Ilmuwan Temukan Spesies Kadal Baru di Asia, Bentuknya Cantik

Ilmuwan Temukan Spesies Kadal Baru di Asia, Bentuknya Cantik

© Para peneliti telah mendeskripsikan spesies baru dari genus Calotes dari Tiongkok selatan dan Vietnam utara. 2024 Foto: Pixabay

Genus Calotes memiliki setidaknya 29 spesies di seluruh dunia, namun sebagian besar tersebar terutama di Asia bagian selatan dan tenggara.

Sebagian besar spesies dalam genus ini memiliki distribusi geografis yang terbatas kecuali Calotes versicolor, yang sebagian besar ditemukan di seluruh Asia daratan mulai dari tenggara Iran di barat hingga selatan China dan Indonesia di timur.

“Dari tahun 2009 hingga 2022, kami melakukan serangkaian survei lapangan di Tiongkok Selatan dan mengumpulkan sejumlah spesimen kompleks spesies Calotes versicolor, dan menemukan bahwa populasi yang kami duga sebagai Calotes versicolor di Tiongkok Sela

kata Dr. Yong Huang, peneliti di Universitas Pengobatan Tiongkok Guangxi.

Diberi Nama Wang

© Para peneliti telah mendeskripsikan spesies baru dari genus Calotes dari Tiongkok selatan dan Vietnam utara. 2024 Foto: Huang et al., doi: 10.3897/zookeys.1187.110704

Diberi nama bunglon taman Wang (Calotes wangi), spesies baru ini memiliki panjang kurang dari 9 cm, dan salah satu ciri khasnya adalah lidahnya yang berwarna orange.

“Calotes wangi ditemukan di hutan berdaun lebar subtropis yang selalu hijau dan hutan monsun tropis di Tiongkok selatan dan Vietnam utara, sebagian besar di daerah pegunungan, perbukitan dan dataran di tepi hutan, lahan subur, lahan semak belukar, dan

“Ia aktif di tepi hutan, dan bila dalam bahaya, ia bergegas ke semak-semak atau memanjat batang pohon untuk bersembunyi.”

Tidak Terancam Punah

Calotes wangi aktif dari bulan April hingga Oktober setiap tahun, sedangkan di daerah tropis, aktivitasnya dapat berlangsung dari bulan Maret hingga November atau bahkan lebih lama, dan memakan berbagai jenis serangga, laba-laba, dan artropoda lainnya.

Para peneliti memperkirakan bahwa spesies baru ini tidak terancam punah, namun mereka mencatat bahwa di beberapa daerah, habitatnya mengalami fragmentasi.

“Selain itu, tubuhnya digunakan sebagai obat dan biawaknya juga dimakan,” kata mereka.

“Inilah sebabnya mereka menyarankan agar pemerintah daerah memperkuat perlindungan lingkungan ekologis mereka dan memperhatikan dinamika populasi.”

Para penulis melaporkan penemuan mereka dalam sebuah makalah di jurnal ZooKeys.