Tim Gabungan TNI-Polri (Foto: Liputan6.com)
Dream - Risiko menjadi anggota TNI maupun Polri sangat besar. Seorang prajurit harus siap tempur menghadapi musuh, kapan saja. Nyawa menjadi taruhannya. Misalnya anggota TNI dan Polri yang ditugaskan di Papua, mereka harus berhadapan dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Rusdi Hartono, mengatakan, terdapat 14 ASN Polri menjadi disabilitas akibat kecelakaan saat bertugas, baik karena terkena tembakan maupun granat.
Akan tetapi, tantangan tersebut tidak menjadi penghambat bagi para prajurit negara untuk tetap berkontribusi kepada Indonesia.
Setidaknya, hal tersebut yang diutarakan Perwira Pertama (Pama) SDM Polda Sulawesi Selatan, Iptu Anton Tonapa. Dia dalah Komandan Tim (Dantim) Bravo 9 Belukar yang tertembak ketika terjadi kontak senjata dengan KKB Papua.
" Saya datang ke Papua untuk menjaga NKRI," tutur Anton, dikutip dari merdeka.com, Senin 30 Agustus 2021.
Kisah ini bermula saat tim yang dipimpin Anton melakukan evakuasi. Akan tetapi, terjadi perubahan strategi tepat satu hari sebelumnya, yakni pada tanggal 26 April 2021 sebelum tim gabungan TNI-Polri mengeksekusi para anggota KKB Papua.
Perubahan rencana tersebut mengakibatkan Tim Bravo 9 Belukar yang tadinya merupakan tim evakuasi, menjadi tim penindak. Hal ini bertujuan menggantikan dua Tim Nanggala dan satu Tim Belukar yang terlanjur keberadaannya diketahui KKB. Sebelumnya, ketiga tim tersebut merupakan tim penindak.
Anton Tonapa mengisahkan, ketika mereka melakukan observasi di Ilaga Kabupaten Puncak, Papua, terdengar suara tembakan sebanyak tiga kali yang ternyata membidik Bharada I Komang Wira Natha (saat ini berpangkat Bharatu Anumerta). Tembakan tersebut mengenai lengan, punggung, dan kaki Komang.
Sebagai seorang komandan, Anton mengaku teguncang atas tertembaknya salah satu prajurit dari timnya. Terlebih, Anton memiliki kedekatan erat dengan Komang.
Saat itu, Komang masih berteriak sambil menahan sakit dan Anton merasa nyawa prajuritnya bisa diselamatkan. Akhirnya, ia meminta seluruh timnya melakukan evakuasi dengan sigap dan penuh kehati-hatian di tengah hujan peluru yang berasal dari bukit. Komang berhasil diamankan oleh rekan-rekan timnya, namun penyerangan masih terus berlanjut.
Tak lama setelahnya, secara tiba-tiba, peluru yang berasal dari KKB Papua berhasil mengenai punggung Anton. Ia langsung merasakan kram dan sempat mati rasa. Refleks, dirinya langsung merebahkan tubuh dan mengamankan diri di tempat Komang sempat berlindung.
Baku tembak yang terjadi mengakibatkan helikopter evakuasi tidak dapat melakukan pendaratan. Mobil dan kendaraan lainnya juga tidak dapat digunakan untuk mengevakuasi mereka akibat medan yang terlalu ekstrem.
Anton terpaksa diarahkan untuk melakukan evakuasi dengan berjalan kaki. Padahal, selain Komang dan Anton, terdapat Muhammad Syaifiddin yang terkena tembakan di bagian perut.
Kondisi tersebut mengakibatkan tim yang dipimpin Anton merasa terpukul. Terlebih ketika Komang menghembuskan napas terakhirnya sebelum mendapat perawatan di rumah sakit.
Suasana berkabung menyelimuti seluruh anggota tim yang terlibat. Akan tetapi, perasaan tersebut tidak menghentikan semangat perjuangan mereka.
“ Saya, dalam keadaan luka dan berdarah, berjalan kaki sejauh satu kilo,” tutur Anton.
Ketika telah mencapai medan dengan situasi yang lebih kondusif, helikopter yang berasal dari Polri akhirnya datang dan berhasil melakukan pendaratan. Evakuasi lantas dilakukan untuk Anton dan Syaifiddin dengan membawa mereka guna dirawat di Rumah Sakit Timika.
Meski tidak ada organ vital yang mengalami kerusakan, Anton mengatakan dirinya masih merasa trauma atas kejadian penembakan yang ia dan timnya alami.
Ia mengaku masih dihantui dengan suara menyerupai tembakan, merasa tidak nyaman, dan takut ketika menaiki mobil. Dirinya bahkan masih terlintas bayang-bayang peristiwa penembakan saat dirinya terkena peluru.
Setiap mendengar suara menyerupai tembakan, acap kali terdapat refleks untuk melindungi diri.
Sebelumnya, ketika masih menjalani perawatan di RS Timika, ia bahkan sempat lompat dari tempat tidur dan meneriakkan agar istrinya melakukan tiarap guna menghindari tembakan. Meskipun, suara tersebut sesungguhnya berasal dari petir.
“ Di situ saya trauma, semuanya terasa menghantui,” ucapnya.
Hingga saat ini, Anton masih berupaya untuk memulihkan dirinya dari trauma pascakejadian yang menghantui.
Polri diketahui memberikan prioritas pengobatan kepada para prajurit pembela negara sebagai penghargaan atas jasa serta pertumpahan darah yang telah mereka berikan demi menjaga keutuhan Indonesia.
Anton pun mengatakan, tidak ada personel yang diabaikan dan seluruhnya mendapatkan pengobatan guna memulihkan kondisi.
Pihak Polri pun juga memfasilitasi Anton untuk menjalankan terapi guna memulihkan trauma yang dihadapi.
Iptu Anton Tonapa berpesan kepada seluruh TNI dan Polri untuk tetap semangat dalam menjalani latihan agar terbiasa dengan situasi apapun di lapangan.
Perjuangan Anton beserta timnya telah menunjukkan bahwa Polri sebagai penegak hukum tidak pernah gentar mempertahankan NKRI dan melakukan tindakan terhadap kelompok kriminal. Ia berharap generasi muda dapat meneruskan semangat perjuangan para TNI dan Polri dalam mempertahankan keutuhan Indonesia.
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN