Ini Daftar Kritik Jokowi dalam Pidato Kenegaraan Pertamanya

Reporter : Kurnia
Jumat, 14 Agustus 2015 14:01
Ini Daftar Kritik Jokowi dalam Pidato Kenegaraan Pertamanya
Presiden menganggap perlambatan ekonomi bukan masalah utama yang dihadapi Indonesia. Ada masalah yang jauh lebih membahayakan.

Dream - Untuk pertama kalinya, Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato kenegaraan dalam rangka HUT Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Selain pencapaian, pidato Jokowi juga menyelipkan sejumlah kritik.

Di awal pidatonya, Jokowi mengajak masyarakat Indonesia berterimakasih kepada para pendahulu kita, para pemimpin nasional, mulai dari Presiden Soekarno, Presiden Soeharto, Presiden B.J. Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati Soekarnoputri, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

“ Atas perjuangan dan kerja keras para pemimpin nasional tersebut, disertai dukungan sepenuh hati dari seluruh rakyat Indonesia, hari ini di saat kita memperingati 70 tahun Indonesia Merdeka, kita mempunyai modal yang lebih dari cukup untuk melompat maju,” kata Presiden Jokowi dalam pidatonya di depan sidang bersama DPR-RI dan DPD-RI, di ruang Nusantara, Gedung MPR, DPR, dan DPD-RI, Jakarta, Jumat, 14 Agustus 2015.

Indonesia saat ini diakui memiliki persatuan Indonesia sudah kokoh, pendidikan rakyat semakin maju, dan peluang peserta didik untuk melakukan mobilitas sosial terbuka lebar.

Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia juga termasuk salah satu negeri demokrasi terbesar ketiga di dunia.

“ Dalam hal berdemokrasi, kita telah menjadi salah satu contoh gemilang di dunia," katanya.

Di bidang ekonomi, Jokowi mengatakan Indonesia telah mengalami lonjakan Produk Domestik Bruto (PDB) dari sekitar Rp 1.000 triliun, menjadi sekitar Rp 10 ribu triliun. Sekaligus menempatkannya menjadi kekuatan ke-16 ekonomi dunia. " Kini Indonesia duduk sejajar dengan negara-negara maju di Forum G-20," katanya.

Namun Jokowi menilai, masyarakat selama terjebak pada pemahaman bahwa perlambatan ekonomi nasional akibat melambannya perekonomian global, sebagai masalah paling utama. Padahal, tambahnya, menipisnya nilai kesantunan dan tatakrama justru lebih membahayakan kelangsungan hidup Indonesia.

Menurut Kepala Negara, menipisnya budaya saling menghargai, mengeringnya kultur tenggang rasa, baik di masyarakat maupun institusi resmi seperti lembaga penegak hukum, organisasi kemasyarakatan, media, dan partai politik, menyebabkan bangsa ini terjebak pada lingkaran ego masing-masing.

Jokowi juga menyindir kecenderungan saat ini semua orang merasa bebas, sebebas-bebasnya, dalam berperilaku dan menyuarakan kepentingan. Keadaan ini semakin kurang produktif ketika media dituding hanya mengejar rating dibandingkan memandu publik untuk meneguhkan nilai-nilai keutamaan dan budaya kerja produktif.

“ Masyarakat mudah terjebak pada ‘histeria publik’ dalam merespon suatu persoalan, khususnya menyangkut isu-isu yang berdimensi sensasional,” terang Presiden Jokowi.

Tanpa kesantunan politik, tatakrama hukum dan ketatanegaraan, serta kedisiplinan ekonomi, Jokowi khawatir Indonesia akan kehilangan optimisme, dan lamban mengatasi persoalan-persoalan lain termasuk tantangan ekonomi yang saat ini sedang dihadapi bangsa Indonesia.

“ Kita akan miskin tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara,” tegasnya.

Beri Komentar