Foto:.odditycentral.com
Dream - Seekor buaya di Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), tengah menjadi sorotan dunia.
Pasalnya buaya dengan panjang kurang lebih lima meter itu hidup dengan 'berkalung' ban motor.
Ban motor itu melingkar buaya tersebut. Mulut buaya tersebut selalu terbuka lebar, mungkin karena napasnya tertahan.
Ban bekas itu telah melingkar di leher buaya itu selama empat tahun terakhir.
Buaya yang kerap berkeliaran di Sungai Palu ini sejatinya sudah menjadi pemberitaan sejak tahun 2016.
Menurut laporan, reptil raksassa itu merupakan spesies buaya siam, spesies buaya asli Asia Tenggara yang kini terancam punah dengan hanya sekitar 1000 ekor yang hidup di alam liar.
Sebelumnya, pemerintah setempat telah berupaya untuk membebaskan buaya itu, namun semua usaha gagal.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulteng pun akhirnya menggelar sayembara untuk membebaskan buaya liar tersebut.
BKSDA Sulteng siap memberi imbalan kepada pihak yang berhasil membantu.
Sayembara ini digelar karena BKSDA Sulteng tak mempunyai cukup personel untuk menemukan buaya tersebut dengan menyisir sepanjang Sungai Palu.
Sayembara ini pun langsung menarik perhatian dunia. Kabar ini lantas menjadi pemberitaan di banyak media internasional ternama seperti standard.co.uk, The Telegraph, Independent, dan banyak lainnya.
Tak hanya berita teks dan foto. Berita video juga ditampilkan salah satunya oleh media The South China Morning Post (SCMP).
Video tersebut diunggah di akun Twitter SCMP dengan memberi keterangan 'Khawatir pada nyawa buaya, pejabat Indonesia tawarkan hadiah kepada siapa saja yang dapat melepas ban di lehernya'.
Diketahui, sayembara melepas ban dari leher buaya di Palu ini dikeluarkan Gubernur Sulteng Longki Djanggola. Longki meminta BKSDA menggelar sayembara untuk membebaskan buaya itu dari lilitan ban bekas pada 2020 ini.
Dream - Demi menyelamatkan temannya, seorang gadis remaja di Zimbabwe bertaruh nyawa dengan bergulat melawan seekor buaya.
Koran lokal, The Sunday News, melaporkan Rebecca Munkombwe, 11 tahun, dari Hwange, melakukan tindakan berani itu setelh melihat temannya, Latoya Muwani, 9 tahun diserang seekor buaya.
Latoya diserang buaya saat berenang di Desa Sinderela bersama-sama dengan Rebecca dan teman-teman lainnya.
Kisah heroik ini berawal ketika Rebecca selesai berenang dan sudah naik ke bibir sungai. Namun, belum sampai tubuhnya kering, dia mendengar teriakan Latoya dari arah tengah sungai.
" Kami baru saja naik ke darat ketika mendengar Latoya sendirian berenang di dekat zona dalam. Dia berteriak bahwa ada sesuatu yang menggigit tangannya," kata Rebecca.
Begitu menoleh ke arah suara, Rebecca melihat Latoya tengah berusaha membuat kepalanya tetap di atas permukaan air.
" Karena saya adalah anak tertua di antara tujuh anak lainnya, naluri saya ingin menyelamatkannya," katanya.
Naluri Rebecca membisikkan jika seekor buaya sedang berusaha menarik Latoya ke dalam air sungai.
" Dia berteriak kesakitan. Katanya ada sesuatu yang menggigit dan menariknya ke bawah," ujar Rebecca.
Rebecca langsung melompat lagi ke dalam air dan berenang menuju Latoya yang berusaha tidak tenggelam.
" Jadi, saya melompat ke air dan berenang menuju dia yang berjuang untuk tidak tenggelam," katanya.
Begitu mendekat, Rebecca melihat seekor buaya berukuran besar mencoba memangsa Latoya.
Dengan moncong panjang dan gigi tajamnya, reptil ganas itu terlihat sudah menjepit tangan dan kaki Latoya.
Tanpa pikir panjang, Rebecca langsung naik ke punggung buaya tersebut. Dia kemudian mulai menusuk mata reptil itu dengan jarinya.
" Saya melompat ke atas buaya itu dan mulai memukulinya dengan tangan kosong sebelum menggunakan jari-jari untuk menusuk matanya," kata Rebecca.
Akhirnya buaya itu melepaskan Latoya yang segera ditarik oleh Rebecca ke tepi sungai.
" Beruntung buaya itu tidak menyerang kami lagi setelah melepaskan Latoya," ujarnya.
Begitu sampai di pinggir sungai, teman-teman yang lain segera menarik mereka keluar dari air.
Setelah itu, Latoya segera dibawa ke Rumah Sakit St. Patrick untuk mendapatkan perawatan.
Menurut seorang perawat, Latoya tidak mengalami luka serius meski tangan dan kakinya sempat dicengkeram mulut buaya.
" Dia beruntung lolos dari cengkeraman mulut buaya. Dia hanya menderita luka ringan karena buaya itu tidak mematahkan tulangnya," kata perawat tersebut.
Anggota Dewan Lingkungan Steve Chisose membenarkan adanya serangan buaya tersebut. Dia menambahkan bahwa insiden ini semakin mengkhawatirkannya.
Menurut The Sunday News, ini adalah serangan buaya yang ketiga kalinya di Desa Sinderela. Sebagian besar korbannya adalah anak-anak.
Koran lokal itu juga menyebutkan bahwa tahun ini ada seorang pria berusia 21 tahun juga menjadi korban serangan buaya di Madumabisa.
Sayangnya, pemuda itu meninggal dunia setelah diserang buaya saat memancing di sebuah lubang bekas pertambangan berisi air.
Advertisement
Raih Rekor Dunia Guinness, Robot Ini Bisa Jalan 106 Km Selama 3 Hari

Sensasi Unik Nikmati Rempeyek Yutuk Camilan Khas Pesisir Kebumen-Cilacap

5 Destinasi Wisata di Banda Neira, Kombinasi Sejarah dan Keindahan Alam Memukau

Habib Husein Jafar Bagikan Momen Saat Jenguk Onad di Panti Rehabilitasi

Perdana, Kate Middleton Kenakan Tiara Bersejarah Berhias 2.600 Berlian


Toyota Rehabilitasi Toilet di Desa Wisata Sasak Ende, Cara Bangunnya Seperti Menyusun Lego

Mahasiswa UNS Korban Bencana Sumatera Bakal Dapat Keringanan UKT

Makin Sat Set! Naik LRT Jakarta Kini Bisa Bayar Pakai QRIS Tap

Akses Ancol Ditutup karena Banjir Rob Masuki Puncak, Warga Jakarta Utara Diminta Waspada

Raih Rekor Dunia Guinness, Robot Ini Bisa Jalan 106 Km Selama 3 Hari

Sensasi Unik Nikmati Rempeyek Yutuk Camilan Khas Pesisir Kebumen-Cilacap

5 Destinasi Wisata di Banda Neira, Kombinasi Sejarah dan Keindahan Alam Memukau