Dalam situasi serangan Israel yang masih berlanjut, orang-orang yang berhasil bertahan harus terus berjuang untuk kelangsungan hidup.
Dalam situasi serangan Israel yang masih berlanjut, orang-orang yang berhasil bertahan harus terus berjuang untuk kelangsungan hidup.
Keadaan masyarakat di Gaza terus memburuk setiap harinya.
Jumlah korban jiwa akibat serangan dari Israel juga terus meningkat, mencapai lebih dari 10 ribu.
Kini, kebutuhan pokok sehari-hari menjadi barang mewah bagi warga Palestina di Gaza.
Keterbatasan sanitasi dan air bersih membuat mereka terpaksa menggunakan air laut untuk mandi dan mencuci pakaian.
Andaleeb al-Zaq, seorang warga Gaza yang berhasil selamat dari keadaan sulit tersebut, tetap bersyukur atas kesempatan hidupnya di tengah-tengah penderitaan akibat perang yang sedang dialaminya saat ini.
" Ini merupakan perubahan pemandangan yang disambut baik dari kekacauan dan kekotoran sekolah tempat kami tinggal," ucap pria berusia 48 tahun itu, seperti dilansir Al Jazeera.
" Anak-anak menganggap seperti kita sedang dalam perjalanan sekolah."
Namun, bagi Andaleeb, " perjalanan" itu adalah soal bertahan hidup.
Keluarga mereka, yang terdiri dari 16 anggota, mengungsi dari rumah mereka di daerah Shujaiya, di timur Kota Gaza, segera setelah Israel memulai serangan udara di Jalur Gaza pada 7 Oktober.
Mereka berpindah ke selatan menuju pusat pemerintahan Deir al-Balah, dan melanjutkan perjalanan ke Sekolah Dasar Alif, yang dikelola oleh badan pengungsi PBB.
Karena sekolah tersebut dekat dengan Laut Mediterania dan kurangnya pasokan air bersih, sebagian keluarga dan anak-anak mereka terbiasa pergi ke sana untuk berenang, mandi, dan mencuci pakaian.
Warga di Gaza menyadari bahwa air laut yang digunakan oleh mereka tidak bersih dan tidak higienis.
" Anak-anak menderita diare, batuk dan pilek akibat polusi dan berenang di laut," ucap seorang ibu yang ikut cuci pakaian di laut.
" Tetapi apa yang Anda harapkan? Mereka harus menemukan cara untuk melepaskan energinya. Terkurung di sekolah dapat menyebabkan banyak konflik dengan keluarga mereka."
" Kami tidak punya air, tidak ada sanitasi, tidak ada sistem pembuangan limbah," ujar Imm Mahmoud, yang tinggal di sekolah yang serupa.
" Dengan kurangnya kebersihan dasar, baik orang dewasa maupun anak-anak tidak merasa nyaman," lanjut Mahmoud.
WHO berafiliasi dengan PBB peringati tentang potensi risiko penyakit yang dapat menyebar luas di Gaza, berisiko tinggi mengalami gangguan pencernaan, termasuk diare.
Organisasi tersebut mencatat lebih dari 33.000 kasus diare, 54.800 kasus infeksi saluran pernapasan atas, dan ribuan kasus penyakit lainnya sejak pertengahan Oktober.
" Terganggunya kegiatan vaksinasi rutin, serta kurangnya obat-obatan untuk mengobati penyakit menular, semakin meningkatkan risiko percepatan penyebaran penyakit," ujar WHO.
" WHO menyerukan akses bantuan kemanusiaan yang mendesak dan dipercepat – termasuk bahan bakar, air, makanan, dan pasokan medis – ke dalam dan di seluruh Jalur Gaza," ucap badan tersebut.
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN