Festival Meriam Karbit (kabarkalbar.com)
Dream - Senja itu terasa berbeda di ujung Ramadan ketika alunan azan Maghrib membahana di langit Pontianak. Orang-orang segera meminum teh manis. Atau menyantap takjil untuk mengakhiri puasa di hari terakhir Ramadan itu.
Sebelum waktu berbuka itu tiba, sekelompok orang tampak begitu sibuk di tepi Sungai Kapuas. Mereka tengah menyusun kayu-kayu menjadi kaki-kaki untuk menopang benda berat. Usai kaki-kaki disusun, gelondongan kayu dengan diameter antara 50 cm hingga 100 cm dengan panjang 4 m hingga 7 m diletakkan di atasnya.
Kayu-kayu itu dibuat berlubang di satu sisi. Ujung yang berlubang ditempatkan mengarah ke sungai. Untuk mempercantik tampilan, kayu tersebut diwarnai dengan cat dan gambar-gambar tertentu.
Sekilas, kayu tersebut terlihat menyerupai meriam pada masa kolonial. Memang, kayu tersebut sejatinya difungsikan menjadi meriam. Tetapi, bukan untuk melontarkan peluru, melainkan untuk menimbulkan bunyi ledakan membahana.
Ketika senja sudah tua dan hari berganti malam, sekelompok orang tadi segera bersiap-siap. Para warga pun terlihat ramai memenuhi tepian Sungai Kapuas. Mereka seperti menunggu dimulainya satu acara.
" Duar…" bunyi ledakan itu begitu kencang memekakkan telinga. Hening sejenak, bunyi yang sama kembali terulang: " Duar..."
Bukannya ketakutan, para warga justru riang mendengar ledakan itu. Ledakan sambung-menyambung itu membuat suasana meriah di akhir Ramadan. Pantas tidak ada satupun orang ingin melewatkan malam itu begitu saja tanpa menonton atraksi itu.
Ya, bunyi itu berasal dari sejumlah kayu yang tadi disusun rapi di tepi sungai. Begitu kencang suaranya, hingga sanggup menggetarkan gedung. Bahkan jika ada rumah di dekat lokasi kayu itu, sudah bisa dipastikan kaca di rumah tersebut akan bergetar hebat lantaran akibat bunyi ledakan meriam kayu tersebut.
Masyarakat Kota Pontianak biasa menyebut meriam kayu tersebut dengan meriam karbit. Karbit merupakan senyawa kimia berbentuk padat mudah terbakar. Biasanya digunakan untuk penyambungan logam dengan teknik pengelasan. Sementara dalam meriam kayu, karbit digunakan untuk bahan ledakan.
Dalam penggunaannya, karbit sebelumnya direndam dalam air yang sudah terdapat di dalam meriam. Dalam waktu sekitar 5 menit, karbit tersebut akan melebur dan menguap menjadi gas. Gas inilah yang menjadi bahan ledakan jika disulut dengan api.
Bunyi yang muncul dari meriam tersebut juga menjadi penanda akan datangnya 1 Syawal. Keesokan harinya, masyarakat Kota Pontianak akan merayakan Idul Fitri.
***
Menutup Ramadan dengan meriam karbit sudah...
© Dream
Seumur dengan Usia Kota
Menutup Ramadan dengan meriam karbit sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Kota Pontianak. Kegiatan ini sudah berlangsung selama ratusan tahun dan sudah menjadi identitas Kota Pontianak.
Permainan meriam karbit ini dipercaya sudah ada sejak tahun 1771. Tarikh tersebut merupakan awal berdirinya Kesultanan Pontianak. Tahun itu pula yang menjadi tonggak lahirnya Kota Pontianak.
Adalah Sultan Syarif Abdurrahman Al Kadrie yang diyakini sebagai penggagas permainan ini. Tokoh ini merupakan raja pertama kesultanan sekaligus pendiri daerah yang saat ini disebut Kota Pontianak.
Kisah ini bermula ketika Sultan tengah membuka hutan di sekitar Sungai Kapuas. Dia berencana menjadikan daerah itu sebagai kawasan permukiman baru. Kala itu, kawasan tersebut masih merupakan hutan lebat dan dipercaya dihuni hantu. Paling sering dijumpai adalah Kuntilanak.
Hantu-hantu Kuntilanak kerap berkeliaran dan mengganggu masyarakat. Hal itu juga dirasakan oleh Sultan. Banyak pekerjaan pembangunan tidak selesai lantaran pekerjanya ketakutan karena kerap diganggu Kuntilanak. Salah satunya adalah pembangunan masjid.
Geram dengan gangguan tersebut, Sultan kemudian memerintahkan masyarakat untuk membuat meriam untuk mengusir hantu-hantu. Suara yang menggelegar dipercaya mampu mengusir hantu-hantu Kuntilanak di sana.
Selain itu, ada fungsi lain dari penggunaan meriam karbit. Kala pemerintahan Kesultanan Pontianak, meriam karbit juga kerap digunakan sebagai penanda datangnya waktu salat Maghrib.
Sejak saat itulah masyarakat Pontianak kerap menggelar permainan meriam karbit untuk menutup bulan Ramadan. Hingga saat ini, tradisi tersebut tetap berlangsung.
Sementara, bentuk meriam selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Awalnya, masyarakat percaya meriam karbit terbuat dari batang pohon kelapa atau pinang. Tetapi, Pontianak sempat merasakan kejayaan sebagai daerah penghasil kayu, sehingga masyarakat mengganti meriam dari pohon kelapa dengan kayu.
Kayu yang digunakan pun memiliki kualitas tertentu. Setelah dilubangi, kayu tersebut akan direndam beberapa tahun dalam lumpur yang ada di dasar sungai Kapuas. Tujuannya adalah untuk membunuh serangga yang bisa merusak kayu. Setelah itu, kayu siap digunakan.
Tradisi ini sempat dilarang ketika masa pemerintahan Orde Baru. Ini lantaran permainan meriam karbit dianggap membahayakan. Tetapi, masyarakat muslim Pontianak bersikukuh tradisi tersebut tidak mengandung bahaya. Sehingga, tradisi ini kembali digelar setelah rezim Orde Baru tidak lagi berkuasa.
***
Kemeriahan permainan meriam karbit...
© Dream
Persandingan Tradisi dan Modernitas
Kemeriahan permainan meriam karbit kini dilestarikan dalam kegiatan rutin untuk menutup Ramadan.
Pemerintah Kota Pontianak menilai permainan ini sebagai tradisi yang patut dilestarikan. Atas dasar itu, pemerintah setempat selalu menggelar acara main meriam bersama melalui Festival Meriam Karbit yang digelar setiap akhir Ramadan.
Tradisi membunyikan meriam karbit hampir tidak ditemukan di daerah lain di Provinsi Kalimantan Barat. Hanya di Pontianak bisa ditemukan tradisi ini. Hal itu menjadi daya tarik tersendiri bagi Kota Pontianak.
Tradisi ini ternyata merupakan magnet yang mampu menarik perhatian wisatawan untuk mengunjungi kota tersebut. Tidak jarang wisatawan mancanegara rela datang jauh-jauh hanya untuk melihat festival ini.
Pasalnya, festival meriam karbit termasuk langka. Jangankan di dunia, di Indonesia saja hanya ada di Pontianak. Hal itu juga menjadi alasan mengapa banyak wisatawan asing mau datang untuk melihat festival ini.
Tradisi meriam karbit itu barangkali merupakan bentuk kearifan masyarakat Pontianak dalam menyambut datangnya Idul Fitri. Ini merupakan bukti tradisi tidak selalu menjadi lawan dari kemajuan zaman. Ketika suara ledakan meriam karbit memenuhi langit kota, pada saat itulah masyarakat Pontianak bergembira karena Ramadan sudah berakhir. Alhamdullilah... (eh)
Advertisement
Tak Cuma Soto Banjar, Ini 5 Kuliner Khas Palangkaraya yang Wajib Dicicipi

Rumah Ini Pakai 1.000 Baterai Laptop untuk Sumber Listrik Selama 8 Tahun

Komunitas RAMAH Jadi Simbol Gerakan Anak Muda Aceh

Awas Jangan Salah Gate! 4 Maskapai Penerbangan Sudah Pindah ke Terminal 1B Bandara Soekarno-Hatta

Tegas! Universitas di Korsel Tolak Calon Mahasiswa dengan Catatan Kekerasan di Sekolah


Dulu Cupu Sekarang Suhu, Kiky Saputri Tantang Menteri Tanding Padel

Riset: Si Paling AI, Orang Indonesia Ngebet Liburan Mancanegara pada Tahun 2026


Rumah Ini Pakai 1.000 Baterai Laptop untuk Sumber Listrik Selama 8 Tahun

Membedah Desa Wisata Pemuteran Bali, Destinasi Tenang yang Cocok Buat Liburan Keluarga Akhir Tahun

Mengenal Komunitas Masyarakat Adat Seberuang di Kalbar: Punya Hutan Terlarang, Jengkolnya Primadona

12 Rekomendasi Wisata Alam di Aceh yang Bisa Jadi Wish List Liburan Akhir Tahun