Ilustrasi Puncak Everest Yang Mematikan. (Foto: Freepik)
Dream - Anjali Kulkarni, seorang pendaki gunung asal India, telah berlatih selama enam tahun untuk berhasil mencapai puncak Gunung Everest.
Kulkarni memang berhasil mewujudkan impiannya ketika dia berhasil mencapai puncak Everest pada pekan ini. Namun, dia justru meninggal dunia ketika turun dari puncak gunung tertinggi di dunia itu.
Putranya, Shantanu Kulkarni, mengatakan ibunya meninggal bukan karena penyakit. Tetapi karena terjebak antrean para pendaki yang akan naik atau turun dari puncak Everest.
" Dia harus menunggu antrian yang lama untuk mencapai puncak dan kemudian turun. Dia tidak bisa berjalan sendiri dan meninggal ketika saya memandunya turun," kata Thupden Sherpa, seorang pemandu kepada Agence France-Presse.
Bukan hanya Kulkarni, dua pendaki asal India lainnya, Kalpana Das, 52 tahun, dan Nihal Bagwan, 27 tahun, juga meninggal akibat terjebak dalam antrean pendaki puncak Everest.
Keshav Paudel, yang memimpin tur, mengatakan kepada AFP bahwa Bagwan terjebak dalam kemacetan para pendaki selama lebih dari 12 jam. Akibatnya dia mati lemas akibat kelelahan.
Pada hari Sabtu, 5 Oktober 2019, seorang pria Inggris berusia 44 tahun bernama Robin Haynes Fisher juga meninggal tak lama setelah mencapai puncak. Sehingga jumlah korban tewas di tahun 2019 ini menjadi setidaknya 10 orang.
Cuaca yang cerah selama beberapa hari menarik sejumlah besar pendaki yang berharap bisa mencapai puncak Everest di ketinggian 8.848 meter itu.
Tidak hanya di India, sejumlah pendaki juga meninggal di Himalaya yang masuk wilayah Nepal pada tahun ini.
Nepal sendiri telah mengeluarkan sekitar 380 izin bagi pendaki yang berharap bisa mencapai puncak Everest.
Padahal, untuk naik ke puncak Everest, setiap pendaki harus mengeluarkan biaya sekitar US$ 11.000 atau Rp155,7 juta. Harga itu sudah termasuk pemandu lokal, dan terkadang internasional.
Foto udara dari puncak Everest yang dibuat seorang pendaki gunung bernama Nirmal Purja memperlihatkan antrian pendaki yang mencapai 320 orang.
Antrian yang panjang tersebut menciptakan situasi berbahaya bagi pendaki sendiri. Selain sudah mengalami kelelahan akibat membawa beban berat, mereka juga harus berjuang melawan penyakit ketinggian atau sering disebut altitude sickness.
Selain kelelahan dan altitude sickness, para pendaki juga harus mewaspadai longsoran salju yang sering terjadi di puncak Everest.
Salah satu yang paling mengerikan adalah longsoran salju tahun 2015 yang terjadi akibat gempa berkekuatan 7.8 magnitude di Nepal.
Dalam kecelakaan tersebut, longsoran salju menerjang base camp hingga menewaskan sedikitnya 18 orang dan melukai puluhan lainnya.
Meski begitu, puncak Everest bagai sebuah magnet raksasa yang selalu menarik minat para pendaki untuk menaklukkannya.
Sumber: ScienceAlert.com
Advertisement
Influencer Fitness Meninggal Dunia Setelah Konsumsi 10.000 Kalori per Hari

Raih Rekor Dunia Guinness, Robot Ini Bisa Jalan 106 Km Selama 3 Hari

Sensasi Unik Nikmati Rempeyek Yutuk Camilan Khas Pesisir Kebumen-Cilacap

5 Destinasi Wisata di Banda Neira, Kombinasi Sejarah dan Keindahan Alam Memukau

Habib Husein Jafar Bagikan Momen Saat Jenguk Onad di Panti Rehabilitasi


Toyota Rehabilitasi Toilet di Desa Wisata Sasak Ende, Cara Bangunnya Seperti Menyusun Lego

Mahasiswa UNS Korban Bencana Sumatera Bakal Dapat Keringanan UKT

Makin Sat Set! Naik LRT Jakarta Kini Bisa Bayar Pakai QRIS Tap

Akses Ancol Ditutup karena Banjir Rob Masuki Puncak, Warga Jakarta Utara Diminta Waspada

Influencer Fitness Meninggal Dunia Setelah Konsumsi 10.000 Kalori per Hari

Raih Rekor Dunia Guinness, Robot Ini Bisa Jalan 106 Km Selama 3 Hari

Sensasi Unik Nikmati Rempeyek Yutuk Camilan Khas Pesisir Kebumen-Cilacap