Hukum Musik dalam Islam, Begini Pendapat Para Ulama

Reporter : Widya Resti Oktaviana
Senin, 13 Desember 2021 10:48
Hukum Musik dalam Islam, Begini Pendapat Para Ulama
Sebagian ulama ada yang memperbolehkan dan ada juga yang tidak memperbolehkan atau mengharamkannya.

Dream – Musik menjadi salah satu kesenian yang begitu melekat di tengah masyarakat. Banyak orang yang menyukai musik dengan menikmati keindahan alunan nadanya. Bahkan musik juga kerap memberikan semangat bagi orang yang suasana hatinya sedang tidak baik.

Namun di balik kesenangan menikmati musik, hal ini masih kerap menjadi perdebatan tentang hukum musik dalam Islam. Beberapa ulama Islam diketahui memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang musik. Ada sebagian yang memperbolehkan dan ada juga yang tidak memperbolehkan.

Dalam pembahasan mengenai hukum musik dalam Islam, maka salah satu ulama yang memberikan perhatian besar akan hal tersebut adalah Muhammad bin Muhammad al-Ghazali. Seperti dikutip dari nu.or.id, dalam Ihya ulumuddin, Al-Ghazali menyisakan satu bab secara khusus untuk membahas tentang kesenian. Khususnya seni suara dan musik. Dalam hukum musik dalam Islam inilah, menurut Al-Ghazali terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama.

Untuk mengetahui lebih jelas pandangan para ulama tentang hukum musik dalam Islam, berikut sebagaimana telah dirangkum oleh Dream melalui berbagai sumber.

1 dari 4 halaman

Pendapat Ulama yang Mengharamkan Musik

Pendapat Ulama yang Mengharamkan Musik

Seperti dikutip melalui nu.or.id, Al-Ghazali dalam menghukumi musik mengatakan ada pendapat yang berbeda-beda tentang hukum musik dalam Islam. Untuk ulama yang mengharamkan musik diantaranya adalah Qadi Abu Tayyib al-Tabari, Imam Syafi’i, Imam Malik, Abu Hanifah, dan Sufyan. Berikut adalah pendapat dari beberapa ulama tersebut yang menyatakan bahwa hukum musik dalam Islam adalah haram:

Imam Syafi’i

Menurut Imam Syafi’I, bernyanyi hukumnya adalah makruh yang hal ini menyerupai kebatilan. Orang-orang yang sering bernyanyi, maka orang tersebut masuk dalam golongan safeh atau orang bodoh. Sehingga kesaksiannya ditolak.

Selain itu, Imam Syafi’i juga mengatakan bahwa memukul-mukul menggunakan tongkat hukumnya adalah makruh. Hal tersebut biasanya dilakukan oleh orang-orang Zindiq, sampai-sampai mereka melupakan untuk membaca Al-Quran.

Imam Malik

Selain Imam Syafi’i, ulama lainnya yang juga mengatakan bahwa hukum musik dalam Islam adalah haram adalah Imam Malik. Berikut adalah menurut Imam Malik perihal musik yang diharamkan:

Jika seseorang membeli budak perempuan, dan ternyata budak tersebut seorang penyanyi, maka pembeli berhak untuk mengembalikan budak tersebut (karena termasuk cacat)”.

Pendapat dari Imam Malik ini pun kemudian diikuti oleh sebagian besar ulama yang berada di Madinah, kecuali Ibnu Sa’id.

Abu Hanifah

Menurut Abu Hanifah, hukum musik dalam Islam adalah makruh. Sedangkan mendegarkan musik tergolong berdosa. Dari pendapat Abu Hanifah tentang musik ini pun mendapat dukungan dari beberapa ulama di Kufah. Misalnya saja Sofyan Al-Tsauri, Himad, Ibrahim, Syu’bi, dan sebagainya.

2 dari 4 halaman

Pendapat Ulama yang Memperbolehkan Musik

Di samping ada ulama yang tidak memperbolehkan musik, ada juga ulama yang memperbolehkan musik. Ulama tersebut adalah sebagai berikut:

Abu Thalib Al-Makki

Menurut Abu Thalib, beberapa sahabat Nabi saw diantaranya Abdullah bin Ja’far, Abdullah bin Zubair, Mughirah bin Syu’bah, Muawiyah, dan sebagainya, mereka diketahui kerap suka mendengarkan musik.

Menurut mereka hal tersebut sudah menjadi bagian dari tradisi yang ada di tengah ulama salaf atau para tabi’in. Selain itu orang-orang di Madinah juga menjalankan tradisi tersebut. Di mana Abu Thalin melihat Wadi Marwan sedang menyuruh seorang budak perempuan bernyanyi di depan beberapa orang sufi.

3 dari 4 halaman

Al-Quran dan Hadis Tidak Menjelaskan Hukum Musik

Al-Quran dan Hadis Tidak Menjelaskan Hukum Musik

Berdasarkan pandangan Al-Ghazali, di dalam Al-Quran atau pun hadis tidak ada yang menjelaskan secara terang-terangan tentang hukum musik dalam Islam. Walaupun diketahui dalam suatu hadis menjelaskan tentang dilarangnya memainkan alat musik berupa seruling dan gitar. Tetapi menurutnya larangan itu bukan terletak pada alat musik yang dimainkannya tersebut, namun ada alasan yang lainnya.  

Dalam fikih sendiri ada sebuah kaidah sebagai berikut:

Al-ashlu baqu’u ma kana ala ma kana.

Artinya: “ Hukum asal sesuatu bergantung pada permulaannya.”

Di mana saat hal tersebut tidak memiliki hukum dalam Al-Quran atau hadis, maka akan dikembalikan pada asalnya yang berupa hukum halal.

Lalu ada juga kaidah lainnya sebagai berikut:

Al-ashlu fil mu’amalah al-ibahah illa ma dalla dalilun ala tahrimiha.

Artinya: “ Hukum asal di dalam muamalah adalah halal kecuali terdapat dalil yang melarangnya.”

Di mana musik termasuk ke dalam kategori muamalah, berbeda dengan ibadah yang tidak bisa ditawar lagi kedudukannya.

4 dari 4 halaman

Penjelasan Gus Baha tentang Hukum Musik dalam Islam

Selain penjelasan dari beberapa ulama terkait hukum musik dalam Islam yang memperbolehkan dan tidak memperbolehkan, ada juga pendapat dari seorang ulama kondang Nahdlatul Ulama (NU)  yang berasal dari Rembang. Beliau adalah K.H Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang lebih akrab disapa Gus Baha.

Sebagaimana dikutip dari muslimterkini.com, ulama ahli tafsir ini menjelaskan hukum musik dalam Islam menurut Imam Suyuti. Di mana menurutnya, musik tidak tergolong ke dalam lahwal hadis (permainan/perbuatan yang sia-sia).

Tetapi di sisi ain ada juga ulama yang memandang bahwa musik adalah lahwal hadis. Sehingga hukum musik dalam Islam pun dianggap haram.

Dalam suatu kesempatan saat Gus Baha berpendapat tentang viralnya video di mana santri-santri menutup telinganya saat sedang antre vaksin Covid-19, karena mendengar suara musik di tempat mereka vaksin, beliau menceritakan sebuah kisah.

Ketika itu Nabi Muhammad saw tengah melakukan khutbah di hari Jumat. Di waktu itulah, datang sekelompok kafilah dagang yang cukup besar dan mereka membawakan musik beserta penyanyinya.

Para sahabat Nabi saw yang menjadi jamaah pun langsung tertarik untuk melihat pertunjukan tersebut. Lalu diketahui tinggal ada 12 orang dalam khutbah tersebut, termasuk Abu Bakar, Umar, Jabir, dan sahabat lain yang senior.

Dari kejadian itulah, turun firman Allah SWT, yakni surat Al-Jumuah ayat 11 yang bunyinya sebagai berikut:

وَاِذَارَاَوْاتِجَارَةًاَوْلَهْوًاۨانْفَضُّوْٓااِلَيْهَاوَتَرَكُوْكَقَاۤىِٕمًاۗقُلْمَاعِنْدَاللّٰهِخَيْرٌمِّنَاللَّهْوِوَمِنَالتِّجَارَةِۗوَاللّٰهُخَيْرُالرّٰزِقِيْنَࣖ

 Artinya: Dan apabila mereka melihat perdagangan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan mereka tinggalkan engkau (Muhammad) sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah, “ Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perdagangan,” dan Allah pemberi rezeki yang terbaik.” (QS. Al-Jumuah:11)

Lalu para sahabat yang meninggalkan khutbah Jumat itu pun ditanya kenapa mereka meninggalkan khutbah tersebut. Jawaban mereka pun tergolong unik bahkan bisa dikatakan lucu.

Apakah kamu benci Muhammad?”

Tidak. Rasulullah tetap orang yang paling kita cintai. Tapi kan Nabi mengajar tiap hari, sedangkan kalau ada musik itu jarang-jarang.” jelas para sahabat.

Beri Komentar