Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim
Dream - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim, meminta maaf atas pelaksanaan seleksi Program Organisasi Penggerak (POP). Banyak yang menilai seleksi tersebut janggal lantaran meloloskan perusahaan yang menjalankan program CSR yang seharusnya tidak mendapatkan dana hibah dari pemerintah.
Nadiem pun berharap tiga organisasi yang selama ini menjadi mitra stategis Kemendikbud yaitu Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) untuk kembali bergabung dalam POP.
" Dengan penuh rendah hati, saya memohon maaf atas segala ketidaknyamanan yang timbul dan berharap agar ketiga organisasi besar ini bersedia terus memberikan bimbingan dalam proses pelaksanaan program, yang kami sadari betul masih jauh dari sempurna," ujar Nadiem melalui siaran pers di laman Kemdikbud.
Terkait dua organisasi CSR yang lolos dalam seleksi POP yaitu Putera Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation, Nadiem memastikan mereka akan menjalankan program dengan skema pendanaan mandiri. Keduanya takkan mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
" Berdasarkan masukan berbagai pihak, kami menyarankan Putera Sampoerna Foundation juga dapat menggunakan pembiayaan mandiri tanpa dana APBN dalam Program Organisasi Penggerak dan mereka menyambut baik saran tersebut. Dengan demikian, harapan kami ini akan menjawab kecemasan masyarakat mengenai potensi konflik kepentingan, dan isu kelayakan hibah yang sekarang dapat dialihkan kepada organisasi yang lebih membutuhkan," kata Nadiem.
Organisasi yang menggunakan skema pendanaan mandiri nantinya tidak berkewajiban mematuhi persyaratan pelaporan keuangan yang diperlukan untuk bantuan pemerintah. Organisasi tersebut tetap diakui sebagai Organisasi Penggerak.
Meski tidak menggunakan dana negara, Kemendikbud tetap meminta laporan pengukuran keberhasilan program dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik. Pengukuran menggunakan instrumen antara lain Asessment Kompetensi Minimum dan Survei Karakter SD dan SMP atau Instrumen Capaian Pertumbuhan dan Perkembangan Anak untuk PAUD.
" Sekali lagi, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan perhatian besar terhadap program ini. Kami yakin penguatan gotong-royong membangun pendidikan ini dapat mempercepat reformasi pendidikan nasional yang diharapkan kita semua," kata Nadiem.
Dream - Program Organisasi Penggerak yang digagas Kementerian Pendidikan Kebudayaan menuai polemik. Seleksi organisasi yang dapat mengikuti program ini dinilai bermasalah lantaran meloloskan lembaga yang tergolong organisasi pelaksana Corporate Social Responsibility (CSR).
Atas hal tersebut, Ormas Islam Muhammadiyah yang berpengalaman puluhan tahun bergerak di bidang pendidikan memutuskan mundur dari program tersebut. Salah satu pertimbangannya yaitu memperhatikan perkembangan masyarakat terkait program ini.
" Setelah mengikuti proses seleksi POP dan memperhatikan perkembangan yang muncul di masyarakat tentang POP di Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemdikbud, dengan ini kami sampaikan bahwa Persyarikatan Muhammadiyah mundur dari program tersebut," ujar Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Kasiyarno, dikutip dari Liputan6.com.
Kasiyarno mengatakan Muhammadiyah memutuskan undur diri dengan sejumlah pertimbangan. Pertama, Muhammadiyah punya pengalaman puluhan tahun di bidang pendidikan yang tentunya tidak bisa disamakan dengan organisasi baru muncul. Terlebih dengan organisasi CSR yang seharusnya justru mendanai programnya sendiri, bukan menerima dana dari pemerintah.
" Muhammadiyah memiliki 30.000 satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia. Persyarikatan Muhammadiyah sudah banyak membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka, sehingga tidak sepatutnya diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang sebagian besar baru muncul beberapa tahun terakhir dan terpilih dalam Program Organisasi Penggerak Kemdikbud RI sesuai surat Dirjen GTK tanggal 17 Juli Tahun 2020 Nomer 2314/B.B2/GT/2020," kata dia.
Pertimbangan lain, kriteria pemilihan Ormas yang dinyatakan lolos evaluasi proposal tidak jelas. Sebabnya, Kemendikbud turut menyertakan CSR dan perusahaan swasta dalam seleksi tersebut.
" Karena tidak membedakan antara lembaga CSR yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapat bantuan dari pemerintah," kata Kasiyarno.
Lebih lanjut, Kasiyarno menyatakan Muhammadiyah terus berkomitmen membantu pemerintah dalam meningkatkan pendidikan. Sekalipun dilaksanakan tanpa tergabung dalam POP.
Keputusan yang sama juga diambil Nahdlatul Ulama. Sayap organisasinya yang bergerak di bidang pendidikan, Lembaga Pendidikan Ma'arif NU, memutuskan untuk undur dari POP.
Ketua LP Ma'arif NU, Arifin Junaidi, mengatakan sedari awal dia menilai program Kemendikbud tersebut janggal. Pihaknya sempat diminta untuk mengajukan proposal dua hari jelang penutupan seleksi administrasi.
" Kami nyatakan tidak bisa bikin proposal dengan berbagai macam syarat dalam waktu singkat, tapi kami diminta ajukan saja, syarat-syarat menyusul. Tanggal 5 Maret lewat website mereka, dinyatakan proposal kami ditolak," kata Arifin.
Arifin mengaku heran karena meski sudah ada pengumuman, Kemendikbud ternyata kembali menghubungi LP Ma'arif NU dan meminta lembaga tersebut untuk melengkapi syarat yang ditetapkan. Anehnya, kata dia, LP Ma'arif diminta menggunakan badan hukum sendiri, bukan badan hukum NU.
" Kami menolak dan kami jelaskan badan hukum kami NU," kata Arifin
Belum selesai, Kemendikbud kembali menghubungi dan meminta surat kuasa dari NU. Padahal, terang Arifin, hal itu tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi yang dia kelola.
" Kami terus didesak, akhirnya kami minta surat kuasa dan memasukkannya di detik-detik terakhir," kata dia.
Rabu kemarin, Arifin mengatakan pihaknya kembali dihubungi Kemendikbud dan diminta untuk ikut dalam rapat koordinasi POP. Sementara, Surat Keputusan (SK) organisasi yang lolos belum diterbitkan oleh Kemendikbud.
" Dari sumber lain, kami dapat daftar penerima POP, ternyata banyak sekali organisasi atau yayasan yang tidak jelas ditetapkan sebagai penerima POP," kata dia.
Lebih lanjut, Arifin menerangkan LP Ma'arif NU tengah fokus menggarap pelatihan kepala sekolah dan kepala madrasah dengan porsi 15 persen dari 21 ribu orang kepala sekolah dan madrasah di seluruh Indonesia. Para peserta pelatihan tersebut nantinya berkewajiban melatih guru dan tenaga pengajar di satuan pendidikannya, sementara POP harus selesai akhir tahun.
" Meski kami tidak ikut POP, kami tetap melaksanakan program penggerak secara mandiri," kata dia.
Advertisement
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN
Trik Wajah Glowing dengan Bahan yang Ada di Dapur