Dzakir (kitabisa.com)
Dream - Pada ranjang besi. Di atas kasur berlapis sprei biru. Bocah itu terkulai, diam dalam pelukan. Tak ada bantal. Hanya dua selimut terlipat, mengganjal kepala. Singlet putih sudah tak tertata, tersingkap pada bagian perut. Dirangkap piama berhias kartun lucu.
Badan dirubung alat medis. Hidung diselubung, demi menolong helaan nafas. Kabel-kabel menempel di sekujur tubuh. Dada, perut, serta kaki. Jadi pemantau detak jantung dan nadi. Selang infus menjulur. Menembus kasa putih yang membalut tangan kiri. Kedua paha terbebat perban cokelat.
Tubuh mungil itu memang subur. Masih terlihat segar, seperti balita sehat walafiat. Tapi hidupnya sedang bertaruh. Dia terlampau belia untuk untuk bertarung di batas kehidupan. Di antara hidup dan mati. Jika bocah yang belum lepas dari popok itu masih bisa bertahan, itu karena bala bantuan alat medis.
Anak itu lazim dipanggil Dzakir. Nama lengkapnya Muhammad Dzakir Khafadi Abdullah. Dia mengalami kelainan jantung sejak lahir. Dunia kesehatan menyebutnya, Tetralogy of Fallot. Tubuh terus membiru karena kurang oksigen. Kerap sesak nafas. Sering kelelahan. Nyawanya terancam. Operasi.
Dan, cuma itulah jalan yang tersisa. Satu-satunya cara menyelamatkan hidup bocah ini. Keluarga beradu dengan waktu. Dokter sudah memberi tenggat. Tindakan medis harus dilakukan sebelum umur dua tahun. Itu, artiya tiga bulan lagi. Jika terlambat, bahaya buat Dzakir. Total ongkos lumayan besar, Rp200 juta.
Nasib keluarga ini seperti sedang membentur tembok. Uang segitu gimana carinya. Sang ayah cuma guru honorer. Dan, ekonomi keluarga ini belum sembuh benar. Sebab dua tahun lalu, kelahiran anak semata wayang ini menelan biaya Rp110 juta. Itu juga setelah menguras tabungan kakek dan nenek.
Tapi demi nyawa anak, ayah manapun akan rela jumpalitan. Kaki jadi kepala. Kepala jadi kaki. Begitu juga dengan keluarga ini. Pontang-panting cari duit. Cari bantuan kiri kanan. Pintu kerabat diketuk. Nomor telepon teman dipencet. Kantor sang ayah hingga sejumlah yayasan pun didatangi. Namun duit tak juga terkumpul.
Angin segar mulai berhembus dari asuransi pelat merah. Sebagian dana ditanggung. Orangtua Dzakir hanya perlu menambah Rp80 juta. Tapi ekonomi keluarga memang sudah sempoyongan. Uang segitu masih terlalu jauh dari dompet. Mereka tetap kelimpungan. Padahal, tenggat operasi terus mengejar. Dan makin dekat.
Memang jalannya hidup sulit dikira. Keluarga ini beruntung, sebab si paman, Akbar Ajibaskoro, menggerakkan jemari. Dia menuliskan kisah ini. Lalu, meluncurkannya ke sebuah laman penggalang dana,
kitabisa.com.
Unggahan itu berjudul: “ Bantu Adik Dzakir Sembuh dari Sakit Jantung TOF”. Target donasi Rp85 juta terlihat di pojok kanan atas. Foto Dzakir yang terkulai itu dipasang. Proses kelahiran yang mengharu biru disuguhkan juga di situ. Haru dan rinci.
Bacalah sedikit cuplikan cerita ini. Dzakir, tulis Akbar pada laman itu, lahir prematur. Ibunya mengalami preeklamsia. Tekanan darah terlalu tinggi. Kondisi rumit karena janin belum waktunya lahir, sehingga harus disuntik “ pematang paru-paru”.
Ibu dan janinnya harus selamat. Apalagi si jabang bayi itu sudah lama didamba. Sebab, sang bunda sudah dua kali keguguran. Keluarga ini sangat mengharap keturunan. Pada 4 April dua tahun lalu, persalinan Caesar dilakukan di rumah sakit di Surabaya. Dzakir dan ibunya selamat.
Gembira, tapi ujian lain sudah menunggu. Dzakir tak menangis seperti bayi lain. Dia harus menginap di neonatal intensive care unit. Ruang perawatan intensif khusus bayi. Sepuluh hari rutin diperiksa, bayi merah itu divonis mengidap Tetralogy of Fallot. Pembuluh arteri juga sempit.
Unggahan Paman Akbar itu dibagi para netizen. Menyebar luas. Tanpa dicetak. Tanpa difotokopi. Pada akun Facebook, cerita itu dibagikan 258 kali. Lewat jejaring microblogging itulah foto dan kisah Dzakir dilihat banyak orang. Mengetuk sanubari para penghuni digital.
Dan, keajaiban yang ditunggu itu datang. Bantuan mengalir. Laman kitabisa.com mencatat 534 donatur. Dari yang menyumbang puluhan ribu hingga jutaan. Total terkumpul hampir Rp95 juta. Lebih dari target. Dalam sebulan, kebuntuan itu terbuka lewat jejaring digital.
Dana itulah kemudian yang mengantar Dzakir naik meja operasi. Pembedahan pertama berlangsung Maret lalu. Saluran darah dari jantung ke paru-paru ditambah. Sembilan hari sesudah operasi itu, bocah ini akhirnya pulang ke rumah.
Mari kita mendengar kabar baiknya. Dunia Dzakir yang tadinya gelap, kini mulai benderang. Tubuh tak lagi biru. Darah dan pasokan oksigen lebih lancar. Sang paman kembali mengunggah kabar dan foto si ponakan ke kitabisa.com. Kali ini dengan senyuman.
Kisah si bocah Dzakir, memberi tahu kita tentang kekuatan kemanusiaan pada dunia digital. Memberi kita jalan bagaimana mengubah kegelapan nasib menjadi terang. Mudah menjangkau banyak orang. Sebab penduduk digital sudahlah bejibun.
Bacalah data Global Digital Report 2018 yang dirilis WeAreSocial. Ini agensi marketing sosial yang berbasis di New York. Data itu menyebut pengguna internet dunia kini mencapai empat miliar. Lebih dari separuh warga dunia, sudah jadi warga digital.
Di Indonesia, menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengakses internet menembus 143 juta. Lebih dari separuh penduduk Indonesia, yang jumlahnya 262 juta jiwa, kini ada di dunia maya.
Dan, mereka juga betah berlama-lama di sana. Menghabiskan waktu berbilang jam. WeAreSocial mencatat, rata-rata penggunaan internet di tanah air tergolong tinggi. Hampir sembilan jam dalam sehari. Tertinggi ke empat di dunia. Dari waktu selama itu, tiga setengah jam di antaranya dihabiskan untuk berselancar di sosial media. Cukup lama memang.
Tidak saja lama, tapi juga banyak. Sebab data itu juga menyebut, lebih dari separuh pengguna internet di Indonesia mengakses sosial media. Dan, mereka ini mudah empati. Gampang tergerak meneruskan kepiluan orang lain. Atau bahkan ikut membantu. Meski tak pernah saling jumpa. Tak juga saling kenal. Kekuatan itulah yang membuat kisah Dzakir cepat menyebar. Dan, tertolong.
Cerita orang-orang nelangsa seperti Dzakir, dan kemudian tertolong penghuni digital, juga mudah kita temukan di jejaring media sosial. Terutama pada Facebook atau Instagram. Maklum penguna Facebook kita tergolong besar. Sudah sekitar 111 juta. Pemakai Instagram juga banyak. Sekitar 53 juta orang. Kekuatan besar itulah yang selama ini membantu orang kesulitan.
Dan, banyak banyak orang tertolong. Simak juga kisah Pak Didi berikut ini. Dua tahun silam, fotonya terpajang di kitabisa.com. Juga viral di jejaring sosial media.
Kita, mungkin tak akan pernah tahu nestapa Pak Didi ini, bila Syarafie Widjaja tidak menulis di laman penggalang dana itu. Di tengak kesibukan belajar, mahasiswa hukum sebuah universitas swasta di Yogyakarta itu, telah membuka jalan untuk pria lumpuh tak berdaya ini.
Mari kita ikuti kisah si Didi itu. Saat belia, dia berangkat dari Jambi ke Jakarta. Mengadu nasib. Meski tak lulus kuliah, dia mendapat kerja dengan gaji lumayan. Menjadi sales executive sebuah perusahaan otomotif terkemuka.
Dia menikah persis ketika karirnya sedang gemilang. Saat itu usianya 25. Lalu, lahirlah seorang anak. Keluarga kecil ini tentu sumringah. Rumah jadi ceria. Semangat hidup dan mencari uang kian bergelora.
Dunia yang riang itu, terlempar ke sisi sebalik pada 19 Juni 1996. Saat usia si kecil baru dua bulan. Didi kecelakaan di Permata Hijau, Jakarta Selatan. Syaraf leher retak. Beberapa tulang harus diangkat. Raga perkasa itu tiba-tiba tak berdaya. Dia jadi lumpuh.
Dan, lorong gelap kehidupan itu sepertinya baru dimulai. Empat tahun berselang istri minta cerai. Didi ditinggal sendiri dalam keadaan lumpuh. Anak semata wayang itu juga turut dibawa pergi. Jadilah Didi sebatangkara di ibu kota Jakarta. Dalam kemurungan hidup, dia berpindah tinggal ke Panti Sosial Pondok Bambu.
Hingga seorang sahabat bersedia menampung dan merawat. Dua puluh tahun lumpuh. Saban hari dunianya hanya seluas dipan. Entah karena tubuh jarang bergerak itu, penyakit baru mudah menyerang. Sakit saluran kencing dan batu empedu. Bersama diabetes dan sakit ginjal yang sudah lama merongrong, tubuhnya jelas lunglai.
Dan, sungguh tak mungkin mencari uang dari pembaringan. Si sahabat memang menanggung asuransinya. Tap si asuransi tak menanggung segala biaya berobat. Ada yang harus dipikul sendiri. Tapi pundak siapa lagi yang memikul? Pengorbanan si sahabat rasanya juga sudah banyak.
Sampai suatu hari, si sahabat, Syarafie Widjaja, mengunggah foto dan kisah pilu ini. Sebagian ceritanya Anda bisa baca di sini. Dari unggahan itulah, kisah ini mengetuk sanubari penghuni jagat digital. Para netizen mengulur tangan.
Dana yang dibutuhkan Didi terkumpul. Bahkan melampui target. Dengan bantuan itulah lelaki yang tidak berdaya itu dibawa ke rumah sakit. Berobat. Melalui laman penggalang dana itu pula Syarafie mengabarkan kondisi Didi, yang hari-hari ini sudah lebih sehat.
Dzakir dan Didi hanyalah dua contoh, yang kami tulis di sini. Masih banyak kisah serupa. Orang-orang yang kesulitan di batas kehidupan. Lalu tertolong oleh penghuni digital. Bisa bernafas lega. Atau bangkit dari kejatuhan. Tanpa pernah bertemu. Tanpa pernah saling kenal.
Untuk orang-orang yang tak dikenal itu, entah di mana mereka berada, dengarlah ucapan terima kasih Akbar Ajibaskoro paman si bocah Dzakir, berikut ini. “ Saya tak akan henti untuk mengucapkan terima kasih kepada seluruh orang baik Indonesia yang telah membantu sampai saat ini.”
Advertisement
Prabowo Tinjau Banjir: Negara Kita Kuat Sekarang, Mampu untuk Mengatasi

Nenek Ini Inging `Rekrut` Anak Baru, Tawarkan Apartemen dan Gaji Bulanan

Prabowo Subianto Tiba di Tapanuli, Tinjau Wilayah Terdampak Banjir

Asyik! Naik Whoosh Diskon Hingga 50% Untuk Pelajar di Musim Liburan

Jadi Bantuan Medis Internasional Pertama, Malaysia Kirim 2 Juta Pieces Obat ke Aceh


Fenomena “Forever Layoff” Meningkat, Gelombang PHK Kecil tapi Rutin Menghantui Tahun 2026

Pemerintah Kirim 11 Helikopter ke Wilayah Aceh dan Sekitarnya

Curah Hujan Masih Tinggi, Aceh Ditetapkan Status Siaga Darurat Bencana Hidrometeorologi

Survei: Literasi dan Inklusi Keuangan Indonesia 2025 Baru 65,4%

Prabowo Tinjau Banjir: Negara Kita Kuat Sekarang, Mampu untuk Mengatasi

Nenek Ini Inging `Rekrut` Anak Baru, Tawarkan Apartemen dan Gaji Bulanan

Prabowo Subianto Tiba di Tapanuli, Tinjau Wilayah Terdampak Banjir