Kisah para Muslimah Pembuat Bola Piala Dunia Brasil

Reporter : Eko Huda S
Rabu, 4 Juni 2014 10:30
Kisah para Muslimah Pembuat Bola Piala Dunia Brasil
"Saya sangat menunggu Piala Dunia dan insya Allah kami akan melihat pertandingannya. Bola-bola yang kami buat akan digunakan dan semua perempuan yang bekerja di sini akan sangat bangga".

Dream - Para perempuan ini mungkin tak mengenal siapa Lionel Messi. Dari mana pula negaranya. Mereka mungkin juga tak memikirkan sehebat apa tendangan Cristiano Ronaldo. Apalagi di klub mana pemuda Portugal ini bermain sepak bola.

Namun, para muslimah berhijab itu telah membuat perangkat utama yang membuat nama kedua bintang lapangan hijau melambung tinggi: bola. Ya, para perempuan di Pakistan ini bekerja pada perusahaan The Forward Sports yang membuat " Brazuca" , bola resmi Piala Dunia 2014 Brasil.

Meski tak banyak mengenal pemain bola dunia, para perempuan yang bekerja di pabrik bola di Kota Sialkot itu merasa bangga. Sebab, tangan terampil merekalah yang telah menghasilkan bola untuk ajang dunia empat tahunan tersebut.

Salah satu muslimah yang turut membuat bola itu adalah Gulshan Bibi. Ibu lima anak ini mengaku tak sabar menunggu kick off Piala Dunia di Sao Paolo pada 12 Juni mendatang. " Saya sangat menunggu Piala Dunia dan insya Allah kami akan melihat pertandingannya," tutur Gulshan dikutip Dream.co.id dari Daily Times, Selasa 4 Juni 2014.

Gulshan dan rekan-rekannya pantas menunggu ajang ini. Mereka pasti bangga melihat bola-bola karyanya dimainkan di Brasil. Meski hanya lewat layar kaca. " Bola-bola yang kami buat akan digunakan dan semua perempuan yang bekerja di sini akan sangat bangga," tambah Gulshan.

Setiap pagi hingga sore, para pekerja mengerjakan Brazuca di pabrik The Forward Sports yang berjarak kira-kira satu tendangan bola dari Grand Trunk Road. Sebuah jalan raya tua yang menuju ke Kolkata.

Di pinggir jalan bising yang ramai dilewati truk-truk tua, keledai penyeret kereta tua, serta motor-motor butut yang sesak penumpang, para muslimah di The Forward Sports dengan cekatan merajut lembaran-lembaran bahan menjadi bola.

Mereka memulai pekerjaannya dengan potongan bahan polyurethane berbentuk baling-baling, dan mengelemnya dnegan bola karet. Kemudian menjahit, dna memanaskan bola itu pada suhu tertentu dna meletakkannya dalam alat press sehingga membentuk bola itu dengan benar. Panas yang diberikan itu juga membuat bola yang terdiri dari bagian-bagian yang dijahit itu menyatu dengan baik.

Para muslimah itu bisa menyelesaikan proses pembuatan bola dalam waktu 40 menit. Kecepatan ini diperlukan untuk mencegah bola masuk ke dalam bola. Dalam satu jam, The Forward Sports mampu memprosuksi seratus bola.

Proses pembuatan bola ini melibatkan alat canggih. Sementara banyak pekerja di Pakistan yang tidak terampil dengahn tingkat pendidikan rendah. Bayangkan, hanya separuh penduduk saja yang bisa baca tulis.

" Kami mengambil pekerja yang tidak memiliki keterampilan dan melatih mereka. Ini adalah pekerjaan yang tidak ada ditempat lain. Anda harus mendapatkan pekerja dengan sikap yang bagus dan melatih mereka," tutur CEO Forward Sports CEO, Khawaja Masood Akhtar.

Sembilan puluh persen pekerja yang membuat Brazuca adalah perempuan. Sebuah pemandangan tak biasa di Pakistan. Di mana perempuan mendominasi sebuah pekerjaan. Pada umunya perempuan di Pakistan memilih tinggal di rumah merawat keluarga. Namun di pabrik ini, para perempuan itu bahkan lebih rajin daripada pekerja laki-laki.

Meski bola-bola yang dihasilkan dipakai dalam ajang internasional, upah yang diterima Gulshan dan kawan-kawan tak sebesar ajang itu. Mereka diupah murah. Hanya sekitar satu juta rupiah sebulan. Upah itu jauh di bawah anggaran yang disepakati FIFA, yaitu sekitar Rp 1,8 juta per bulan untuk para perempuan penghasil Brazuca itu.

Pembuatan bola memang rumit, tak hanya butuh orang yang duduk dengan jarum dan benang saja. Sistem produksi itu juga menggunakan alat-alat lain. Dan tentunya sang pengusaha juga menghitung modal yang telah dikeluarkan. Dan Gulshan dan kawan-kawannya itu menerima upah satu juta rupiah masing-masing untuk sebulannya.

Namun yang pasti, The Forward Sports tak mempekerjakan anak-anak. Para pekerja harus berusia di atas 18 tahun. Mereka tak mau mengulang skandal pekerja anak di Pakistan yang marak pada dua puluh tahun silam.

Di pakistan, sepak bola memang masih kalah populer dari kriket. Peringkat FIFA Pakistan 159. Namun, Kota Sialkot memiliki sejarah panjang pembuatan bola sepak ini. Dan Forward Sports telah bekerja sama dengan Adidas sejak sembilan belas tahun silam. Sejak itu pula, bola-bola yang dipakai di Liga Champions Eropa dan Bundes Liga Jerman dipasok dari kota di timur Pakistan ini.

Keterampilan membuat bola di Pakistan ini diyakini telah ada sejak zaman kolonial Inggris. Saat seorang tukang sol sepatu diminta membetulkan bola para tentara Inggris. Sejak itulah orang-orang Pakistan belajar membuat bola kaki itu.

Forward pun menerima order dari Adidas secara mendadak. Permintaan itu datang setelah pabrik Adidas di China merasa tak mampu untuk menyiapkan bola untuk Piala Dunia. Dalam waktu sekitar satu bulan, Forward menyiapkan perlengkapan dan mereka mengerjakan Brazuka. " Ini masalah kehormatan bagi kami, kami ingin melakukan ini," tutur Kepala Pengembangan Produk Baru Forward, Hassan Masood.

Para pekerja di pabrik ini tak main-main membuat bola untuk Piala Dunia. Mereka menerapkan kontrol kualitas ketat. Berat bola Brazuca sesuai standar yang diminta, 437 gram dengan lingkar 69 sentimeter. Presisi bola ini telah diuji melalui alat canggih yang khusus didatangkan dari Jerman. (Ism)

Beri Komentar