampu menarik perhatian wisatawan untuk mengunjungi kota tersebut. Tidak jarang wisatawan mancanegara rela datang jauh-jauh hanya untuk melihat festival ini.

Pasalnya, festival meriam karbit termasuk langka. Jangankan di dunia, di Indonesia saja hanya ada di Pontianak. Hal itu juga menjadi alasan mengapa banyak wisatawan asing mau datang untuk melihat festival ini.

Tradisi meriam karbit itu barangkali merupakan bentuk kearifan masyarakat Pontianak dalam menyambut datangnya Idul Fitri. Ini merupakan bukti tradisi tidak selalu menjadi lawan dari kemajuan zaman. Ketika suara ledakan meriam karbit memenuhi langit kota, pada saat itulah masyarakat Pontianak bergembira karena Ramadan sudah berakhir. Alhamdullilah... (eh)

Beri Komentar