Orang Kaya di Asia Dapatkan Booster di Tengah Kurangnya Vaksin Covid-19

Reporter : Ahmad Baiquni
Senin, 6 September 2021 12:01
Orang Kaya di Asia Dapatkan Booster di Tengah Kurangnya Vaksin Covid-19
Kondisi ini dinilai dapat menempatkan populasi dalam bahaya.

Dream - Sejumlah orang kaya di beberapa negara Asia berlomba mendapat vaksin booster di tengah melonjaknya kasus Covid-19. Padahal, jumlah orang yang belum mendapatkan vaksinasi masih sangat banyak.

Masalah ini merusak strategi vaksinasi yang sedang digencarkan suatu negara. Apalagi, saat ini banyak negara sedang berhadapan dengan ancaman varian Delta yang sangat menular.

Tren ini berkembang di sejumlah negara, termasuk di Indonesia, Thailand, dan Filipina.

Dikutip dari Straits Times, di Indonesia, Kementerian Kesehatan menyatakan booster hanya untuk petugas kesehatan. Tetapi, beberapa elite politik termasuk kepala daerah terkemuka, tertangkap kamera sedang mendiskusikan booster yang mereka terima.

Percakapan ini secara tidak sengaja disiarkan dalam siaran langsung di saluran resmi Sekretariat Presiden. Terdengar Presiden Joko Widodo mengatakan belum menerima booster karena menunggu vaksin Pfizer tersedia.

Di Thailand, pemerintah setempat sedang menyelidiki direktur dan seorang dokter di dua rumah sakit yang diduga memberikan suntikan Pfizer kepada anggota keluarga dan pembantunya. Padahal vaksin ini seharusnya ditujukan kepada wanita hamil dan petugas kesehatan.

1 dari 3 halaman

Sampai Dapat Dosis Keempat

Demikian halnya dengan di Filipina. Dalam konferensi pers, Perwakilan untuk San Juan City di Filipina, Ronaldo Zamora, mengaku mendapatkan empat suntikan vaksin Pfizer dan Sinopharm.

Putranya, seorang walikota di kota yang sama, mengatakan hal ini dilakukan atas perintah dokter. Sebab Zamora mengalami gangguan kekebalan.

Saat ini, ada perdebatan global mengenai booster yang terbukti meningkatkan perlindungan terhadap virus ketika varian Delta meningkatkan kasus di seluruh dunia.

Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO telah mendesak negara-negara maju untuk menunda booster sampai pasokan vaksin tersedia di negara-negara miskin. Sementara itu pada akhir Agustus lalu, Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengatakan pemerintahannya sedang mempertimbangkan untuk memberikan booster lima bulan setelah dosis kedua.

Untuk negara-negara di Asia Tenggara yang masih kekurangan vaksin, dosis ekstra untuk orang kaya berarti akan mengurangi stok vaksin untuk tenaga kesehatan atau kelompok rentan. Di Filipina, Malaysia, dan Thailand, angka infeksi harian mendekati rekor tertinggi, sementara angka kematian di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia.

 

2 dari 3 halaman

Persoalan Moralitas

Asisten Professor di Centre for Biomedical Ethics of the National University of Singapore, Voo Teck Chuan, menyatakan menggantikan orang lain dalam antrean vaksin sangat dipertanyakan secara moral. Ini menempatkan seluruh populasi pada risiko virus yang lebih besar dalam jangka panjang.

Asia Tenggara merupakan lambang dari perdebatan yang kompleks seputar booster karena negara seperti Indonesia dan Filipina sangat bergantung pada vaksin inactivated milik perusahaan China. Sedangkan menurut penelitian, vaksin tersebut kurang efektif daripada vaksin mRNA seperti Moderna.

Namun, tidak dengan Singapura yang 80 persen warganya telah divaksin, capaian vaksinasi negara-negara Asia Tenggara lain tertinggal jauh. Indonesia dan Filipina berada di angka 13 persen, Vietnam dan Thailand masing-masing 10 persen dan 11 persen.

Sementara itu, Filipina belum menyetujui pemberian booster. Tidak seperti Thailand dan Indonesia yang memiliki dosis ekstra untuk kelompok prioritas.

 

3 dari 3 halaman

Penyalahgunaan Booster

Seringkali uang, koneksi, atau pengaruh yang membantu orang melompati antrean mendapatkan vaksin. Tetapi, terburu-buru mendistribusikan vaksin juga membuka celah bagi banyak orang yang ingin mengambil keuntungan.

Di Indonesia, kasus penyalahgunaan booster terlihat di daftar pengaduan pemerintah menurut platform LaporCovid-19. Sementara di Filipina memungkinkan seseorang untuk mendaftar di suatu kota sebagai penduduk dan di kota lain sebagai karyawan karena data yang tidak terpadu.

Hal seperti ini membantu beberapa orang yang memiliki hak istimewa seperti pekerjaan yang bagus atau gaji yang besar, mendapatkan vaksin tambahan.

Epidemiolog Universitas Filipina, Leonila Dans, menyatakan melompati antrean tidak hanya merugikan satu atau dua orang. Tetapi menempatkan seluruh orang dalam bahaya, dikutip dari Straits Times.

Laporan: Elyzabeth Yulivia

Beri Komentar