Kisah Perokok yang Kehilangan Pita Suara

Reporter : Maulana Kautsar
Sabtu, 7 November 2015 16:04
Kisah Perokok yang Kehilangan Pita Suara
Bagi pria yang akrab disapa Panjaitan itu, rokok kini seolah jadi kutukan. Untuk itu ia terjun aktif berkampanye anti rokok.

Dream - Lelaki berambut perak itu mengenakan kemeja berwarna biru. Sembari duduk dengan suara bergetar ia memperkenalkan diri. Jari tengahnya menutupi lubang di leher miliknya.

" Nama saya Manat Hiras Panjaitan. Dokter mengatakan bahwa kanker di pita suara sudah stadium 4A. Setelah diangkat, dia bilang inilah akibat dari merokok karena nikotin dan tar. Yang belum merasakan sakitnya, yang sekarang masih merokok. Berhentilah merokok sebelum rokok menikmati Anda."

Pria yang akrab disapa Panjaitan itu tak lain adalah sosok bintang iklan layanan masyarakat untuk kampanye bahaya asap rokok. Kamis, 5 November 2016 malam, dengan didampingi sang istri, Bertha, mendatangi pameran fotografi bertema 'Kolase Bicara: Kisah Para Korban Rokok' yang diadakan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dengan dua lembaga anti rokok Smoke Free Agent dan World Lung Foundation.

Seusai acara, Bertha berbagi kisah kepada Dream mengenai kondisi suaminya. Ia bercerita kronologi mengapa suaminya harus dioperasi.

" Awalnya karena dia enggak ada suara. Kemudian merasakan sesak di bagian leher sehingga harus dioperasi. Jadi sekarang nafasnya dari lubang di leher itu bukan dari hidung," jelasnya.

Menurutnya, pada awal-awal setelah operasi suaminya menjadi sosok yang emosional. Pesan yang kerap tak dipahami Bertha jadi alasannya.

" Apa-apa bawaannya emosi. Ya, saya kan enggak ngerti maunya apa, soalnya setelah dioperasi itu kan nggak bisa ngomong. Akhirnya diputuskan menggunakan tulisan," jelasnya.

Kemampuan bicara Panjaitan perlahan pulih setelah berlatih bicara di RS dr. Cipto Mangunkusumo. Namun, bagi Bertha proses pemulihan itu memakan waktu yang tak sebentar.

" Butuh setahunan untuk terapi. Di masa-masa itulah kondisinya lebih emosional," jelasnya.

Keluarga Tanpa Rokok

Dampak merokok yang mengakibatkan Panjaitan menderita kanker pita suara menjadikan cambuk bagi anak-anaknya yang merokok. Mengetahui bahaya asap rokok, anak-anaknya perlahan mulai meninggalkan gulungan tembakau itu.

Itu dialami sendiri oleh seorang peserta proyek Kolase Bicara: Suara Tanpa Rokok Ana Wijayanti. Mahasiswi Jurusan Pariwisata Universitas Negeri Jakarta itu mendengar jika lubang di leher Panjaitan mengubah pola hidup keluarganya.

" Anak-anak dan menantu Pak Panjaitan jadi tersadar bahaya asap rokok. Pak Panjaitan jadi korban nyata. Mereka kini lebih waspada mengenai asap rokok," jelas gadis berkerudung itu.

Ana yang selama hampir sepekan intens berkunjung ke rumah Panjaitan di Depok sempat mengabadikan momen yang mengernyitkan dahi. Momen yang diabadikan Ana, diambil saat Panjaitan membersihkan lubang di lehernya menggunakan 'cottonbud'.

" Momen itu sangat spesial menurut saya. Demi menjaga higienisitas, setiap dua hingga tiga kali sehari Pak Panjaitan membersihkan lubang itu. Cukup serem sih, tapi ya begitulah (dampak rokok)," katanya.

Bagi Panjaitan sendiri rokok kini seolah jadi kutukan. Untuk itu dirinya kini aktif berkampanye anti rokok. Cita-cita yang dia ingin bagi sederhana, " Jangan sampai Anda dan generasi muda lainnya jadi korban. Biar saya saja (yang jadi korbannya)," harapnya

Beri Komentar