Pelajar Muslim India (Huffington Post)
Dream - Bel berdentang. Tujuh ratus siswa berhamburan. Berjejal, memenuhi lapangan sekolah. Riuh rendah di tengah kepungan debu. Inilah para pelajar di sekolah Anjuman-I-Islam, Maharashtra, India.
Seragam putih-biru polos telah menutupi asal mereka. Baju bantuan pemerintah itu telah menyembuyikan kenyataan bahwa sembilan puluh tujuh persen di antara mereka berasal dari daerah-daerah miskin yang juga kantong buta aksara.
Di lapangan itu pula mereka berusaha merajut asa. Bicara menggebu, membahas cita-cita dengan sesama teman. Namun sayang, angan mereka sirna, seperti terbang bersama debu-debu itu. Sebab, sebagian besar siswa ini akan berhenti sekolah sebelum mereka berusia 15 tahun.
Sebuah gambar statistik kusam tertempel di dinding sekolah. Seolah memberi informasi bahwa 40 persen siswa Anjuman tidak akan berhasil melewati kelas sembilan. Ini merupakan tingkat drop-out tertinggi dari semua kelompok agama dan minoritas di sana.
" Saat mulai masuk kelas sembilan itulah, para orangtua mengajak anak-anaknya untuk bekerja,” kata Direktur sekolah Anjuman, Sabina Zaveri, dikutip Huffington Post.
Jika tidak disuruh orangtua, para siswa itu kebanyakan memilih bekerja karena tergiur teman mereka yang bisa menggengam dua ratus rupee atau sekitar tiga puluh ribu rupiah perhari.
Seperti kebanyakan sekolah muslim di India, Anjuman juga penuh sesak. Tapi jumlah gurunya tak sampai dua lusin. Sebuah jumlah yang sangat tidak sebanding.
Namun sekolah ini masih dianggap mewah dibandingkan dengan yang ada di desa-desa dan daerah miskin lainnya. Anjuman adalah satu dari 4.785 sekolah menengah Urdu di Maharashtra, negara bagian terbesar kedua di India.
Sebuah dorongan membangun sekolah muslim sebenarnya sudah ada di Maharashtra itu. Namun yang dibangun itu sekolah berbahasa Urdu, bahasa yang dipakai di kalangan imigran muslim.
Sehingga strategi itu dianggap tidak jitu. Sebab lulusannya akan terhalangi jika akan meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka masih harus belajar bahasa Hindu dan bahasa Inggris.
" Mereka memiliki begitu banyak masalah membaca dan menulis karena mereka harus mempelajari bahasa Inggris juga. Mereka sangat lemah," kata Nasima Shaikh, salah satu guru bahasa Inggris di Anjuman.
Pendidikan komunitas muslim India memang sangat rendah jika dibanding kelompok lain. Hanya sekitar sepuluh persen yang melanjutkan ke bangku kuliah.
Komunitas muslim memang menjadi minoritas di India. Tak sampai lima belas persen. Sudah begitu, mereka kurang mendapat perhatian dari pemerintah di sana.
Sebuah laporan delapan tahun silam menyebut muslim India mengalami diskriminasi. Tahun lalu studi US India Policy Institute tahun lalu juga menyatakan tak ada perbaikan nasib muslim di India.
“ Tidak ada yang berubah dari pemerintah,” keluh kepala Departemen Ekonomi di Sekolah Tinggi SNDT Perempuan di Mumbai, Vibhuti Patel.
Direktur sebuah lembaga pusat pengkajian masyarakat, Irfan Engineer, ingin perjuangan politik di India sehingga pemerintah menggelontorkan dana lebih besar untuk pendidikan yang saat ini hanya tiga persen dari anggaran negara.
“ Tidak ada yang berjuang bagi umat Islam untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi,” katanya.
Advertisement
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Ditagih Janji Rp200 Juta oleh Ibu Paruh Baya, Ivan Gunawan: 'Mohon Jangan Berharap Bantuan Saya'