Merinding, Buku Harian Ungkap Kehidupan Mengerikan TKI di Singapura

Reporter : Syahid Latif
Minggu, 16 Desember 2018 14:15
Merinding, Buku Harian Ungkap Kehidupan Mengerikan TKI di Singapura
Buku harian itu akhirnya mengungkap perlakuan majikan.

Dream - Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri kembali mengalami kekerasan. Kali ini dialami seorang wanita asal Banjarnegara, Sutini Tri Hefisi yang bekerja di Singapura.

Sebuah buku harian milik Sutini mengungkap tindakan keji yang dilakukan majikannya.

Mengutip laman Liputan6.com, Sutini menghembuskan napas terakhirnya pada 4 Desember 2018 setelah sempat mendapat perawatan sejak 30 Oktober di sebuah rumah sakit di Singapura.

Dua hari sebelum meninggal, Sutini sempat mendapat perawatan di Tanah Air. Namun kondisinya terus menurun.

Diduga Sutini menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Kondisi kesehatannya yang naik turun diakibatkan penyakit Meningitis, paru-paru yang dipenuh lendir, dan stroke.

Meski sebulan meninggal, Tim kuasa hukum keluarga almarhumah Sutini melapor ke polisi lantaran mencium adanya TPPO pada Jumat, 14 Desember 2018.

 

1 dari 2 halaman

Penderitaan mengerikan Sutini

Tindakan hukum ditempuh keluarga dan tim kuasa hukum usai menelusuri fakta-fakta keberangkatan TKI Sutini. Semua tindak penganiayaan terungkap dari buku harian berisi keluh kesah Sutini selama di Singapura.

Berbagai penyakit parah yang diderita TKI Sutini tak lepas dari kondisi buruk yang diterimanya selama bekerja di Singapura.

Kuasa hukum keluarga Sutini dari LBH Sikap Banyumas, Adhi Bangkit Saputra mengungkapkan, Sutini menceritakan dalam buku hariannya jika dia tak diberi makan oleh pihak agensi di Singapura selama tiga hari.

Ia pun mulai merasakan sakit kepala dan pinggang. Korban TPPO ini, selama bekerja di Singapura juga dilarang berkomunikasi dengan keluarga. Kartu SIM ponselnya diambil paksa sang majikan.

Jika kedapatan menggunakan ponsel, Sutini harus siap mendapat hukuman berat. Dia akan dikurung di gudang selama dua sampai 3 tiga hari.

Tiap hari, Sutini hanya makan satu kali. Kemudian, selama satu bulan kerja, Sutini juga tidak diberi gaji.

" Serta lima bulan berikutnya gaji diambil oleh pihak agensi, berdasarkan buku harian," Bangkit mengungkapkan, Jumat, 14 Desember 2018.

 

2 dari 2 halaman

Cuma Diupah Rp2,4 Juta

Berdasarkan keterangan keluarga, Sutini tidak mendapatkan upah semestinya. Bahkan tak jelas pula nilai atau jumlah upah per bulan Sutini.

" Gaji pertama Sutini tidak diberikan dan uang yang diterima Sutini hanya satu kali, dikirim kepada anak Sutini di Indonesia ke rekening milik adik ipar Sutini sebesar Rp 2,5 juta," dia menjelaskan.

Ketika telah kembali ke Indonesia, Sutini hanya membawa uang rupiah sejumlah Rp 185 ribu dan uang Dollar Singapura (SGD) dengan pecahan 50 SGD sebanyak empat lembar, 10 SGD sebanyak empat, 2 SGD selembar, 10 sen dua keping, lima sen satu keping

" Yang jika di rupiahkan hanya sekitar Rp 2,4 juta," ujarnya.

Bangkit menilai, terdapat beberapa pelanggaran hukum dalam kasus Sutini. Pertama, tidak dipenuhinya hak atas jaminan sosial atau BPJS sebagai syarat utama dalam penempatan pekerja migran ke luar negeri sebagaimana yang terdapat dalam ketentuan Pasal 5 huruf D dan Pasal 68 UU Nomor 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Imdonesia (UU PPMI).

Pelanggaran lain adalah penahanan dokumen milik Sutini oleh calo atau broker berinisial A alias Asri, pelanggaran hukum terhadap hak-hak keluarga almarhum Sutini karena keluarga tidak diberitahu tentang keadaan dan kepulangan Sutini. serta dugaan adanya TPPO karena perekrutan Sutini sebagai pekerja migran dilakukan perorangan, bukan oleh perusahaan resmi.