Unggah Video Ahok, Buni Yani: Saya Tak Yakin Waktu Itu

Reporter : Maulana Kautsar
Senin, 7 November 2016 15:24
Unggah Video Ahok, Buni Yani: Saya Tak Yakin Waktu Itu
Meski begitu, menurut Buni Yani, Ahok kerap melontarkan ucapan bernada menyinggung SARA.

Dream - Buni Yani, sosok yang dilaporkan turut menyebar video Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sempat merasa ragu sebelum mengunggah ke media sosial. Dia tidak sepenuhnya yakin ucapan Ahok saat menyebut Surat Al Maidah ayat 51 termasuk penistaan agama.

" Saya tak yakin waktu itu. Makanya, di caption saya bilangnya 'Penistaan Terhadap Agama?'," ucap Buni Yani dalam konferensi pers di Wisma Kodel, Jakarta Selatan, Senin, 7 November 2016.

Meski begitu, menurut Buni Yani, Ahok kerap melontarkan ucapan bernada menyinggung SARA. " Dia (Ahok) suka menyerempet agama tertentu. Ada unsur-unsur itu," ucap dia.

Terkait dengan tuduhan mengedit video, Buni Yani membantah hal itu. Dia mengaku mendapat petikan video itu dari akun Youtube Media NKRI.

" Saya itu tak mempunyai kemampuan editing. Saya juga tidak memiliki alatnya, saya tidak ada waktu juga untuk editing karena sibuk mengajar," ucap Buni Yani menjelaskan.

Tim Kuasa Hukum Front Pembela Islam (FPI) Munarman yang turut hadir mendampingi menyatakan dukungannya kepada Buni Yani. Dalam kasus Buni Yani, lanjut Munarman, yang patut dipersalahkan pertama kali adalah sumber asli video.

Sumber asli tersebut, kata Munarman, tak lain berasal dari laman resmi Pemprov DKI Jakarta. Dia berkaca pada kasus video seronok Ariel Peterpan.

" Katakanlah Buni Yani tersangkanya. Tapi siapa yang mengupload pertama kali? Yang menyatakan siapa? Nggak bisa lolos Ahok karena bermuatan SARA," ucap Munarman. (Ism) 

1 dari 2 halaman

Kata Munarman

Kata Munarman © Dream

Dream - Munarman menyebut negara melakukan penghalang-halangan proses keadilan (obtruction of justice), pada kasus dugaan penistaan agama Gubernur DKI Jakarta atau Ahok.

" Pemerintah menggunakan seluruh perangkat negara untuk menghalangi keadilan. Negara menjadi pelindung pembuat kejahatan," ucap Munarman, di Wisma Kodel, Jakarta Selatan, Senin, 7 November 2016.

Bercerita mengenai pengalamannya sebagai kuasa hukum selama 20 tahun lebih, gelar perkara secara terbuka yang dilakukan polisi merupakan kondisi yang aneh. Sebab, sepengalamannya, gelar perkara merupakan mekanisme internal polisi.

" Presiden katakan gelar perkara terbuka, emang kita tidak tahu apa, itu satu keanehan luar biasa," ucap dia.

Informasi yang dia dapat dari " penyidik baik" , gelar perkara tersebut sudah tidak objektif. Itu lantaran polisi mengarahkan pertanyaan kepada ahli dan saksi-saksi untuk jawaban ketidaksengajaan atas ucapan Ahok yang menyerempet Alquran.

" Saya punya informasi yang kuat dari dalam. Hasilnya 80 persen meringankan Ahok. 20 persen menyatakan Ahok bersalah," kata dia.

Dia mengkritik polisi yang harusnya menjadikan gelar perkara sebagai sarana untuk memperkuat bukti. Bukan, mengarahkan masyarakat pada trial by press (pengadilan melalui pers).

" Polisi sudah menjadi pengadilan," ucap dia.

 

2 dari 2 halaman

Polri Bantah Rekayasa

Polri Bantah Rekayasa © Dream

Dream - Meski begitu dugaan adanya penghalang-halangan penyidikan kasus dugaan penistaan agama itu dibantah oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Agus Rianto.

Menurut dia, instruksi Presiden Joko Widodo untuk membuka gelar perkara itu sebagai bentuk upaya penyelesaian agar kasus dugaan penistaan agama itu jernih.

" Justru ini melepas setting. Yang hadir kan bukan hanya polisi, ada ahli, ada pakar. Kebohongan suatu saat akan terbuka. Semoga kita memahami peran masing-masing," ucap Agus. (Ism) 

Beri Komentar