Ilustrasi (Shutterstock)
Dream - Baru-baru ini publik dihebohkan soal kabar para siswi di SMA Negeri I Dramaga, Bogor, diminta membuka celana untuk membuktikan sedang mengalami menstruasi. Hal ini lantaran beberapa murid tidak ikut sholat duha berjemaah yang rutin digelar di sekolah.
Guru ingin mengetes kejujuran siswi tersebut apakah mereka benar-benar datang bulan atau hanya alasan agar tak ikut menjalankan ibadah.
“ Saya sebagai orangtua, tidak tahu apa yang ada di pikiran pihak sekolah, khususnya Bidang Kesiswaan. Saat kegiatan sholat duha yang seharusnya menjadi ladang kebaikan, justru menjadi ladang pelecehan,” kata salah seorang orangtua siswa, dikutip dari Radar Bogor, Kamis 22 September 2022.
“ Anak saya yang sudah merasa terlecehkan, bukannya dibantu meredam psikis yang terguncang justru harus tertekan dengan sikap guru bidang kesiswaan tersebut,” imbuhnya.
Kepala SMAN 1 Dramaga, Bambang Supriyadi, membenarkan adanya program sholat duha di sekolah sebagai pembiasaan kepada para siswa untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan.
Namun, ia mengaku jika jumlah peserta semakin sedikit karena sejumlah siswi beralasan sedang menstruasi. Meski begitu, ia menegaskan tidak ada tindakan pelecehan yang dilakukan guru kepada para siswi tersebut.
“ Ada tiga siswi yang dimintai keterangan. Yang memeriksa juga temannya sesama perempuan. Bahkan gurunya pun perempuan. Bukan juga memperlihatkan celana dalam,” kata Bambang.
Menurutnya, dua orangtua siswi sempat memprotes pemeriksaan itu dan memintai penjelasan. “ Sudah saling memaafkan, bahkan para siswi dan guru perempuan yang bersangkutan sudah berpelukan dan menganggap permasalahan sudah selesai,” ungkapnya.
Pernyataan kepala sekolah juga didukung oleh temuan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Bogor.
Komisioner KPAD Kabupaten Bogor, Heni Rustiani mengatakan tidak ditemukan adanya tindakan pelecehan dengan pemeriksaan celana dalam siswi di SMA tersebut.
" KPAD sudah melakukan kunjungan untuk konfirmasi dan klarifikasi terkait pemberitaan yang beredar di media tentang adanya kasus dugaan pemeriksaan celana dalam siswi yang sedang haid. Mereka mengungkapkan berita yang sudah beredar tersebut tidak sesuai dengan yang terjadi sebenarnya," kata Heni, dikutip dari Wahana News.
Heni menjelaskan kejadian itu bermula saat kecurigaan guru muncul karena semakin sedikit siswi yang mengikuti sholat duha dengan dalih sedang haid.
Kemudian guru mengumpulkan siswi tersebut di satu ruangan. Dia mengatakan tidak benar bahwa pemeriksaan dilakukan dengan cara membuka celana dalam siswi.
Pemeriksaan dilakukan dengan memegang bagian belakang siswi oleh sesama siswi untuk memastikan ada pembalut yang digunakan atau tidak.
" Guru meminta para siswi tersebut saling memeriksa temannya dengan hanya meraba bagian belakang para siswi itu untuk memastikan ada yang mengganjal berupa pembalut atau tidak. Yang dirasa ada pembalut langsung diminta masuk ke kelas. Dan itu tidak semua siswi, baru beberapa saja karena keburu bel masuk berbunyi," ungkap Heni.
" Jadi tidak benar adanya pemeriksaan celana dalam para siswi tersebut. Dan berita yang beredar justru bersumber dari siswa yang bahkan tidak termasuk siswi yang dikumpulkan," imbuhnya.
KPAD menilai pihak sekolah cenderung tergesa-gesa dalam menangani permasalahan itu. Sekolah seharusnya tidak langsung melakukan pemeriksaan seperti itu terhadap para siswi.
" Jadi kesimpulan yang kami dapatkan bahwa pihak sekolah melakukan tindakan tersebut secara spontan dan tanpa perencanaan sebelumnya. Sehingga tindakan yang diambil menjadi blunder. Walaupun tujuannya baik, kami tidak membenarkan cara tersebut dalam memastikan apakah siswi tersebut sedang haid atau tidak," jelasnya.
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN