Hukum Berhubungan Intim di Kamar Mandi

Reporter : Puri Yuanita
Jumat, 15 Desember 2017 13:15
Hukum Berhubungan Intim di Kamar Mandi
Agar hubungan intim penuh barakah, harus dilakukan sesuai adab yang dianjurkan dalam Islam.

Dream - Hubungan intim antara suami dan istri seharusnya dilakukan tidak hanya untuk menyalurkan nafsu dan hasrat. Sebaiknya diniatkan pula sebagai ibadah.

Hubungan intim yang diniatkan sebagai ibadah di dalamnya akan terkandung banyak keberkahan bagi pasangan suami istri yang melakukannya.

Nah, agar hubungan intim penuh barakah, harus dilakukan sesuai adab yang dianjurkan dalam Islam.

Salah satu adab yang harus diperhatikan adalah terkait tempat berhubungan intim. Seringkali terbersit pikiran " nakal" untuk melakukan hubungan intim di kamar mandi.

 

 

1 dari 3 halaman

Tempat yang Disukai Setan

Tempat yang Disukai Setan © Dream

Padahal, menurut pandangan Islam hal tersebut tidak dibenarkan. Sebab, kamar mandi adalah tempat yang disukai setan.

Seperti diketahui, setan menyukai segala sesuatu yang kotor dan jorok. Dan kamar mandi adalah tempatnya orang membuang hajat.

Karena itu, sebagian ulama berpendapat jika melakukan hubungan intim di kamar mandi hukumnya makruh. Dan sebagian yang lain menganggapnya kurang beradab walaupun tidak melarang.

Penjelasan selengkapnya baca di sini.  

2 dari 3 halaman

Berapa Lama Batas Tidak Berhubungan Intim?

Berapa Lama Batas Tidak Berhubungan Intim? © Dream

Dream - Tak hanya dari sisi kualitas, Islam pun mengatur soal kuantitas hubungan intim yang ideal antara suami istri. Alangkah baiknya jika para pasangan mengacu pada adab dan aturan Islam tersebut sehingga hubungan intim memberikan efek yang baik dan adil bagi suami maupun istri.

Pada zaman khalifah Umar bin Khatthab RA, pernah terjadi kisah yang menggambarkan derita seorang istri yang merindukan sentuhan suaminya. Sementara suaminya sedang tidak berada di sisinya karena tengah berjihad di medan perang.

Diriwayatkan suatu malam Khalifah Umar tengah melakukan perjalanan keliling Madinah yang mana hal demikian sering dilakukannya semenjak ia menjabat khalifah. Ketika melintasi suatu rumah yang terkunci, sekonyong-konyong Umar bin Khatthab Radhiyallaahu 'Anhu mendengar seorang perempuan Arab berkata:

Malam kian larut berselimut gulita
Telah sekian lama kekasih tiada kucumbu
Demi Allah, sekiranya bukan karena mengingat-Mu
Niscaya ranjang ini berguncang keras
Namun, duhai Rabbi…
Rasa malu telah menghalangiku
Dan suamiku itu…
Terhormat lagi mulia
Pantang kendaraannya dijamah orang

Setelah itu perempuan itu menghela napas dalam-dalam seraya berkata " Alangkah sepinya, betapa lama suamiku meninggalkan diriku…"

3 dari 3 halaman

Bertanya pada Hafsah

Bertanya pada Hafsah © Dream

Umar pun terpaku mendengar tuturan perempuan itu lalu ia bergumam, " Semoga Allah merahmatimu" . Lalu keesokan harinya Umar membawakan pakaian dan sejumlah uang untuk wanita itu.

Lalu ia mencari tahu perihal suami wanita tersebut. Menurut informasi yang diterimanya, suami wanita itu sedang berjihad fi sabilillah di medan perang, Umar pun menulis surat kepada suami wanita tersebut dan menyuruhnya pulang.

Selanjutnya Umar mendatangi putrinya Hafshah dan bertanya, " Wahai putriku, berapa lamakah seorang perempuan tahan berpisah dengan suaminya?"

" Subhaanallah! Orang seperti engkau bertanya kepada anak sepertiku mengenai masalah seperti ini?" jawab Hafshah.

" Kalau bukan karena aku ingin mengatasi persoalan kaum muslimin aku tidak akan bertanya kepadamu," kata Umar.

Lalu Hafshah menjawab, " Bisa sebulan, dua bulan atau tiga bulan. Setelah empat bulan ia tidak akan mampu lagi bersabar. Riwayat lain menyebutkan, lima bulan, enam bulan" .

Maka sejak saat itu, khalifah Umar bin Khatthab Radhiyallaahu 'Anhu menetapkan jangka waktu itu sebagai ukuran lamanya pengiriman pasukan ke medan perang. (Manaqib Umar Bin Khatthab karya Ibnul Jauzi).

Ulasan selengkapnya baca di sini.

Beri Komentar