Korban Tewas Dalam Tragedi Itaewon, Korea Selatan (Philipine Star)
Dream – Hari itu, Sabtu malam, 29 Oktober 2022, kawasan hiburan malam Itaewon, Seoul, Korea Selatan, tampak lebih ramai dari biasanya. Malam itu sekitar 130.000 orang tumpah ruah di jalan itu untuk merayakan Hallowen setelah dua tahun tak pernah dirayakan akibat pandemi.
Salah seorang pengunjung wanita, Kim Seo-jeong, 17 tahun, seorang siswa sekolah menengah, malam itu mengenakan pakaian tradisional Tiongkok yang dikenal sebagai qipao, seraya memegang kipas lipat. Sedang temannya berpakaian seperti pelayan saat mereka bergabung dengan kerumunan Halloween di Itaewon, distrik kehidupan malam yang populer di pusat kota Seoul, pada Sabtu malam.
Mereka senang berada di sana, setelah dua tahun sebelumnya melewatkan perayaan Halloween ditiadakan akibat pandemi Covid-19.
Tapi apa yang diharapkan menjadi malam yang menyenangkan segera berubah menjadi mimpi buruk, ketika ribuan orang berdesakan di gang sempit berbukit di sebelah Hotel Hamilton sehingga menciptakan kerumunan desak-desakan yang mematikan.
(Massa berdesak-desakan di gang sempit Itaewon/BBC)
“ Pada saat kami memasuki gang pada jam 8 malam, sudah ada begitu banyak orang sehingga kami hampir tidak bisa melangkah maju,” kata Kim dalam sebuah wawancara telepon dengan The New York Times.
“ Kami menyerah satu jam kemudian dan mencoba berbalik untuk pulang. Tetapi kami juga tidak bisa bergerak ke arah lain. Ada orang yang mendorong dari belakang kami. Ada orang di depan kami yang mendorong menuruni bukit untuk pergi ke arah lain.”
Kemudian, sekelompok pemuda mendorong dengan keras sambil menuruni bukit gang itu, seraya meneriakkan “ Dorong! Dorong!"
“ Seseorang di depan saya terpeleset dan jatuh, mendorong saya ke bawah juga. Orang-orang di belakang saya rubuh seperti kartu domino,” kata Kim.
“ Ada orang-orang di bawah saya dan orang-orang jatuh di atas saya. Saya hampir tidak bisa bernapas. Kami berteriak dan berteriak minta tolong, tetapi musiknya sangat keras di gang, sehingga teriakan kami tenggelam,” kenangnya.
Akhirnya malam itu menjadi malam nahas. Sebanyak 156 orang tewas dalam insiden desak-desakan di gang sempit di samping Hotel Hamilton. Sebagian besar korban yang tewas adalah remaja berusia 20 tahunan.
Kim dan temannya berhasil merangkak keluar dari kerumunan massa, dan ada orang dewasa yang menarik mereka ke sebuah kedai minuman. Mereka kemudian meninggalkan gang dengan beringsut di sepanjang dinding.
Apa yang mereka saksikan di sepanjang jalan adalah kekacauan belaka.
Gang itu sangat ramai dan berisik sehingga orang-orang sepertinya tidak tahu apa yang terjadi beberapa meter jauhnya, kata Kim.
(Massa desak-desakan di gang sempit Itaewon/Today Online)
Orang-orang merekam kerumunan itu dengan smartphone mereka.
Beberapa sibuk memakai kosmetik Halloween. Yang lain meneriaki pemilik bar, menanyakan kapan mereka bisa masuk. Beberapa petugas polisi yang bergegas ke tempat kejadian, meniup peluit, mencoba mengendalikan kerumunan, tetapi tidak berhasil.
Kim sendiri tidak tahu seberapa mematikan episode itu sampai dia berada di kereta bawah tanah dalam perjalanan pulang ke Yongin, selatan Seoul, ketika dia memeriksa internet dan melihat kilasan berita. Ia terkejut dengan banyaknya korban jiwa tewas dalam peristiwa di gang itu.
" Orang-orang kami sangat tidak sensitif tentang keselamatan publik," katanya.
“ Seharusnya pemerintah mengirim lebih banyak polisi untuk mengendalikan massa. Ada kerumunan Halloween di Itaewon tahun lalu meskipun ada pandemi. Pemerintah seharusnya bisa mengantisipasi kerumunan yang jauh lebih besar tahun ini, karena sebagian besar pembatasan pandemi telah hilang,” sesalnya.
***
Seorang polisi yang bertugas malam itu, Kim Baek-gyeom, masih terlihat terguncang oleh apa yang dilihatnya pada Sabtu malam di distrik Itaewon Seoul.
Sebaga seorang asisten inspektur di ibukota Korea Selatan, dia bertugas malam itu.
" Kami telah menerima laporan tentang pertengkaran di daerah itu, jadi saya tiba di tempat kejadian antara pukul 22.10 dan 22.15," katanya kepada BBC saat ditemui di kantor polisi Itaewon, hanya beberapa meter dari tempat tragedi itu terjadi.
Dia bilang dia melihat orang-orang tergeletak di tanah, dan mendengar teriakan. " Saya mencoba melakukan tugas saya, membantu orang. Sayangnya saya tidak bisa," katanya.
( Kim Baek-gyeom, dan kerumunan di Itaewon/Koreaboo)
Tetapi sebuah video yang dibagikan di media sosial, menunjukkan upaya putus asa Kim untuk mengalihkan orang dari gang, telah membuatnya mendapatkan pujian dari warga Korea Selatan, bahkan ketika itu menyoroti kurangnya kehadiran polisi di lapangan malam itu.
Di dalam video itu, penonton bisa melihat sosok muda berseragam dengan raut kekhawatiran mendalam di wajahnya, dengan panik mencoba membendung gelombang besar orang menjauh dari lereng sempit di mana lebih dari 156 orang pada akhirnya akan kehilangan nyawa mereka.
" Orang-orang sekarat!," kata dia berteriak putus asa. " Semua orang jangan bergerak ke sini - tolong bekerja sama!"
Inspektur Kim bahkan tidak seharusnya berada di sana. Meskipun berbasis di jantung Itaewon, dia tidak diturunkan ke jalan malam itu.
Jalan-jalan itu diisi oleh lebih dari 130.000 orang, kebanyakan anak muda, yang datang untuk menikmati malam Halloween.
" Saya berada di stasiun, menunggu untuk dikirim untuk setiap kejahatan yang dapat terjadi di Itaewon malam itu," katanya. Tidak disebutkan tentang pengendalian massa, baik pada malam hari atau pada hari-hari menjelang Halloween.
" Kami menerima laporan adanya tawuran di dekat gang, jadi saya langsung ke lokasi," ujarnya.
Saat itulah Kim melihat orang banyak itu penuh sesak. Orang-orang diremukkan di dasar gang miring yang menghubungkan jalan utama dengan jalan berjajar di atas bukit.
(Gang sempit terjadinya tragedi Itaewon/New York Times)
Untuk mencoba mencegah lebih banyak desak-desakan massa di bagian bawah, dia memutuskan bahwa dia perlu menghentikan orang masuk di bagian atas gang.
" Seperti yang Anda lihat di video, saya mulai berteriak dan meminta orang-orang untuk pindah ke tempat lain," katanya.
Sebagian besar orang di sekitarnya menurut dan bahkan banyak yang mulai membantunya untuk mengarahkan orang banyak. Segera, lusinan orang akan memberikan CPR kepada para korban karena upaya pengendalian massa dengan cepat berubah menjadi operasi penyelamatan.
Inspektur Kim mengatakan dia tidak melihat petugas polisi lain di tempat kejadian, meskipun dia kemudian diberitahu bahwa orang lain ikut serta dalam penyelamatan.
Bekerja sendiri, tanpa megafon atau rencana aksi dasar apa pun, dia dihadapkan pada tugas yang mustahil untuk mencoba mencegah bencana yang terjadi di depannya.
" Saya merasa saya tidak melakukan yang terbaik. Saya tidak memenuhi tugas saya sebagai polisi Korea dan saya sangat menyesal," katanya.
Pada hari Kamis, seorang ibu korban menghubungi Kim untuk menyampaikan rasa terima kasihnya atas tindakannya pada malam itu.
" Saya terlalu menyesal untuk menerima terima kasih darinya," katanya.
" Saya tidak bisa melakukan pekerjaan saya malam itu. Jika saya entah bagaimana bisa bertemu dengan anggota keluarga yang berduka dan mengungkapkan permintaan maaf saya dan berbicara dengan mereka, saya ingin melakukan itu, " akunya.
Dalam perayaan Halloween itu, tercatat hanya 137 petugas polisi yang diterjunkan. Jumlah itu sangat sedikit dibandingkan massa yang datang yang diperkirakan mencapai 130.000 orang itu.
Mayoritas dari mereka yang tewas dalam tragedi itu berusia 20-an dan 30-an, dan 26 adalah warga negara asing, termasuk dua mahasiswa AS. Korban lainnya berasal dari Rusia, Iran, dan Jepang.
***
Insiden Itaewon memang patut disesalkan. Apalagi sebelumnya menurut BBC dan Yonhap sudah masuk 11 panggilan darurat dari pengunjung yang khawatir melihat begitu ramainya kerumunan massa pada malam itu di Itaewon.
(Korban tragedi Itaewon/Korea JoongAn Daily)
Panggilan darurat pertama tentang peristiwa di Itaewon masuk pada saat malam masih belum terlalu larut pada Sabtu, 29 Oktober.
" Saat ini keadaannya sangat mengerikan,” kata seorang perempuan di sambungan telepon ini, saat menjelaskan kekacauan yang terjadi di jalan-jalan sempit distrik kehidupan malam Seoul itu.
Total ada 11 panggilan darurat yang masuk ke 112, nomor kedaruratan milik kepolisian Korea Selatan.
Semuanya meminta kepada polisi untuk mengendalikan kerumunan sebelum insiden fatal itu terjadi.
Dalam panggilan darurat pertama pada 18.34 waktu setempat --beberapa jam sebelum insiden desak-desakan terjadi-- seorang penjaga toko perempuan bernama Park menggambarkan orang-orang turun dari stasiun kereta bawah tanah Itaewon.
Mereka berjalan keluar ke sebuah lorong sempit di dekat hotel dan pusat perbelanjaan Hamilton, berbaur dengan orang-orang yang hendak meninggalkan area tersebut, dan orang-orang lain yang mengantre untuk masuk ke berbagai kelab malam di sana.
" Tidak ada yang mengatur kerumunan ini sekarang. Polisi harus datang dan mengontrol ini. Anda harus mengatur supaya orang-orang bisa keluar dulu, baru mempersilakan orang-orang masuk. Sekarang orang-orang terus berdatangan sementara yang lain tidak bisa keluar, ujarnya.
Dalam wawancara dengan stasiun radio lokal CBS, Park berkata dia melakukan panggilan darurat itu setelah dia berjalan-jalan dengan anak perempuan dan suaminya, lalu terpisah dengan mereka karena kerumunan begitu padat.
Mereka akhirnya bisa berkumpul kembali dan memutuskan cepat-cepat pulang.
Dia menjelaskan ketakutannya terperangkap di dalam kerumunan yang menurutnya jauh lebih besar dari yang kerap dilihatnya di area tersebut pada akhir pekan.
Park juga menyesali tragedi ini terjadi, padahal dia sudah memberikan peringatan kepada polisi.
" Di dalam taksi saat pulang, saya berpikir situasi ini akan berbeda kalau saya menunggu di sana sampai polisi datang, membentuk (pagar manusia) dengan yang lain dan memberitahu anak-anak muda memahami bahwa situasinya berbahaya. Saya menyesalinya, ujar Park.
" Polisi mungkin bisa mengatur dengan lebih keras, dengan menutup jalan-jalan atau mengatur kereta bawah tanah, jika mereka tahu kalau akan ada banyak orang yang datang. Tetapi tidak ada polisi di sana yang bisa membuat keputusan itu, atau melakukan aksi apapun,” sesalnya.
Park juga berkata, setelah melakukan panggilan darurat itu dia juga tidak menerima konfirmasi melalui pesan pendek dari polisi, yang menginfokan tindakan cepat mereka.
Ini hal yang tak biasa bagi polisi Korea Selatan, yang selalu membanggakan tindakan mereka yang cepat dan penuh perhatian.
(Tubuh korban tragedi Itaewon/Deccan Herlad)
Menurut catatan polisi yang didapatkan oleh kantor berita Yonhap, polisi menugaskan sejumlah personel setelah panggilan telepon itu, tetapi tidak diketahui berapa yang dikirim dan tindakan apa yang mereka lakukan.
Beberapa panggilan darurat selanjutnya masuk sekitar dua jam setelah panggilan pertama, dari pukul 20.09 dan seterusnya.
Pada saat itu, jelas sudah situasi sudah semakin parah. Para penelepon mendeskripsikan mereka melihat orang-orang jatuh tersungkur setelah terdorong massa, dan beberapa orang terluka.
" Orang-orang berjatuhan dan situasi di luar kendali karena jalan tertutup di persimpangan,” kata penelepon ketiga.
Pada pukul 20.53, penelepon keempat menggambarkan situasi menakutkan yang terjadi di dekat kelab malam Bronze.
" Saya seperti terdesak banyak orang terdesak ini sangat kacau,” kata penelepon itu dengan sambungan yang terputus-putus. Berkali-kali terdengar orang-orang memohon kepada petugas, " tolong kami.”
Petugas penerima panggilan darurat meyakinkan penelepon mereka akan mengirim polisi ke lokasi. Namun catatan kepolisian menunjukkan hal ini tidak dilakukan.
Nyatanya, dari 11 telepon darurat yang masuk kepada polisi, mereka hanya mengirim petugas untuk empat telepon darurat di antaranya.
Mereka tidak lagi menugaskan personel untuk panggilan-panggilan yang masuk dari pukul 21.07 ke atas atau satu jam sebelum insiden desak-desakan terjadi.
Otoritas setempat berkata mereka menurunkan 137 personel polisi di Itaewon malam itu. Tetapi mereka jelas kalah jumlah dari ratusan ribu orang yang memadati area tersebut.
Pada Sabtu malam, panggilan-panggilan darurat terus masuk, semakin lama semakin singkat dan semakin darurat.
" Saya rasa akan terjadi kecelakaan sungguhan sebentar lagi. Semuanya tampak gila,” kata penelepon keenam.
Telepon kedelapan masuk pada 21.10 dari lokasi di depan restoran Manam-e Kwanjang, sekitar 100 meter dari Hotel Hamilton, menunjukkan seberapa besar kerumunan pada malam itu.
Setelah itu, tidak ada panggilan darurat selama 40 menit. Kemudian serbuan panggilan-panggilan terakhir masuk dengan cepat dan banyak, sebagian besar dari titik lokasi - lorong gang di sebelah Hamilton.
Penelepon kesepuluh tampaknya meracau dengan panik.
" Ya, bagaimanapun, di sini, oh tidak, datang dari lorong, saya takut, orang-orang saling dorong dan saya akan terdesak, tolong kirim orang untuk mengendalikan, ya, begitu ucapnya.
Dalam panggilan terakhir pada 22.11 - salah satu panggilan terpendek - penelepon terdengar seperti terdesak.
Begitu polisi mengangkat teleponnya, dia buru-buru berkata: " Orang-orang terus berdesak-desaank di sini.
Petugas bertanya berulang kali di mana lokasi tepatnya, namun tidak mendapatkan jawaban jelas.
Lalu percakapan ini terjadi:
Petugas: Saya akan melacak lokasi Anda. Ya. Apakah Anda berada di dekat Stasiun Yongsan, Stasiun Itaewon?
Penelepon: Ahhh (berteriak), ahhh (berteriak). Jalan di belakang Itaewon.
Petugas: Baik. Petugas akan datang ke sana.
Sambungan terputus tiba-tiba.
Empat menit kemudian, insiden desak-desakan yang mematikan itu terjadi.
***
Pada Selasa, 1 November 2022, Kepala Kepolisian Nasional Korea Selatan (Korsel) Komisaris Jenderal Yoon Hee-keun meminta maaf atas perayaan Halloween di Itaewon, Seoul, pada Sabtu malam yang berakhir dengan kematian ratusan orang.
Perayaan Halloween di kawasan permukiman di Distrik Yonsang-gu, Seoul, itu menyebabkan kerumunan massa dalam jumlah besar.
Peserta pesta berdesak-desakan di sebuah gang selebar 3,2 meter yang menurun di Itaewon sehingga menimbulkan tragedi yang menewaskan 156 orang, termasuk warga negara asing.
" Saya merasa sangat bertanggung jawab atas orang-orang yang terguncang dan berharap mereka yang terluka segera sembuh," ujar Yoon dalam konferensi pers di Seoul.
Dalam kesempatan itu, Yoon tak hanya meminta maaf. Dia juga berjanji akan melihat secara keseluruhan hal yang salah pada jajarannya.
(Jenderal polisi Yoon Hee-keun meminta maaf/Korea Herald)
" Untuk mengungkap kebenaran dengan jelas dan menentukan tanggung jawab, kami akan melakukan inspeksi dan investigasi intensif ke semua area secara cepat dan menyeluruh," ucapnya.
Untuk penyelidikan itu, Kepolisian Nasional Korsel akan melibatkan tim independen. Yoon mengungkapkan respons polisi terhadap pesta yang menjadi tragedi itu sangat kurang.
" Terkonfirmasi bahwa terdapat berkali-kali laporan darurat 112 yang memperingatkan parahnya situasi di tempat kejadian perkara sebelum insiden," katanya.
Yoon memerinci mulai pukul 18.34 terdapat 11 panggilan masuk yang mengabarkan potensi bahaya di lokasi pesta pada hari nahas itu.
" Respons penanganan di lapangan atas panggilan darudat dinilai kurang memadai," tuturnya.
Pada saat yang sama, Presiden Yoon Suk-yeol berjanji untuk menindak mereka yang bertanggung jawab atas desak-0desakan kerumuman massa Itaewon dan merombak manajemen risiko dan sistem respons polisi. Dia juga meminta maaf secara resmi sebagai presiden yang bertanggung jawab atas keselamatan publik.
" Untuk melindungi keselamatan masyarakat, diperlukan perombakan besar-besaran untuk layanan kepolisian terkait manajemen risiko dan pencegahan kecelakaan," kata Yoon dalam pertemuan yang diadakan untuk meninjau pengendalian massa dan peraturan keselamatan lainnya setelah kerumunan massa yang menewaskan 156 orang di Perayaan Halloween pada 29 Oktober di Itaewon.
(Presiden Yoon Suk-yeol/Korean Times)
" Mengenai bencana ini, kami akan memastikan bahwa kebenaran akan ditemukan dengan jelas dan membuat seluruh proses menjadi jelas bagi publik," kata Yoon. " Tergantung pada hasilnya, saya akan membuat mereka yang bertanggung jawab mengambil tanggung jawab besar."
Presiden Yoon Suk-yeol berbicara selama pertemuan tentang sistem keamanan nasional di kantor kepresidenan di Distrik Yongsan, Seoul, Senin.
Selama pertemuan tertutup itu, Yoon mengecam polisi karena kelalaian mereka dalam menanggapi insiden tersebut, menurut wakil juru bicara kepresidenan Lee Jae-myoung.
" Ketika polisi menerima panggilan darurat pertama sekitar pukul 18.34, diasumsikan bahwa situasi di lokasi bisa kacau, dan bagaimana Anda bisa mengatakan bahwa polisi tidak memiliki wewenang untuk mengendalikan situasi?" kata Yoon, mengacu pada penjelasan awal polisi bahwa mereka tidak memiliki wewenang untuk mengendalikan kerumunan.
Komentar Yoon muncul setelah laporan berita dan audit internal oleh polisi menunjukkan bahwa upaya kontrol oleh otoritas penegak hukum tidak mencukupi dan bahwa rantai komando mereka tidak berfungsi dengan baik selama insiden tersebut.
Transkrip panggilan darurat yang diterima polisi pada malam 29 Oktober menunjukkan bahwa polisi telah menerima setidaknya 11 panggilan yang jelas menunjukkan risiko kerumunan massa, tetapi petugas dikirim ke tempat kejadian untuk menanggapi hanya empat panggilan tersebut.
Polisi juga menduga bahwa kepala Kantor Polisi Yongsan, yang bertanggung jawab atas wilayah Itaewon, mungkin telah memerintahkan, setelah insiden itu terjadi, penghapusan laporan internal yang memperingatkan risiko kerumunan massa.
Juga, pejabat tinggi polisi gagal melaporkan situasi segera setelah kejadian, dan membuat laporan ke kantor kepresidenan satu jam lebih lambat dari Badan Pemadam Kebakaran Nasional.
Pengungkapan ini menghasilkan kritik terhadap Komisaris Jenderal Badan Kepolisian Nasional (NPA) Yoon Hee-keun, Menteri Dalam Negeri dan Keamanan Lee Sang-min dan Perdana Menteri Han Duck-soo, dengan blok oposisi menuntut pengunduran diri mereka.
(Demo memperingati tragedi Itaewon/BBC)
" Siapa yang bertanggung jawab untuk mencegah kecelakaan keselamatan? Ini adalah polisi," kata Yoon. " Kepolisian kami tidak begitu kompeten, dan memiliki kemampuan intelijen yang luar biasa, tetapi bagaimana mereka bisa mengawasi situasi selama empat jam tanpa melakukan apa-apa?"
Ketika presiden menunjuk polisi sebagai target perombakan, para kepala NPA kemungkinan akan termasuk, tergantung pada hasil audit internal.
Pada Mei 2014, Presiden Park Geun-hye saat itu " membubarkan" Penjaga Pantai Korea, untuk meminta pertanggungjawaban atas tanggapan buruk selama tenggelamnya feri Sewol sebulan sebelumnya, yang menewaskan 304 penumpang. Penjaga pantai dihidupkan kembali selama pemerintahan Moon Jae-in berikutnya.
Meskipun tidak mungkin bagi Yoon untuk mengambil tindakan drastis seperti itu, kemungkinan besar akan terjadi perombakan besar-besaran terhadap perwira berpangkat, termasuk Komisaris Jenderal Polisi, Kepala Badan Kepolisian Metropolitan Seoul Kim Kwang-ho dan mantan Kepala Kantor Polisi Yongsan Lee Im. -jae, yang dibebaskan dari pekerjaannya setelah kejadian itu.
Selama pertemuan hari Senin, Yoon dan para menterinya berbagi ide mereka tentang reformasi tindakan pengendalian massa negara dan sistem penyelamatan darurat untuk mencegah kecelakaan serupa terjadi.
" Salah satu risiko paling umum yang kami hadapi adalah keramaian," kata Yoon. “ Sistem kontrol keamanan yang disesuaikan diperlukan tergantung pada berbagai jenis tempat dan keramaian. Selain itu, tidak peduli seberapa canggih sistem dan manual yang kami siapkan, tragedi serupa pasti akan terulang, jika situasinya tidak dikomunikasikan dengan benar dan dibagikan dengan cepat," kata dia menambahkan.
Para peserta pertemuan menekankan perlunya penguatan kemampuan tanggap di lokasi kecelakaan, kebijakan yang dirancang berdasarkan pengalaman lapangan, hukuman untuk disiplin yang longgar dan tindakan pengendalian keselamatan berbasis teknologi.
Selama pertemuan tersebut, Yoon juga mengeluarkan permintaan maaf resmi atas insiden tersebut.
" Saya tidak bisa tidak membandingkan diri saya dengan orang tua yang kehilangan putra dan putri mereka, tetapi sebagai presiden yang harus melindungi kehidupan dan keselamatan rakyat, saya berduka dan hati saya berat," kata Yoon. " Saya menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga yang ditinggalkan yang menghadapi tragedi yang tak terlukiskan dan kepada bangsa yang berbagi rasa sakit dan kesedihan."
Hingga awal pekan lalu, Yoon dan pejabat pemerintahannya menahan diri untuk tidak meminta maaf secara resmi atas insiden tersebut, karena mereka sedang dalam proses mencari tahu apakah pemerintah bertanggung jawab atas tragedi tersebut.
Namun, karena penyelidikan menyiratkan bahwa tanggapan polisi tidak mencukupi, Yoon pertama kali menggunakan retorika " permintaan maaf" selama upacara peringatan Buddhis pada hari Jumat, dan telah membuat pernyataan serupa saat menghadiri acara peringatan keagamaan selama akhir pekan.
***
Sebagai buntut tragedi OItaewon, sebuah tim polisi khusus telah menggerebek 55 kantor, termasuk kantor Kepala Kepolisian Korsel, dalam penyelidikannya terhadap tragedy Itaewon yang menewaskan 156 orang.
Pada Selasa 8 November 2022, pukul 10 pagi, 84 petugas polisi khusus melakukan penggeledahan di kantor Komisaris Jenderal Badan Kepolisian Nasional (NPA) Yoon Hee-keun, Komisaris Jenderal Badan Polisi Metropolitan Seoul (SMPA) Kim Kwang-ho, kepala Kantor Polisi Yongsan Lee Im-jae dan Kepala Kantor Distrik Yongsan Park Hee-young.
Kantor lainnya termasuk ruang situasi 112 di SMPA, unit intelijen di Kantor Polisi Yongsan, Markas Besar Kebakaran & Bencana Metropolitan Seoul, Stasiun Pemadam Kebakaran Yongsan, markas Metro Seoul dan Stasiun Subway Itaewon.
(Tragedi Itaewon terjadi di gang sempit/Quinta Ferza)
Sekitar 130.000 orang berkumpul di Itaewon untuk perayaan Halloween pada 29 Oktober, yang menyebabkan beberapa panggilan darurat ke nomor hotline 112 polisi untuk memperingatkan potensi kerumunan massa. Kepadatan di gang-gang di belakang dan di samping Hotel Hamilton di Distrik Yongsan, pusat kota Seoul akhirnya menyebabkan kematian sekitar pukul 22:15.
Masih banyak pertanyaan tentang respon lambat pihak berwenang pada malam bencana dan mengapa tindakan pengendalian massa yang lebih baik tidak dilakukan. Polisi secara khusus dikritik karena lambat melaporkan berita buruk di rantai komando saat tragedi itu berlangsung.
Tim investigasi khusus mengatakan pihaknya berencana untuk menyita ponsel dari pemain utama dan saksi, dokumen yang berkaitan dengan perayaan Halloween, catatan komputer dan rekaman CCTV.
Pada 2 November, tim investigasi melakukan penggerebekan awal terhadap delapan kantor termasuk SMPA, Kantor Polisi Yongsan, Kantor Distrik Yongsan, Markas Besar Kebakaran & Bencana Metropolitan Seoul, Stasiun Pemadam Kebakaran Yongsan dan markas Metro Seoul.
Pada hari Senin sebelumnya, polisi telah menetapkan enam tersangka, termasuk kepala polisi Yongsan Lee Im-jae, kepala kantor distrik Park Hee-young dan Kepala Stasiun Pemadam Kebakaran Yongsan Choi Seong-beom, atas tuduhan kelalaian profesional yang menyebabkan kematian pada malam 29 Oktober. .
(Demo tragedi Itaewon menyatakan jam 18.34 saat telepon peringatan pertama masuk negara absen sehingga tragedi Itaewon meletus/BBC)
Tersangka lain, Ryu Mi-jin, seorang petugas pemantau situasi di SMPA yang bertugas pada malam tragedi itu tetapi hilang dari ruang situasi 112, didakwa melalaikan tugas, setelah awalnya mengumumkan dia juga didakwa dengan kelalaian profesional.
Dua pejabat lain dari unit intelijen di Kantor Polisi Yongsan didakwa dengan penyalahgunaan wewenang dan upaya penghancuran barang bukti.
Tim investigasi sedang mencari tahu apakah petugas polisi Yongsan ini menghapus dokumen yang menjelaskan masalah keamanan di sekitar Halloween dan apakah ada keterlibatan atasan dalam upaya menutup-nutupi.
Kepala polisi Yongsan Lee yang membawahi daerah Itaewon telah dikritik karena berbohong tentang keberadaannya pada malam tragedi, mengklaim dia berada di tempat kejadian beberapa menit setelah insiden itu terjadi pada pukul 10:17 malam. Tim investigasi menemukan bahwa Lee sebenarnya membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk sampai ke lokasi dengan mobil karena lalu lintas macet dan tiba di kantor polisi Yongsan pada pukul 11:05 malam. Padahal untuk sampai di lokasi itu cuma memerlukan waktu 10 menit jika berjalan kaki dan jika dia memilih untuk keluar dari mobilnya.
Sebaliknya, upaya Kepala Stasiun Pemadam Kebakaran Yongsan Choi Seong-beom, untuk menjaga ketertiban di tempat kejadian telah diakui dan dia adalah salah satu tokoh tanggap darurat yang paling terlihat. Dia memberikan konferensi pers di tempat sepanjang malam menjelaskan situasi dengan nada tenang, meskipun tangannya yang menggenggam mikrofon gemetar, menunjukkan bahwa dia terguncang.
Menurut Korea JoongAng Daily, upaya Choi dalam menangani bencana tersebut umumnya mendapat pujian dari publik dan masyarakat di media sosial. Banyak pihak yang terkejut karena dia ikut didakwa bersama dengan tokoh-tokoh lain.
Penyelidikan tragedi Itaewon di Korea Selatan masih terus berjalan. Tindakan keras memang diperlukan karena jelas ada kelalaian polisi. Ada 11 panggilan telepon ke nomer darurat polisi yang sudah memperingatkan bahaya kerumunan 130.000 orang yang tengah merayakan Hallowen di Itaewon. Tapi polisi lalai dan lambat mengantisipasi. Akibatnya tragedi Itaewon ini meletus dan menjadi salah satu tragedi paling mematikan di dunia. Menyedihkan. (eha)
Sumber: New York Times, BBC, Yonhap, Korea Times, Korea JoongAng Daily
Advertisement
Lesti Kejora Cerita Rambutnya Masih Kutuan Sebelum `Dirombak` Ivan Gunawan
Kakak Meninggal, Adik Gantikan Wisuda di ISI Yogya Penuh Air Mata
Ratu Ratu Queens The Series, Cerita Seru 4 Perempuan Diaspora di New York
5 Komunitas Khusus Perempuan di Indonesia, Gabung Yuk!
5 Tanda Komunikasi Orang Tua dan Remaja Sudah Berjalan Sehat
Film Sukma: Cermin Tua, Misteri Membayang, dan Ketakutan yang Dekat
XL Weekend Rush Semarang: Fun Bike, Festival Digital, dan Jaringan Lebih Kuat dari XLSMART
Lesti Kejora Cerita Rambutnya Masih Kutuan Sebelum `Dirombak` Ivan Gunawan
Kakak Meninggal, Adik Gantikan Wisuda di ISI Yogya Penuh Air Mata
Ratu Ratu Queens The Series, Cerita Seru 4 Perempuan Diaspora di New York