Mengungkap Peradaban Papua, Situs Megalitikum Tutari di Pulau Asei Sentani

Reporter : Reni Novita Sari
Senin, 28 September 2020 11:10
Mengungkap Peradaban Papua, Situs Megalitikum Tutari di Pulau Asei Sentani
Kreasi Seniman Padukan Motif Purbakala pada Lukisan Kulit Kayu Sentani

Dream- Pulau Asei yang berada di tengah Danau Sentani, Kabupaten Jayapura dikenal sebagai surganya lukisan kulit kayu. Mereka yang baru pertama berkunjung ke Jayapura akan dibuat kagum dengan keindahannya.

Pelukis kulit kayu di Pulau Asei tak hanya melukis motif asli Setani, namun juga motif megalitik Tutari. Mereka mengakui Tutari yang merupakan motif purbakala menginspirasi pelukis kulit kayu untuk terus berkreasi.

Lukisan pada situs megalitikum tutari banyak digoreskan pada batuan beku peridiotit. Sedangkan batu-batu hitam sebagai media lukis disebut batu gabbro. Motif pada bebatuan itu banyak dijumpai seperti motif ikan, kadal, geometris dan kura-kura, tikus tanah.

Motif itu diberi nama Tutari karena berada di Bukit Tutari. Konon suku yang pernah mendiami wilayah sekitar situs adalah Suku Tutari. Suku ini memperoleh makanan dengan berburu, menangkap ikan, beternak, dan bercocok tanam.

Corry Ohee, salah satu pelukis kulit kayu di Pulau Asei Sentani menuturkan motif megalitik Tutari, walaupun bentuknya sederhana, namun hasil karya yang ditonjolkan menggambarkan seni prasejarah di Danau Sentani.

" Motif megalitik Tutari merupakan motif tertua karena peninggalan manusia prasejarah di Danau Sentani," jelasnya.

1 dari 3 halaman

Menjaga Karya Asli

Menjaga Karya Asli © foto: Balai Arkeologi Papua/Hari Suroto

Corry mengakui hampir sebagian besar pelukis kulit kayu di Pulau Asei saat ini hanya membuat lukisan seperti sebuah kerajinan dengan mengerjakan lukisan lebih praktis, misalnya ada mal atau pola motif dan pelukis hanya tinggal mewarnai dengan kuas.

" Gaya melukis yang saya jumpai saat ini ibarat seperti sablon saja, bukan lagi sebuah karya seni asli dari pelukis, tapi lebih cocok disebut sebagai sebuah kerajinan," ujarnya.

" Padahal, lukisan asli kulit kayu Asei hanya memiliki warna aslinya hitam, putih, dan merah yang dibuat dari arang, kapur dan tanah liat. Dengan alat melukis kuas dari serabut kelapa, bukan dengan kuas,” ujarnya.

Walau begitu, Corry dan sejumlah pelukis kulit kayu di Pulau Asei tetap mengingatkan pelukis lainnya untuk mempetahankan nilai asli dari lukisan kulit kayu Asei.

" Seperti menorehkan motif megalitik tutari sebagai sumber inspirasi dan berkreasi," ujarnya.

2 dari 3 halaman

Melukis Sesuai Keinginan Wisatawan

Melukis Sesuai Keinginan Wisatawan © foto: Balai Arkeologi Papua/Hari Suroto

Terkait selera, Corry menyebut, wisatawan nusantara yang mengunjungi Danau Sentani lebih suka motif lukisan tifa, burung cenderawasih, rumah adat honai, atau yang bernuansa Papua. Sementara wisatawan mancanegara, menyukai motif asli Sentani dengan warna-warna dari alam.

" Wisatawan domestik lebih suka motif lukisan tifa, burung Cenderawasih, honai, atau lebih bernuansa Papua. Sedangkan wisatawan asing lebih suka ke motif asli Sentani dengan warna asli. Tapi wisatawan domestik lebih menyukai warna yang cerah, terang, dan kekinian," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Harapan Peneliti Arkeolog Papua

Harapan Peneliti Arkeolog Papua © foto: Balai Arkeologi Papua/Hari Suroto

Peneliti Arkeolog pada Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto menyebutkan motif megalitik Tutari dapat dijadikan sumber kreativitas, selain untuk lukisan kulit kayu juga desain sablon kaos, desain logo, atau sumber inspirasi bagi pelukis kanvas.

" Motif megalitik Tutari sudah dijadikan buku muatan lokal yang diajarkan pada siswa sekolah menengah. Dalam buku muatan lokal ini juga memuat tentang panduan praktik motif megalitik Tutari untuk produk ekonomi kreatif termasuk batik motif megalitik Tutari," jelas Hari yang sedang melakukan penelitian di daerah Danau Sentani.

(Beq, Sumber : Liputan6.com)

Beri Komentar