Masjid Di Islandia (hemiddleeastmagazine.com)
Dream – Jarum jam sudah menunjuk pukul sembilan malam. Namun di kota Oslo, Norwegia, langit belum lagi gelap. Senja, sebuah perbatasan antara terang dan gelap, belum sepenuhnya tiba. Matahari masih bersinar terang.
Bagi warga negara Indonesia yang tinggal di Norwegia seperti Yuwono Putranto, ini adalah Ramadan yang berat. Sebab, menurut Alquran, waktu berpuasa adalah sejak matahari terbit hingga matahari tenggelam.
Bahkan, di sejumlah tempat di Norwegia, matahari tak pernah tenggelam pada bulan Juni, Juli. Di sejumlah tempat di Norwegia, terutama di bagian utara, termasuk kota Tromso, pada periode musim panas bulan Juni dan Juli adalah waktu terjadinya Midnight Sun (Matahari Tengah Malam). Saat momen itu terjadi, matahari nyaris tidak tenggelam.
Waktu imsak pada tanggal 23 dan 24 Juni 2015 di ibu kota Norwegia, Oslo, adalah pukul 02.18 dan waktu buka puasa pukul 22.47. Itu artinya waktu berpuasa di kota Oslo nyaris 21 jam.
Dengan demikian bagi Yuwono, yang kini menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Norwegia, dia harus berpuasa puluhan jam. Itu artinya dia hanya punya kesempatan tiga jam untuk sahur sekaligus berbuka.
" Setelah membatalkan puasa, biasanya saya makan malam menjelang tengah malam. Jadi praktis makan sekali saja. Buka sekaligus sahur. Dan menjelang imsak tinggal minum," kata Yuwono kepada BBC Indonesia.
Saat ini terdapat sekitar 200.000 muslim di Norwegia dari berbagai bangsa termasuk Indonesia, Pakistan, Somalia dan Timur Tengah.
Bulan suci Ramadan, memang merupakan saat yang tepat untuk melakukan instrospeksi dan pembaruan spritual bagi umat muslim di seluruh dunia. Namun, dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai rintangan.
Bahkan, tak hanya di Norwegia, masyarakat muslim di sejumlah negara Eropa lainnya, memiliki tantangan yang lebih besar dibandingkan masyarakat muslim di belahan bumi lain.
Mereka harus menjalankan puasa hampir satu hari penuh. Pasalnya, matahari di negara ini hanya sebentar membenamkan diri. Sementara, umat muslim harus berpuasa dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Seperti juga di Islandia dan St Petersburg Rusia. Di negara yang sejajar ini, lamanya siang pada tahun ini diperkirakan berlangsung selama 22 jam. Memang ini kondisi yang dilematis untuk memilih perintah agama secara harfiah, tetapi tetap harus menjaga kondisi tubuh.
© Dream
Muslim St. Petersburg: Puasa 22 Jam Hanya Sebuah Tantangan Ekstra Keimanan
Ramadan di kota matahari tak pernah terbenam ini memberikan tantangan tersendiri bagi umat muslim di kota St Petersburg, Rusia. Diperkirakan tahun ini, siang di St Petersburg berlangsung selama 22 jam.
Kini saatnya para penduduk kota dengan populasi lebih dari 1 juta orang ini merayakan 'malam putih' yang terjadi dari awal Mei hingga awal Juli.
Ini suatu tuntutan berat bagi populasi muslim di kota itu. Pasalnya, Alquran hanya memberikan penjelasan mengenai keringanan berpuasa hanya bagi orang sakit, musafir, dan perempuan hamil dan menstruasi. Tetapi tidak ada petunjuk eksplisit keringanan bagi muslim yang tinggal jauh di utara bumi.
Menurut otoritas muslim di St Petersburg seperti dikutip dari The Guardian, siang yang lama di kota ini hanyalah sebuah tantangan ekstra untuk keimanan mereka.
" Di St Petersburg, muslim melihat ini sebagai ujian. Mereka tetap berpuasa dan menunggu 21-22 jam untuk berbuka puasa. Mereka hanya memiliki waktu 3 jam untuk makan," ujar salah seorang karyawan St Petersburg and Northwest Regional Muslim Spiritual Centre.
Ketika ditanya mengenai kesulitan mengatur waktu dengan kondisi tersebut, dia menyebutkan sejauh ini bukan suatu masalah bagi orang yang beriman.
" Islam adalah jalan hidup. Bagi kami, puasa sama dengan bangun pagi hari dan menggosok gigi," ujarnya.
Yelizaveta Izmailova, salah seorang karyawan administrasi sekolah, mengatakan dia bersama keluarganya selalu mengikuti jadwal berpuasa yang diberikan masjid pusat.
" Bulan ini, waktu berbuka sangat lama sejak kita melaksanakan salat Subuh pada jam 2 pagi dan Maghrib yang tiba sekitar 10.30 malam. Tentu ini merupakan beban berat bagi tubuh manusia, tetapi ini pilihan bagi setiap muslim," katanya.
Banyak muslim di St Petersburg merupakan pendatang dari bekas republik Soviet di Asia Tengah dan Kaukasus. Mereka bekerja di bidang konstruksi dan industri dengan upah rendah. Shakir, salah satu pekerja industri logam dari Tajikistan menyatakan kebanyakan muslim yang berpuasa adalah orang tua dan mereka yang tidak bekerja.
" Saya memiliki pekerjaan yang sulit jadi sulit berpuasa di hari yang panjang ini, kamu tidak boleh minum dan makan sebelum matahari terbenam," ujarnya.
Meskipun tidak ada angka pasti jumlah muslim di St Petersburg, Idul Fitri tahun lalu terdapat 42 ribu jamaah di dua masjid utama. Mereka semua tidak tertampung di masjid sehingga menggelar salat Id hingga ke jalan.
© Dream
Meski Sedikit, Penduduk Muslim Islandia Semangat Berpuasa
Hal serupa juga akan dialami masyarakat muslim di Reykjavik, Islandia. Berpuasa tahun ini akan terasa panjang bagi mereka karena harus berjuang sekitar 21 jam menahan lapar dan dahaga.
Seperti dikutip dari Dailysabah, Omer dan Mercan Koca, yang telah tinggal di Islandia selama bertahun-tahun, terus melakukan puasa dengan tradisi negara asalnya, yakni Turki. Dia datang ke negara itu karena ikut ayahnya. Kini, saat berbuka, dia suka mengundang kerabat dan teman dengan menyajikan santapan asal Turki.
Dia mengakui untuk melaksanakan ibadah puasa Ramadan memang membutuhkan sedikit perjuangan karena waktu puasa yang cukup panjang.
" Kami sudah bekerja pada siang hari, mengurus anak-anak, tetapi malam belum juga kunjung datang," ungkapnya.
Menurutnya, ada sejumlah muslim di negara ini, ada yang memilih berpuasa 18 jam mengikuti ketentuan dari Icelandic Islamic Cultural Center, tetapi ada yang berpuasa 22 jam sesuai aturan dalam Al Quran.
Islandia merupakan negara dengan komunitas muslim terkecil di dunia. Hanya sekitar 770 orang teregistrasi beragama Islam atau hanya 0,24% dari seluruh penduduk di Islandia.
Islam masuk ke Islandia sekitar tahun 1627 yang dibawa oleh seorang warga Belanda beragama Islam bernama Jan Janszoon van Haarlem. Peradaban Islam di Islandia mulai mendapatkan tempat sekitar tahun 1970 ketika mulai banyaknya imigran muslim asal Kosovo.
© Dream
Polemik Keringanan Berpuasa di Negara 'Malam Putih'
Waktu puasa yang panjang itu tak pelak kembali memunculkan perdebatan mengenai tuntunan berpuasa di negara Eropa yang memiliki waktu siang sangat panjang. Seperti negara-negara utara dunia misalnya, negara ini memiliki waktu siang 21 hingga 22 jam.
Banyak pihak menyarankan agar waktu berpuasa bisa dipersingkat.
Seorang peneliti senior di Quilliam Foundation, lembaga pemikir Islam di London, Sheikh Usama Hasan, telah mengeluarkan fatwa yang mangatakan umat Islam Eropa dapat mengikuti 'pagi dan malam' negara muslim terdekat.
Hal ini berarti umat muslim di Inggris bisa mengikuti puasa di Mekah dengan lama 12 jam seperti lama waktu berpuasa biasa. Fatwa tersebut dikeluarkan atas pertimbangan kesehatan terutama bagi orang tua.
Namun, tidak semua orang menyetujui fatwa tersebut. Direktur Eksekutif di Pusat Islam di New York University, Imam Khalid Latif, mengatakan fatwa tersebut tidak dapat berlaku di sana. " Puasa harus dari fajar sampai senja, di New York dari 3.30 pagi hingga 08.30 malam," ujarnya.
Memang, ada pengecualian bagi mereka yang sakit dan tidak memungkinkan untuk berpuasa, hamil, dan orang tua. Imam Khalid menambahkan bagi mereka yang memiliki masalah medis pun harus berkonsultasi dengan dokter.
" Jika waktu berpuasa dipersingkat maka akan menimbulkan masalah. Pasalnya, ini sebuah ritual yang mekanismenya sudah diatur dalam Alquran yaitu dari fajar sampai terbenam matahari. Di New York memiliki waktu berpuasa yang panjang, tetapi kami berusaha untuk melakukannya," tegas Khalid.
Beberapa sarjana Muslim pun telah menulis bahwa penduduk di wilayah utara bumi mendapatkan keringanan berpuasa, bahkan boleh tidak berpuasa.
" Menurut petunjuk Alquran, puasa di daerah dekat kutub tidak perlu saklek waktunya karena memang wilayah-wilayah ini tidak memiliki waktu yang normal," ujar Musa Bigiev.
Literatur keagamaan lainnya menunjukkan bahwa muslim yang tinggal di ujung utara bumi bisa mengikuti puasa Ramadan sesuai dengan waktu matahari terbit dan terbenam di Mekah atau kota muslim terdekat.
Apa pun perdebatan itu, umat muslim di Norwegia, St Petersburg, dan Islandia, memilih tegar. Mereka tetap menjalani puasa terpanjang di dunia itu dalam kekushyukan. Mereka melihat hal ini sebagai ujian. Dan, mereka menjalaninya dengan ikhlas… (eh)
Advertisement
Upgrade Gaya Hidup Digitalmu dengan eSIM XL PRIORITAS, Pilihan Premium Masa Kini

Ibadah Lancar, Komunikasi Aman: Tips Itinerary Umroh & Internet Hemat


Bencana di Sumatera Sebabkan Krisis Air Bersih bagi Warga Terdampak

Dompet Dhuafa Kirim 60 Ton Bantuan Kemanusiaan untuk Penyintas Bencana di Sumatera
