Jaksa Agung: Peristiwa Semanggi Tidak Masuk Pelanggaran HAM Berat

Reporter : Maulana Kautsar
Jumat, 17 Januari 2020 11:00
Jaksa Agung: Peristiwa Semanggi Tidak Masuk Pelanggaran HAM Berat
Sejumlah kasus kejahatan HAM dikembalikan.

Dream - Jaksa Agung, ST Burhanuddin, menyatakan bahwa peristiwa Semanggi I pada November 1998 dan Semanggi II pada 24 September 1999 tidak termasuk pelanggaran hak azasi manusia (HAM) berat.

" Peristiwa Semanggi I, Semanggi II telah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat," kata Burhanuddin, dikutip dari Merdeka.com, Kamis 16 Januari 2020.

Menurut dia, ada berkas perkara pelanggaran HAM berat masa lalu dan kini yang dikembalikan ke penyidik. Diantaranya, berkas kasus pelanggaran HAM Jambo Keupok, Kecamatan Bakongan, Aceh Selatan, 2003, telah dikembalikan dan perkara Paniai 2014 yang baru masuk tahap penyidikan.

Peristiwa Jambo Keupok terjadi 17 Mei 2003 terjadi sehari sebelum darurat militer disahkan oleh Presiden Megawati Sukarnoputri. Tragedi ini merupakan bagian dari operasi TNI mencari anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Jambo Keupok, Kecamatan Bakongan, Aceh Selatan.

1 dari 4 halaman

Alat Bukti Tak Cukup?

Sementara, kasus dukun santet di Banyuwangi tahun 1998-1999, peristiwa Talangsari 1989, dan peristiwa Wasior 2001 dan Wamena 2003, pelaku telah disidangkan di pengadilan umum. Tetapi, untuk dugaan pelanggaran HAM berat penyelidik belum melakukan pemeriksaan.

" Peristiwa Talangsari Lampung tahun '89 alat bukti dan barang bukti dugaan pelaku belum terungkap," ujar dia.

Dia menyatakan, sejumlah kendala pengungkapan kasus pelanggaran HAM berat. Diantaranya, belum adanya pengadilan HAM Ad Hoc untuk pelanggaran HAM berat masa lalu.

" Sedangkan mekanisme dibentuknya atas usul DPR RI berdasarkan peristiwa tertentu dengan keputusan presiden," kata dia.

 

2 dari 4 halaman

Mekanisme Penghentian?

Burhanuddin mengakui, penyelesaian berkas penyelidikan kasus HAM masa lalu terkendali kecukupan alat bukti. " Berdasarkan hasil Komnas HAM belum dapat menggambarkan atau menjanjikan minimal dua alat bukti yang kami butuhkan," kata dia.

Burhanuddin mengatakan, belum ada mekanisme penghentian penyidikan. Sehingga banyak kasus dinyatakan tak cukup bukti.

" Penyelesaian HAM berat dapat dilakukan melalui dua opsi yaitu penyelesaian judicial melalui pengadilan HAM Ad Hoc dan penyelesaian non yudisial melalui kompensasi rehabilitasi," kata dia.

Sumber: Merdeka.com/Ahda Bayhaqi

3 dari 4 halaman

Kata Menko Polhukam dan Jaksa Agung Soal Kasus HAM

Dream - Kasus pelanggaran hak azasi manusia (HAM) menjadi isu yang melingkupi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) periode kedua.

Menteri Koodinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md mengatakan, akan membahas masalah HAM masa lalu di masa jabatannya.

" Pasti akan dibahas. Upaya upaya menuntaskan HAM masa lalu itu sudah dibahas. Dan saya kira dari waktu ke waktu sudah jadi pembahasan dan agenda, dan kita akan membahasnya sudah pasti," kata Mahfud dilaporkan Liputan6.com, Jumat, 25 Oktober 2019.

Meski demikian, kata Mahfud, penuntusan kasus pelanggaran HAM ini tidak bisa diartikan sebagai kehendak sekelompok orang.

" Harus untuk kepentingan bangsa dan negara," ujar dia.

4 dari 4 halaman

Sikap Jaksa Agung

Jaksa Agung ST Burhanuddin. ©2019 Merdeka.com/Nur Habibie

Jaksa Agung ST Burhanuddin. ©2019 Merdeka.com/Nur Habibie

Sementara itu, Jaksa Agung, Sanitiar (ST) Burhanuddin bakal memprioritaskan kasus pelanggaran HAM berat. Tetapi, dia akan meninjau terlebih dahulu sejauh mana syarat formal dan material kasus tersebut.

" Tapi kita untuk kasus HAM ini kan masih kalau belum memenuhi syarat materiel formil ya tentu kita clear berkas. Apabila syarat formil materiil tidak terpenuhi ya, nuwun sewu (mohon maaf)," ujar Burhanuddin dilaporkan Merdeka.com

Selain itu, dia juga memastikan prioritas program penindakan pemberantasan korupsi. Pihaknya juga berkoordinasi dengan KPK untuk mengungkap kasus besar dan pencegahan.

" Pasti lah. Kita akan tetap prioritas (kasus korupsi)," ucap dia.

Bukan hanya itu, terkait program tangkap buronan, lanjut Burhanuddin, kejaksaan juga akan kembali digencarkan. Dia meminta waktu untuk menginventarisir daftar buronan.

Beri Komentar