Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijaya
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijaya, menekankan bahwa daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) memerlukan dukungan lebih dalam penyelenggaraan pendidikan. Menurutnya, pemerintah harus merancang regulasi khusus guna menangani anak-anak yang tidak bersekolah serta mereka yang berisiko putus sekolah, termasuk melalui program pendidikan alternatif di pusat kegiatan belajar masyarakat.
" Sungguh tidak adil bagi daerah 3T ini. Saya berikan contoh, Sumba Barat Daya memiliki APBD Rp1,1 triliun dengan Rp660 miliar atau lebih dari 58 persen dialokasikan untuk pendidikan. Kabupaten Seram Bagian Barat mengalokasikan 50 persen APBD-nya untuk sektor pendidikan, sedangkan Kabupaten Manggarai Timur sebesar 49,5 persen. Kita bisa melihat bahwa Nias Barat hanya memiliki APBD Rp782 miliar, dengan hampir setengahnya atau Rp362 miliar untuk pendidikan. Apakah mungkin indikator dan variabel yang digunakan harus sama bagi semua daerah?" ujarnya dalam rapat kerja Komisi X bersama Kemendikdasmen di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (12/3/2025).
" Mereka tidak mungkin mengejar ketertinggalan dengan kondisi seperti ini. Setengah dari anggaran mereka sudah dialokasikan untuk pendidikan, tetapi jumlahnya masih sangat terbatas. Sementara itu, DAK fisik semakin berkurang. Hal ini semakin menunjukkan bahwa ada hal yang harus diperbaiki dalam sistem pendidikan kita agar daerah 3T tidak terus tertinggal. Jika kondisi ini dibiarkan, sulit bagi kita untuk mengejar ketimpangan pendidikan," tambahnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Yudistira Nugroho, mengungkapkan bahwa tantangan utama dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah 3T adalah tingginya angka putus sekolah, terutama di jenjang SD dan SMK.
" Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka putus sekolah antara lain permasalahan ekonomi, keterbatasan akses, serta faktor sosial budaya," ujarnya.
Data Pusdatin tahun ajaran 2024/2025 menunjukkan bahwa tingkat putus sekolah bervariasi di setiap jenjang pendidikan, dengan faktor penyebab yang berbeda-beda.
" Di jenjang SD, faktor utama yang mempengaruhi adalah kondisi ekonomi serta akses keluarga terhadap pendidikan. Sementara itu, di tingkat SMP dan SMA, faktor sosial serta kurangnya motivasi siswa menjadi tantangan terbesar. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang lebih spesifik untuk mengatasi permasalahan ini di setiap jenjang pendidikan. Selain itu, angka putus sekolah di daerah 3T lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional," ungkap Yudistira.
Advertisement
Siklon Tropis Senyar: Dari Bibit 95B hingga Awan Ekstrem di Sumatera

Sentuh Minoritas Muslim, Dompet Dhuafa Salurkan Bantuan hingga Pelosok Samosir


Konflik Panas di PBNU: Syuriah Bikin Surat Edaran Pemberhentian, Ketum Gus Yahya Sebut Tak Sah

Dukung Tren Lari Marathon, Wamenpora Berharap Semangat Olahraga Terbangun Sejak Dini


Dulu Hidup Sebagai Tunawisma, Ilmuwan Ijeoma Uchegbu Raih Gelar Tertinggi dari Raja Inggris

Kuliner Ekstrem asal Islandia Ini Pakai Daging Beracun Ikan Hiu Greenland, Berani Makan?



Drama 9 Jam Turis Terjebak di Bianglala Tertinggi Jepang: Saat Osaka Wheel Disambar Petir

Insanul Fahmi Akui Nikah dengan Inara Rusli, Pihak Kajian Teman Searah Klarifikasi

Siklon Tropis Senyar: Dari Bibit 95B hingga Awan Ekstrem di Sumatera