Pilu, Ibu Meninggal karena Harus 'Mengalah' demi Pasien Covid-19

Reporter : Sugiono
Kamis, 27 Mei 2021 16:00
Pilu, Ibu Meninggal karena Harus 'Mengalah' demi Pasien Covid-19
Ibunya yang menderita batu ginjal terpaksa 'berkorban' demi memberi 'jalan' kepada pasien Covid-19 untuk mendapat perawatan.

Dream - Luluh hati bila orang yang paling kita sayangi pergi buat selamanya. Tiada kata yang dapat diungkapkan, apalagi jika kepergiannya demi 'menyelamatkan' orang lain.

Seperti kisah penuh air mata yang dibagikan Nazri Hashim di Twitter tentang ibunya yang terpaksa 'berkorban' demi memberi 'jalan' kepada pasien Covid-19 untuk mendapat perawatan.

Ini semua berkaitan dengan situasi pandemi Covid-19 yang membuat fasilitas perawatan pasien normal menjadi serba terbatas.

Karena, saat ini yang mendapat prioritas mendapatkan perawatan adalah pasien Covid-19 dan pasien normal yang mempunyai harapan tinggi untuk sembuh.

1 dari 6 halaman

Nazri mengatakan, almarhumah ibunya, Raja Nahzar Hasnah Raja Mahmud, mengidap penyakit batu ginjal. Ibunya terpaksa menunggu untuk menjalani pembedahan karena jadwal doktor yang penuh akibat pandemi.

Itu karena rumah sakit sudah mulai memilih pasien mana yang perlu diselamatkan terlebih dahulu akibat kasus Covid-19 yang terlampau banyak dan kurangnya tenaga kesehatan yang ada.

" Ibuku punya penyakit batu ginjal dan disebabkan jadwal dokter yang penuh, harus menunggu ditangani lebih kurang sebulan," kata Nazri.

2 dari 6 halaman

Setelah sebulan menahan sakit dan kemudian diperiksa di ICU, dokter bilang batu ginjalnya sudah menusuk empedu. Lukanya mengeluarkan nanah dan kumannya sudah masuk ke paru-paru.

Meski ibunya dalam kondisi kritis, tapi tidak bisa mendapatkan perawatan khusus disebabkan ruang ICU semua sudah penuh dengan pasien Covid-19.

Ibunya bahkan tidak mendapatkan mesin pernapasan (ventilator) karena alatnya sangat terbatas. Selain itu, adanya faktor umur yang sudah lanjut dan jenis penyakitnya yang memang sudah tidak ada harapan.

" Pernapasan ibuku sangat kritis disebabkan infeksi kuman dalam darah dan paru-paru. Dokter bilang tidak bisa membagikan mesin pernapasan (ventilator) untuk ibuku seperti pasien Covid-19 lain sebab alatnya sangat terbatas," ujar Nazri.

3 dari 6 halaman

Di sisi lain, dokter tidak bisa melakukan operasi untuk membuang nanah dalam empedu ibunya. Disebabkan pernapasan ibunya yang tidak seberapa baik.

" Jadi, mereka hanya tunggu dari hari ke hari. Suntikkan antibiotik dengan harapan pernapasan ibu menjadi baik agar bisa bertahan dengan prosedur itu," katanya.

Nazri hanya bisa melihat ibunya yang menggunakan tabung oksigen yang dipompa secara manual menggunakan tangan jika merasa sesak napas.

4 dari 6 halaman

Dokter bilang tidak dapat membantu ibunya lebih jauh lagi jika sekiranya satu saat mulai nazak. Sebab dokter sudah tahu, pasien dengan penyakit seperti yang diderita ibunya Nazri memang tidak ada harapan.

Nazri mengatakan ibunya berusaha untuk bertahan selama kurang lebih dua minggu. Selama waktu tersebut, Nazri mencoba berbicara dengan ibunya, memberikan semangat agar bertahan hidup.

" Mak harus kuat... tahanlah sedikit lagi... setelah itu kita keluarkan nanah... Mak rindu cucu mak kan? Kalau mau ketemu (mereka), mak harus bertahan sedikit lagi. Mak harus kuat..," bisik Nazri ke telinga ibunya yang hanya bisa menganggukkan kepala.

5 dari 6 halaman

Saat dokter mendekat dan menjelaskan jika ibunya tidak ada harapan lagi, tangis Nazri pun pecah. Dia hanya bisa memandangi ibunya yang tergolek lemah.

" Sambil terus menangis, aku lihat mata ibuku waktu itu. Sementara ibu hanya diam, seolah sudah tahu apa yang akan terjadi padanya," kata Nazri.

Setelah beberapa lama, ibunya Nazri akhirnya menghembuskan napas terakhirnya pada 19 Mei 2021 karena sakit batu ginjal.

6 dari 6 halaman

" Dokter tak bisa berbuat apa-apa. Mereka mencoba untuk tidak mengesampingkan pasien normal seperti ibuku. Tapi disebabkan faktor umur dan kondisi penyakitnya, dokter bilang peluangnya tetap tipis meski memakai mesin pernapasan sekali pun.

" Umpama sekarang ada dua orang tengah sakit. Kalau mau selamatkan, maka harus memutuskan mana yang bisa diselamatkan.

" Saat ini rumah sakit berada dalam tahap harus memilih pasien mana yang mau diselamatkan dulu. Based on my own view, antara pasien normal dan Covid-19. Sudah tentu mereka utamakan pasien Covid-19.

" Kalau kasus kematian (karena Covid-19) tinggi, laporan akan sampai ke Satgas Covid. Bila laporan kematian Covid-19 naik mendadak, mereka harus bertanggung jawab karena laporan itu dilihat orang setiap hari dan semuanya pasti panik.

" Kalau pasien normal seperti ibuku, siapa mau peduli? Karena untuk saat ini yang lebih utama adalah pasien Covid-19.

" Aku hanya ingin mengingatkan kalau Covid-19 juga memberi dampak terhadap pasien-pasien normal lain yang tengah kritis karena mereka juga memerlukan perawatan.

" Aku cerita ini karena ingin kasih tahu kalau rumah sakit saat ini banyak yang mengalami krisis. Bukan saja pasien Covid-19, pasien normal seperti ibuku juga terdampak Covid-19 ini.

" Satu nasihatku, jangan tunggu jenis vaksin apa yang tersedia. Jangan jadi kelompok anti-vaksin. Apa yang ada, kita terima dulu," pungkas Nazri panjang lebar.

Sumber: Siakapkeli.my

Beri Komentar