Ilustrasi Kaligrafi Di Masjid. (Foto: Pexels.com/Yasir Gürbüz)
Dream – Istilah kaligrafi mungkin sudah tidak asing lagi bagi umat Islam. Kaligrafi dikenal sebagai seni menulis yang indah. Ketika mendengar istilah ini seringkali kita langsung merujuk pada seni menulis Arab. Padahal, kaligrafi juga kerap digunakan dalam aksara latin.
Kita sering menyaksikan seni kaligrafi terpampang indah di dinding masjid. Tak jarang, seorang Muslim juga memiliki hiasan seni kaligrafi di rumah. Tulisan Arab yang dibuat menjadi hiasan dinding dalam seni kaligrafi ini biasanya terdiri dari potongan ayat Al-Quran.
Seni adalah sesuatu yang indah, maka tak heran jika potongan ayat Al-Quran yang ditulis dengan kaligrafi sulit dibaca. Sebab kaligrafi tujuannya adalah untuk keindahan. Supaya kamu lebih memahami apa itu kaligrafi, kali ini Dream akan mengulas tentang pengertian kaligrafi, jenis-jenis dan perkembangannya dari masa ke masa.
Secara jamak, kaligrafi adalah seni menulis huruf Arab dengan indah. Rangkaian huruf Arab dalam seni kaligrafi dibuat proporsional dengan letak-letaknya yang sangat indah. Huruf-huruf yang dirangkai menjadi satu kesatuan seni kaligrafi ini adalah potongan ayat Al-Quran atau Hadis. Maka tak jarang kita menyaksikan keindahan seni ini pada dinding-dinding tempat ibadah umat Islam.
Secara etimologi, kaligrafi adalah berasal dari Bahasa Yunani 'kaligraphia' atau 'kaligraphos'. Istilah ini merupakan gabungan dari dua kata yaitu 'kallos' yang artinya indah dan 'grapho' yang artinya tulisan. Istilah kaligrafi memiliki dua unsur yakni tulisan dan keindahan.
Sementara dalam Bahasa Arab, kaligrafi dikenal dengan istilah 'khatt' yang artinya dasar garis, coretan tangan, atau tulisan pena. Sehingga, kaligrafi atau khatt adalah tulisan indah yang sarat akan nuansa estetis.
Seiring perkembangannya, kaligrafi menjadi suatu ilmu tersendiri tentang tata cara menulis, meneliti tanda-tanda bahasa, yang diperoleh secara proporsional dan harmonis, serta dapat dinikmati secara kasat mata yang dihasilkan lewat kerja kesenian.
Sebagai karya seni, kaligrafi terdiri dari berbagai macam jenis dengan karakter dan ciri khas masing-masing. Menurut Sirojuddin, tulisan kaligrafi Arab dibagi menjadi beberapa jenis yakni:
Khatt Tsulust adalah jenis kaligrafi yang sangat tua. Tulisan ini populer pada dekade awal periode Dinasti Abbasiyah yaitu akhir abad ke-8 Masehi. Kaligrafi dengan gaya Tsulust sangatlah ornamental. Banyak hiasan tambahan dan dibentuk dalam komposisi yang memenuhi ruang tulisan. Keindahan dan keluwesan khatt Tsulust membuatnya sering djadikan sebagai ornamen arsitektur masjid, cover buku, hingga dekorasi interior.
Khatt Naskhi kerap dipakai dalam tulisan Arab sehari-hari. Gaya penulisan khatt Naskhi juga termasuk yang tertua karena kaidah penulisannya dirumuskan secara sistematis oleh Ibnu Muqlah pada abad ke-10 Masehi.
Jenis kaligrafi ini sangat populer karena dipakai dalam penulisan mushaf Al-Quran. Hurufnya yang sederhana dan mudah dipahami membuatnya mudah ditulis sekaligus dibaca. Khatt jenis ini nyaris tidak ada ornamennya.
Pada periode awal, khatt Kufi juga anyak dipakai untuk penyalinan Al-Quran. Gaya penulisannya termasuk paling tua di antara semua gaya kaligrafi. Khatt ini berkembang di Kota Kuffah, Irak. Ciri khat kufi mudah dikenali karena sifatnya yang bersudut-sudut atau bersegi, ukuran yang seimbang dan spesifik. Khatt Kufi tampak lebih kokoh dan ringkas. Dengan arti lain, khatt kufi adalah jenis kaligrafi yang bersiku-siku.
Khatt Riq’ah adalah bentuk pengembangan dari gaya Naskhi dan Tsuluts. Kaligrafi jenis ini dikembangkan oleh Daulah Utsmaniyah. Karakter huruf khatt Riq’ah sangat sederhana, tanpa harakat, sehingga memungkinkan untuk ditulis cepat.
Khatt Ijazah diciptakan pertama kali oleh Ibnu Al-Bawwab. Khatt ini adalah pengembangan dari Naskhi, Tsuluts, dan Muhaqqaq.
Khatt Ijazah lazim digunakan untuk penulisan ijazah dari seorang guru kaligrafi kepada muridnya. Karakter huruf pada khatt ijazah seperti Tsuluts, tetapi lebih sederhana, sedikit hiasan tambahan, dan tidak lazim ditulis secara bertumpuk (murakkab).
Khatt Diwani merupakan kaligrafi yang dikembangkan oleh seorang ahli kaligrafi bernama Ibrahim Munif. Khatt ini kemudian disempurnakan oleh Syaikh Hamdullah dan kaligrafer Daulah Usmani di Turki akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16.
Khatt ini biasanya dipakai untuk menulis kepala surat resmi kerajaan. Karakter hurufnya bulat dan tidak berharakat. Selain itu, gaya ini juga kerap digunakan untuk ornamen arsitektur dan cover buku.
Khatt yang satu ini adalah pengembangan dari gaya Diwani. Karakter huruf khatt Diwani Jali mirip dengan khatt Diwani, namun jauh lebih ornamental, padat, dan terkadang bertumpuk-tumpuk.
Diwani Jali memiliki harakat dan ornamen yang melimpah untuk keperluan dekoratif. Gaya ini sulit dibaca secara selintas. Model seperti ini kerap diaplikasikan pada dekorasi interior masjid atau benda hias.
Terakhir yaitu khatt Farisi yang dikembangkan orang Persia. Khatt ini resmi menjadi huruf bangsa Persia sejak Dinasti Safawi hingga sekarang. Jenis kaligrafi ini mengutamakan unsur garis dan tanpa harakat. Garis tebal tipis buruf disajikan dengan porsi yang sangat tepat, sehingga tampak indah sebagai seni.
Penulisan kaligrafi gaya Farisi cenderung memiliki kemiringan huruf ke kanan (yang tidak terjadi pada khat jenis lainnya) dan ditulis tanpa harakat ataupun hiasan. Khatt ini masih dipakai hingga kini oleh orang Iran dan Pakistan.
Huruf Arab berkembang pada masa Dinasti Ummayyah, tepatnya pad apemerintahan Abdul Malik bin Marwan. Ia menetapkan bahwa tulisan Arab adalah tulisan resmi negara. Perkembangan seni kaligrafi di Arab terbagi menjadi beberapa periode berikut ini:
Advertisement
5 Komunitas Olahraga di Decathlon Summarecon Bekasi, Yuk Gabung!
Fakta Unik di Ethiopia yang Kini Masih 2018 Meski Dunia Sudah Tahun 2025
Belajar Sejarah Nggak Lagi Boring Bareng Komunitas Jelajah
4 Cara Ampuh Hilangkan Lemak di Perut, Cobain Yuk!
Jadi Pahlawan Lingkungan Bersama Trash Hero Indonesia