Tangis Seorang Ibu Perawat Yang Memohon Pada Warga Untuk Perbolehkan Pemakaman Anaknya . Ilustrasi Foto : Instagram
Dream - Penolakan masyarakat terhadap pemakaman seorang tenaga medis yang meninggal karena penyakit Covid-19 di Jawa Tengah menjadi keprihatinan masyarakat. Tindakan tersebut sangat disayangkan publik karena para tenaga medis itu telah mengorbankan hidupnya untuk membantu menanggulangi penyebaran virus corona.
Tak sedikit pula warga yang mengucilkan tenaga medis yang membantu pasien Covid-19 di lingkungannya. Bahkan ada warga sampai diusir dari lingkungan rumah mereka.
Tindakan penolakan yang dilakukan sejumlah masyarakat ini tentunya sangat memprihatinkan mengingat perjuangan mereka di garda terdepan untuk menyelamatkan dan merawat pasien covid-19 tak dihargai dengan baik.
Baru-baru ini viral seorang Ibu dari perawat yang meninggal akibat covid-19 setelah pengabdiannya merawat pasien-pasien di Rumah Sakit tempatnya bekerja. Kejadian ini pun menjadi ramai dan mengundang respons keprihatinan dari berbagai kalangan masyarakat.
Video yang memperlihatkan seorang Ibu tengah bersimpuh memohon kepada warga untuk pemakaman anaknya ramai di berbagai laman media sosial sejak Jumat, 10 April 2020. Salah satunya diunggah akun @infocegatanwilayahsragen. Kejadian itu terjadi di Ungaran, Semarang, Jawa Tengah.
Seorang perawat Nuria Kurniasih berusia 38 tahun diketahui meninggal dunia di RSUP Dr. Kariadi Semarang, Jawa Tengah, Kamis, 9 April 2020, kemarin usai menangani pasien positif virus corona atau COVID-19. Jenazah Nuria sempat ditolak warga saat hendak dimakamkan di TPU Sewakul, Ungaran Barat.
" Entah mengapa, tiba-tiba ada penolakan kedatangan jenazah perawat itu oleh sekelompok masyarakat. Padahal informasi awal dari RT setempat sudah tidak ada masalah,” kata Alexander Gunawan, Humas Gugus Tugas Pencegahan corona Covid-19 Kabupaten Semarang di laman Liputan6.
Memang kasih ibu sepanjang masa, Ibunda Nuria yang mengetahui penolakan itu sontak menangis dan memohon kepada seluruh warga untuk mengijinkan pemakaman anaknya di TPU tersebut. Namun, warga tetap bersikukuh menolak pemakaman dilakukan di lingkungan sekitar tempat tinggal mereka.
“ Keluarga memutuskan pindah memakamkan di Bergota makam keluarga RS Kariadi Semarang. Karena almarhumah bertugas di sana,” ujar Alexander.
Dalam video yang beredar tersebut, juga tampak para pegawai RS Kariadi memberikan penghormatan terakhir kepada almarhumah saat dibawa menggunakan mobil Ambulans untuk dimakamkan.
© Ilustrasi foto : instagram
© Ilustrasi foto : instagram
Peristiwa penolakan jenazah perawat positif Covid-19 oleh sekelompok warga Sewakul, Kelurahan Bandarjo, Ungaran Barat mengundang aksi simpati masyarakat luas dari berbagai kalangan.Di berbagai media sosial ramai menyerang sosok Ketua RT 6 Sewakul, Purbo yang dinilai paling aktif dan provokatif saat melakukan penolakan pemakaman.
Aksi simpati kemanusiaan juga diungkapkan masyarakat dengan memajang karangan bunga “ Duka Cita atas Matinya Hati Nurani Oknum Penolak Pemakaman Perawat” di depan TPU Sewakul.
Berbagai aksi penolakan terhadap tenaga medis di Indonesia pun membuat para tenaga medis sedih dan kecewa.
Baru-baru ini viral sebuah pesan dari para tenaga medis yang beredar di berbagai platform media sosial bertuliskan ‘Kami Berikan Jasa Kami, Jangan Tolak Jasad Kami.’
© Ilustrasi foto : instagram
Videonya pengorbanan para tim medis serta imbauan untuk tak menolak jasad mereka juga diunggah akun @01indonesia_maju. Video tersebut berisi pesan yang disampaikan para tim medis untuk publik.
Melalui video yang diunggah di media sosial instgram pribadinya, dr. Tirta menyampaikan kekecewaannya pada oknum-oknum yang memperlakukan para tenaga medis dengan buruk.
Dalam video tersebut dr. Tirta memaparkan, “ Saya kecewa, kenapa tenaga medis malah ditolak, tenaga medis memang merawat covid, tapi mereka pakai APD, kenapa kalian kucilkan dia itu penyelamat, “ ungkap dr Tirta.
“ Di China tenaga medis masuk ke rumah dikasih bunga, dikasih surat, di sini banyak cerita masuk ke email saya, tenaga medis dijauhi, dokter nangis karena dikucilin lingkungannya,” tambah dr Tirta dalam video yang diunggah di akun @dr.tirta.
“ Mereka ini ditest rapid setiap hari, jika dia positif dia di rumahkan, sistem jaganya tenaga medis itu 14 hari off, 14 hari on, dan mereka itu dokter mereka tahu mereka nggak bisa nularin ke orang, mereka itu butuh support.”
“ Kenapa jenazah harus ada metode khusus, itu ada di undang-undang bahwa, penyakit yang dikategorikan oleh WHO wabah penguburannya harus khusus, mau dia penularannya droplet, cairan, airbone, covid itu kategorinya wabah jadi harus mengikuti prosedural sesuai undang-undang,” Ungkap dr Tirta geram.
“ Kenapa jenazah ditolak, saya sudah bilang kalau covid tidak menolak melalui airbone kalau di udara bebas, kalau dikubur nanti nular kesemuanya, ya enggak, nanti kalau nular lewat air tanah, ya enggak , itu jenazah dibungkus plastik trus dibungkus peti,” tambah dr tirta.
View this post on Instagram
Cara Beriman kepada Kitab-Kitab Sebelum Al-Quran, Ketahui Juga Setiap Ajaran di Dalamnya
Rio Lazuardy - Managing HR Challenges In Daily Practice (BPKH Talks)
20 Foto Lawas Artis Saat Masih SD, Nagita Slavina Bule Banget, Disebut Rafathar Versi Cewek!
5 Kandungan Skincare Pengganti Retinol yang Lebih Ramah untuk Kulit Sensitif