Dream - Meraih jenjang karier tertinggi bidang akademik sebagai guru besar pastinya menjadi impian bagi semua akademisi. Terlebih gelar profesor bisa diraih di usia yang relatif muda. Bukan hal yang mudah, namun bisa digapai.
Seperti Prof Dr. Pramaditya Wicaksono, S.Si., M.Sc., yang berhasil mencatatkan namanya dalam sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai guru besar termuda di usia 35 tahun 11 bulan.
Prama, panggilan akbranya, menjadi Guru Besar bidang Penginderaan Jauh Biodiversitas Pesisir di Fakultas Geografi UGM terhitung mulai tanggal 1 Juni 2023.
Ia memecahkan rekor sebelumnya yang dicapai Prof Apt Agung Endro Nugroho, MSi, PhD. Prof Agung meraih jabatan guru besar di usia 36 tahun 9 bulan.
Prama memulai pendidikannya di Prodi Kartografi dan Penginderaan Jauh di Fakultas Geografi UGM pada 2004. Ia berhasil lulus di tahun 2008 dengan total masa studi 3 tahun 11 bulan.
Setelah lulus S1, ia langsung melanjutkan S2 di Prodi Geografi UGM dengan Minat Studi Magister Perencanaan dan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS) pada 2008. Kuliah jenjang magisternya disokong Beasiswa Unggulan Dikti.
Prama kemudian mendapatkan tawaran beasiswa doktoral dari program CNRD (Centers for Natural Resources and Development) melalui pendanaan dari Dinas Pertukaran Akademis Jerman (DAAD.
Tawaran itu tak ia lewatkan dengan mengambil Joint Program Doktor Geografi minat Penginderaan Jauh dari Cologne University of Applied Sciences, Jerman.
" Jadi saya melamar jadi dosen di Fakultas Geografi saat ditengah menempuh pendidikan S3," ujarnya dalam situs UGM, dikutip Selasa 13 Februari 2024.
Prama menuturkan, ia memutuskan jadi dosen karena kesenangannya dalam eksplorasi. Ia juga gemar bercerita dan berbagi pengalaman, serta senang bertemu dengan orang-orang baru.
" Ya, karena saya orangnya suka explore, berpikirnya kalau tidak jadi peneliti, ya dosen. Namun setelah dipikir-pikir, kalau jadi peneliti pasti ada masa bosannya meneliti terus. Sementara kalau dosen kan bisa tridharma, ya meneliti, melaksanakan pendidikan, dan pengabdian masyarakat. Jauh lebih berwarna," paparnya.
Dari lektor, Prama menjadi guru besar tanpa menduduki posisi lektor kepala terlebih dulu lantaran syarat jumlah angka kredit dosen untuk menjadi profesor sudah dipenuhinya.
Pria kelahiran Semarang, 6 Juli 1987 itu mengakui punya target khusus untuk mencapai jabatan guru besar di usia muda. Namun, ia tidak menyangka bisa meraihnya di usia saat ini.
Menurutnya, jabatan guru besar yang ia raih merupakan hasil dari produktivitasnya dalam penelitian dan publikasi ilmiah. Setiap tahun, Prama memiliki rata-rata 5 publikasi ilmiah yang berhasil diterbitkan.
Hingga saat ini tercatat ada 55 publikasi pada jurnal ilmiah nasional dan internasional bereputasi yang telah dibuatnya. Prama juga menghasilkan 76 tulisan yang diterbitkan dalam prosiding, book chapter, buletin, serta media massa.
Bagi Prama, meraih jabatan guru besar bukanlah akhir perjalanan karier akademisnya. Menurutnya, menyandang gelar guru besar menjadi awal untuk mengembangkan keilmuan lebih maju lagi.
" Guru besar ini kan jadi lokomotif mengembangkan ilmu di institusi. Sehingga, peluang untuk pengembangan ilmu pun menjadi lebih besar, sehingga bisa lebih kencang lagi dalam meliterasi masyarakat," ucapnya.
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN