Kematian Akibat Covid-19 Di China Meningkat Menjadi 9.000 Tiap Harinya
Dream - Airfinity, perusahaan data kesehatan yang berbasis di Inggris, mengungkapkan sekitar 9.000 orang di China kemungkinan meninggal dunia setiap hari akibat COVID-19.
Angka tersebut melonjak hampir dua kali lipat dari perkiraan seminggu yang lalu, ketika infeksi menyebar di negara berpenduduk paling padat di dunia itu.
Infeksi COVID-19 mulai menyebar ke seluruh China pada bulan November, sebelum meningkat pesat bulan ini.
Kasus ini terjadi setelah Beijing menghapus kebijakan nol-COVID, termasuk penghapusan pengujian PCR reguler pada populasinya dan publikasi data kasus tanpa gejala.
Kematian kumulatif di China sejak 1 Desember kemungkinan mencapai 100.000 dengan total infeksi 18,6 juta.
Airfinity mengatakan angka itu didapat dengan menggunakan pemodelan berdasarkan data dari provinsi China sebelum perubahan untuk pelaporan kasus baru-baru ini.
Dalam pernyataan pada Kamis, 29 Desember 2022, Airfinity memperkirakan infeksi COVID-19 China mencapai puncak pertamanya pada 13 Januari dengan 3,7 juta kasus sehari.
Prediksi tersebut berbeda jauh dengan jumlah kasus yang hanya mencapai ribuan yang dilaporkan oleh otoritas kesehatan China setiap harinya.
Airfinity juga memperkirakan angka kematian sekitar 25.000 kasus per hari akibat COVID-19 akan mencapai puncaknya pada 23 Januari, dengan kematian kumulatif mencapai 584.000 sejak Desember.
Sejak 7 Desember ketika China melakukan perubahan kebijakan secara tiba-tiba, pemerintah telah melaporkan 10 kematian akibat COVID-19. Pejabat kesehatan China baru-baru ini mengatakan, mereka mendefinisikan kematian akibat COVID adalah seseorang yang meninggal karena gagal napas yang disebabkan oleh COVID-19, tidak termasuk kematian akibat penyakit dan kondisi lain bahkan jika dinyatakan positif terkena virus tersebut. Pada 28 Desember, jumlah kematian resmi COVID China mencapai 5.246 sejak dimulainya pandemi pada tahun 2020.
Airfinity memperkirakan 1,7 juta kematian di seluruh China pada akhir April. Menurut situs webnya, pada tahun 2020 China membangun 'platform analisis dan intelijen kesehatan COVID-19 khusus pertama di dunia'. Kepala ahli epidemiologi China Wu Zunyou mengatakan pada hari Kamis bahwa tim di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China berencana untuk menilai kematian secara berbeda. Sumber: The Guardian
Advertisement
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini
Masa Tunggu Haji Dipercepat, dari 40 Tahun Jadi 26 Tahun
Viral Laundry Majapahit yang Bayarnya Hanya Rp2000
NCII, Komunitas Warga Nigeria di Indonesia
Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan
Throwback Serunya Dream Day Ramadan Fest bersama Royale Parfume Series by SoKlin Hijab
Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!
Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025
Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
Hasil Foto Paspor Shandy Aulia Pakai Makeup Artist Dikritik, Pihak Imigrasi Beri Penjelasan
Zaskia Mecca Kritik Acara Tanya Jawab di Kajian, Seperti Membuka Aib