Dream - Oei Hui Lan lahir pada 2 Desember 1889 di Semarang. Dia merupakan putri kedua dari seorang Raja Gula dari Semarang, Oei Tiong Ham.
Sebagai seorang anak dari Raja Gula yang juga merupakan orang terkaya se-Asia Tenggara, kehidupan Oei Hui Lan senantiasa bergelimang harta.
Apalagi, sewaktu kecil dia merupakan seorang gadis kesayangan sang ayah dan segala keinginannya selalu terpenuhi.
Meski begitu, bukan berarti hidupnya tidak penuh dengan lika-liku. Saat tumbuh besar, kehidupannya justru penuh drama dan terjebak pada berbagai kisah percintaan yang rumit. Hal ini tak lepas dari pergaulannya yang luas dan hubungannya dengan para orang-orang besar.
Maka tak heran bila wanita itu menjadi istri dari Presiden Tiongkok dan menjadi ibu negara pertama atau “first lady” negara itu.
Dilansir dari merdeka.com, semasa kecil, Oei Hui Lan tumbuh menjadi anak tomboi yang lebih suka permainan anak laki-laki. Karakternya berbeda dengan kakaknya, Oei Tjong Lan, yang cenderung lemah lembut seperti perempuan kebanyakan.
Sejak kecil, Oei Hui Lan hampir tidak pernah merasakan kesusahan karena apa yang ia minta selalu didapatkan dengan mudah. Walau begitu, Hui Lan tidak tumbuh sebagai anak yang sombong. Di istananya yang megah, dia sering berbincang dan berbagi cerita dengan para pembantunya.
Semasa kecil, baik Hui Lan maupun kakaknya sering diajak ibunya liburan ke Singapura dan keliling Eropa. Karakter Hui Lan yang pandai bergaul dengan siapa saja membuatnya memiliki banyak teman.
Selain itu, kefasihannya dalam berbahasa China, Inggris, dan Perancis membuat mereka mudah diterima di kalangan bangsawan Eropa.
Hal inilah yang mengantarkannya pada kisah asmara dengan Beauchamp Forde Gordon Caulfield-Stoker, seorang berdarah Inggris-Irlandia yang menjadi agen konsuler Inggris di Semarang. Mereka akhirnya menikah pada 1909 dan pada tahun kedua pernikahan mereka pindah ke London.
Dari pernikahannya dengan Stoker, Hui Lan dikaruniai seorang putra. Anaknya bernama Lionel Montgomery Caulfield-Stoker. Walau begitu, hubungan antara Hui Lan dengan suaminya itu diwarnai dengan berbagai ketidakcocokan, baik dalam gaya hidup maupun pemikiran. Puncaknya, Hui Lan menggugat cerai suaminya pada tahun 1919.
Tak lama setelah perceraian itu, ibu Hui Lan, Goei Bing Nio mendorong putrinya untuk menerima pinangan dari politikus asal Tiongkok bernama Wellington Koo. Mereka akhirnya menikah di Brussels, Belgia, pada 9 November 1920.
Pada 1 Oktober 1926, Wellington Koo terpilih menjadi Presiden Republik Tiongkok yang membuat Hui Lan menjadi Ibu Negara Tiongkok dengan nama baru, Madame Wellington Koo. Walau begitu, jabatan itu tak berlangsung lama. Pada 16 Juni 1927, Wellington Koo melepas jabatannya dan setelah itu menetap di Shanghai, kota pelabuhan terbesar ke empat di dunia.
Kondisi Perang Dunia II yang tak berkesudahan merenggangkan hubungan antara Hui Lan dengan suaminya. Pasangan itupun bercerai pada 1958. Sejak saat itu, Hui Lan menjalani sisa hidupnya di New York City.
Selama sisa hidupnya itu, dia menulis dua autobiografi yang dikerjakan secara kolaborasi. Autobiografi pertama ia tulis pada 1943 dengan berkolaborasi bersama kolumnis The Washington Post, Mary Van Rensselaer Thayer, dan kemudian pada 1975 berkolaborasi dengan wartawan Isabella Thaves
Pada 1980 ia terlibat dalam serangkaian usaha gagal di Indonesia meliputi perkapalan, tembakau, dan sepeda. Pada 1992, Hui Lan meninggal dunia meninggalkan mantan suami dan dua orang putranya.
Laporan: Nisya Aprilya
Advertisement
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN
Trik Wajah Glowing dengan Bahan yang Ada di Dapur