Ilustrasi (Shutterstock.com)
Dream - Puasa Ramadan merupakan bagian rukun Islam, sehingga wajib dijalankan oleh setiap Muslim. Bagi siapa saja yang meninggalkan dengan sengaja tanpa halangan, maka akan mendapat dosa.
Meski demikian, ada golongan yang tidak bisa menjalankan puasa Ramadan karena uzur atau halangan tertentu, misalnya karena sakit. Mereka wajib mengganti puasa pada bulan selain Ramadan.
Namun, ada beberapa di antara mereka yang berhalangan meninggal sebelum utang puasanya dibayar. Lantas, bagaimana hukumnya?
Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Aisyah RA, Rasulullah Muhammad bersabda, " Siapa yang meninggal dan dia masih memiliki tanggungan puasa maka walinya wajib mempuasakannya."
Abu Syuja’ rahimahullah menjelaskan cara membayarkan utang puasa orang yang telah meninggal dunia. " Barangsiapa memiliki utang puasa ketika meninggal dunia, hendaklah dilunasi dengan cara membayar fidyah atau memberi makan (kepada orang miskin), satu hari tidak puasa dibayar dengan satu mud."
Mud adalah telapak tangan yang ditengadahkan ke atas untuk menampung makanan (mirip orang berdoa). Dalam kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu disebutkan jika diukur dengan ukuran zaman sekarang, 1 mud setara dengan 675 gram atau 0,688 liter.
Namun, yang lebih utama adalah membayar utang puasa dengan mengganti puasa yang dilakukan oleh kerabat terdekat atau orang yang diizinkan atau ahli waris si mayit. Dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Dari Ibnu 'Abbas ra disebutkan:
" Ada seseorang pernah menemui Rasulullah SAW lantas ia berkata, " Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan ia masih memiliki utang puasa sebulan. Apakah aku harus membayarkan qodho’ puasanya atas nama dirinya?" Beliau lantas bersabda, " Seandainya ibumu memiliki utang, apakah engkau akan melunasinya?" " Iya," jawabnya. Beliau lalu bersabda, " Utang Allah lebih berhak untuk dilunasi."
Sementara, menurut Syaikh Musthofa Al Bugho dalam At Tadzhib fii Adillati Matan Al Ghoyah wat Taqrib, bagi yang tidak berpuasa karena halangan lantas tidak mampu membayar utang puasa dan meninggal dunia sebelum hilangnya halangan atau meninggal dunia setelahnya namun tidak memiliki waktu untuk mengqodho puasa, maka tidak ada qodho’ baginya, tidak ada fidyah dan tidak ada dosa untuknya.
Orang yang dilunasi utang puasanya adalah orang yang masih memiliki kesempatan untuk melunasi qodho puasanya namun terlanjur meninggal dunia. Sedangkan orang yang tidak memiliki kesempatan untuk mengqodho lalu meninggal dunia, maka tidak ada perintah qodho bagi ahli waris, tidak ada kewajiban fidyah dan juga tidak ada dosa.
Adapun dalil dibolehkannya melunasi utang puasa orang yang telah meninggal dunia dengan menunaikan fidyah (memberi makan kepada orang miskin) adalah beberapa riwayat berikut:
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, " Jika seseorang sakit di bulan Ramadan, lalu ia meninggal dunia dan belum lunasi utang puasanya, maka puasanya dilunasi dengan memberi makan kepada orang miskin dan ia tidak memiliki qodho. Adapun jika ia memiliki utang nazar, maka hendaklah kerabatnya melunasinya." (HR. Abu Daud)
Terdapat dua cara membayar puasa orang meninggal:
Bentuk fidyah disesuaikan dengan ukuran pada zaman ini. Syaikh Musthofa Al Bugho berkata, " Ukuran mud dalam fidyah di sini sebaiknya dirujuk pada ukuran zaman ini, yaitu ukuran pertengahan yang biasa di tengah-tengah kita menyantapnya, yaitu biasa yang dimakan seseorang dalam sehari berupa makanan, minuman dan buah-buahan. Karena saat ini makanan kita bukanlah lagi gandum, kurma, anggur atau sejenisnya. Fakir miskin saat ini biasa menyantap khubz (roti) atau nasi dan kadang mereka tidak menggunakan lauk daging atau ikan. Sehingga tidaklah tepat jika kita mesti menggunakan ukuran yang ditetapkan oleh ahli fikih (fuqoha) di masa silam. Karena apa yang mereka tetapkan adalah makanan yang umum di tengah-tengah mereka." (At Tadzhib, hal. 115).
Niat puasa qodho untuk membayarkan puasa orang yang telah meninggal dunia sedikit memiliki perbedaan. Perbedaannya hanyalah terdapat nama orang yang telah meninggal dunia itu, turut disebut dalam pembacaan niatnya.
Diantara niat puasa qadha ini perlu diselipkan nama orang yang telah meninggal tersebut.

" Nawaitu shouma ghodin an qodhoo i fardho romadhoona (lalu menyebutkan nama orang yang telah meninggal, yang hendak kamu gantikan puasanya) lillahi ta’ala"
Artinya, " Aku niat puasa esok hari karena mengganti fardhu Ramadhan [nama yang meninggal] karena Allah Ta’ala."
Advertisement
Dari Langgar ke Bangsa: Jejak Sunyi Kiai dan Santri dalam Menjaga Negeri

Pria Ini Punya Sedotan Emas Seharga Rp233 Juta Buat Minum Teh Susu

Celetukan Angka 8 Prabowo Saat Bertemu Presiden Brasil

Paspor Malaysia Duduki Posisi 12 Terkuat di Dunia, Setara Amerika Serikat

Komunitas Rubasabu Bangun Budaya Membaca Sejak Dini


Hj.Erni Makmur Berdayakan Perempuan Kalimantan Timur Lewat PKK

Lihat Video Baut Kendur Thai Lion Air Saat Terbang yang Bikin Geger



Dari Langgar ke Bangsa: Jejak Sunyi Kiai dan Santri dalam Menjaga Negeri

Air Hujan di Jakarta Mengandung Mikroplastik, Ini Bahayanya Bagi Kesehatan Tubuh

Pria Ini Punya Sedotan Emas Seharga Rp233 Juta Buat Minum Teh Susu