Situasi Wuhan/ Foto: Shutterstock
Dream - Beberapa kota di China, termasuk Wuhan, kembali dilakukan karantina atau lockdown. Hal ini karena China menerapkan kebijakan nol-Covid-19 yang diinisiasi Presiden RRC, Xi Jinping. Wuhan, tempat virus corona pertama kali terdeteksi, di mana dalam satu distrik terdapat 800.000 penduduk diminta untuk tetap di rumah hingga 30 Oktober 2022.
Hal tersebut tentu saja membuat warga Wuhan kembali merasa takut. Beberapa tahun sebelumnya Wuhan seperti kota mati, di mana banyak pasien Covid-19 bergelimpangan dan rumah sakit kewalahan.
" Kami merasa mati rasa terhadap semua itu. Kami merasa semakin mati rasa," kata salah satu warga Wuhan, yang tak disebutkan namanya.
Bila dibandingkan dengan tahun 2020, saat ini kasus Covid-19 di beberapa kota di China termasuk Wuhan memang relatif kecil. Di Wuhan, terjadi 25 infeksi baru dalam sehari selama beberapa pekan, dengan lebih dari 200 kasus selama dua minggu terakhir.
Sementara di Guangzhou dilaporkan ada 19 kasus virus baru pada 27 Oktober lalu. Dengan aturan dan pengawasan yang ketat, warga di daerah yang mengalami lockdown, mau tak mau harus tunduk.
Awal pekan ini, sekolah tatap muka dan makan di restoran di sana kembali dilarang. Kebijakan lockdown akan terus dilakukan di seluruh distrik di China jika dalam 3 hari ada lebih dari 1.000 kasus Covid-19. Hal ini demi meredam penularan secapat mungkin.
Sumber: Mothership
Dream - Hingga saat ini, Covid-19 belum sepenuhnya hilang. Masih banyak orang yang terinfeksi virus corona hingga terkapar di rumah sakit. Maka dari itu, sejumlah fasilitas publik masih mengharuskan seseorang vaksin hingga tiga kali agar bisa mengaksesnya.
Apalagi, sempat beredar kabar bahwa varian Covid-19 kembali bertambah. Jika penyebarannya cukup pesat, tentunya akan ada vaksin yang harus dibuat untuk mencegah seseorang dari varian virus Covid-19 terbaru.
Di samping beredarnya kabar varian virus baru, sejumlah peneliti juga menemukan antibodi yang mampu menetralkan semua jenis Covid-19. Antibodi yang dibuat atas hasil kerja sama peneliti Rumah Sakit Anak Boston dan Duke University ini disebut SP1-77.
Dilansir Prevention, penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan tikus yang memilliki sistem kekebalan tubuh manusia. Sehingga, respon tubuh tikus tidak jauh berbeda dengan manusia ketika terpapar virus.
© Shutterstock
Foto: Shutterstock
Setelah tikus terinfeksi virus SARS-CoV-2, ia pun diinjeksi sejumlah antibodi. Kemudian, SP1-77 terbukti mampu menetralkan virus Covid-19 jenis Alpha, Beta, Gamma, Delta, serta semua rantai Omicron yang beredar saat ini. Meski terbukti dapat mengatasi berbagai varian virus Covid-19, namun antibodi tersebut harus diteliti lebih lanjut. Apalagi, penelitiannya hanya dilakukan pada tikus.
“ Ini konsep tahap awal untuk menggambarkan antibodi yang mampu menetralisir berbagai virus pada tikus. Jika direplikasi dan diperluas, dapat menjadi dasar produk antibodi monoklonal baru serta vaksin,” kata Amesh Adalja, Ahli Penyakit Menular dan sarjana senior di Pusat Keamanan Kesehatan Johns Hopkins.
Jika vaksin yang mampu melawan berbagai virus corona bisa terbentuk, mungkin setiap orang hanya perlu melakukan vaksinasi setahun sekali atau bahkan tidak perlu melakukannya terlalu sering.
Kini, peneliti mematenkan antibodi SP1-77 dan berencana untuk membuat sesuatu yang bisa berguna untuk semua orang jika prosesnya memungkinkan.
Dream - Obat untuk pasien Covid-19 sudah sejak awal pandemi dikembangkan di China. Hasilnya, kini sudah ada obat oral atau obat minum yang dijual per botol seharga 300 yuan atau sekitar Rp659 ribu.
Obat tersebut bermerek Azvudine, diproduksi oleh Genuine Biotech Limited. Obat dikembangkan di provinsi Henan, China Tengah. Dikemas dalam satu botol terdapat 35 tablet.
Aplikasi PeduliLindungi Akan Dikembangkan Jadi Rekam Medis Digital
Chinese National Medical Products Administration sudah menyetujui peredaran Azvudine dan mulai dijual untuk perawatan pada 25 Juli 2022 lalu. Menurut Henan Daily, Genuine Biotech mampu menghasilkan 6,8 miliar pil Azvudine setahun, yang cukup untuk mengobati 200 juta orang.
Otoritas setempat juga memastikan lebih banyak keluarga Tiongkok dapat memiliki akses ke pengobatan Covid-19. Hal itu karena harga obat Covid-19 makin terjangkau.
© MEN
Angka Obesitas Semakin Meningkat di Masa Pandemi
Sebelumnya, lebih dari 10 obat oral dikembangkan di China untuk pengobatan COVID-19. Antara lain VV116 dan nukleosida anti-SARS-CoV-2 oral yang dikembangkan oleh Materia Medica of the Chinese Academy of Sciences dan Wuhan Institute of Virolog.
Kedua obat minum tersebut telah disetujui untuk penggunaan darurat dan mendapat otorisasi dari Kementerian Kesehatan Uzbekistan pada bulan Desember 2021. Sejak itu, secara resmi dua obat tersebut disetujui untuk pemasaran di Uzbekistan.
Sumber: GlobalTimes
Doa Agar Bayi Tidak Lahir Prematur, Cocok Diamalkan Ibu Hamil Supaya Bayinya Sehat
Ganti Kerupuk dengan Camilan Kaya Protein Biar Asupan Anak Lebih Bergizi
1 Abad NU dan Tantangan ke Depan
Rusuh Peru, Belum Ada Tanda Berakhir Usai Puluhan Tewas
Rusuh Peru, Pedro Costello dari Petani Jadi Presiden Lalu Digulingkan
Contoh Kata Pengantar Makalah dan Struktur Penyusunnya, Penting Dipahami untuk Keperluan Akademik
BERANI BERUBAH: Rudi Pembuat Lampu Hias dari Tempat Tidur - Berani Berubah
Ngakak! Ekspresi Turis Asing Coba Kuliner Api yang Unik dari India, Netizen: Nunggu Keluar Asapnya!
Viral! iPhone Kecemplung Minyak Goreng Panas Tapi Masih Berfungsi, Lihat Penampakannya
Spesifikasi dan Harga OPPO Reno8 T: Desain Modern, Kamera 100MP, dan Bisa Zoom 40X