Taksi (2): Sopir Jujur Ini 3 Kali Temukan Uang Jutaan di Taksi

Reporter : Sandy Mahaputra
Senin, 15 Juni 2015 19:01
Taksi (2): Sopir Jujur Ini 3 Kali Temukan Uang Jutaan di Taksi
Sudah tiga kali mengembalikan barang bernilai puluhan juta, dan puluhan kali ponsel yang tertinggal. Kisah sopir jujur yang sudah 25 tahun menyusuri jalanan Ibukota Jakarta.

Dream - Air wudhu sejuk membasuh wajah Suharto. Lengan, kaki dan mulutnya pun terasa bersih pada dini hari itu. Salat Subuh terasa menenangkan hatinya.

Berucap syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah, termasuk pekerjaannya sebagai sopir taksi yang telah dilakoninya selama 25 tahun terakhir.

Doa yang dipanjatkan baru saja usai ketika telepon genggam yang tergeletak di lantai menyala keras. Suharto meraihnya dengan ogah-ogahan.

" Hallo..," sapa Suharto dengan nada letih.

" Pak...ini dari kantor pusat," kata suara dari seberang, membuat Suharto langsung terhenyak.

" Coba cek sekarang, apa ada tas yang tertinggal di taksi? Itu isinya uang," lanjut pria bersuara tegas di ujung telepon.

Makin kaget Suharto langsung mencari istrinya, setelah pembicaraan di telepon usai. Sengaja dia mengajak istrinya, Sri Sri Mulyati, menemaninya memeriksa. Harus ada saksi, fikirnya.

Pada subuh yang masih gelap, mereka bergegas menuju taksi yang semalaman terparkir di ujung gang rumah kontrakannya kawasan Ciganjur, Jakarta Selatan.

Mereka mencari-cari hingga menemukan sebuah tas kecil seukuran bata merah tergeletak di bawah jok, tepat di belakang kursi pengemudi.

" Coba kita cek," ajak Suharto ke istrinya. Saat resleting baru terbuka setengah, mata pria 54 tahun itu terbelalak dan badannya lemas. Segepok uang pecahan masing-masing 100 dollar Australia langsung terlihat. " Wah duit...," kata Suharto dengan tangan gemetar menutup lagi tas itu.

Waktu itu, bisa saja dia mengelak dan lapor ke kantornya, bahwa tak ada tas di taksinya. Apalagi saat itu dia tengah butuh uang karena biaya kuliah anaknya yang masih tertunggak.

Namun Suharto tak pernah mengambil yang bukan hak dia. Pagi itu buru-buru dia kembali ke pangkalan taksinya untuk melaporkan uang yang ditemukan dia.

Di kantor, dompet itu dibuka di depan atasan dan rekan sesama sopir taksi Express. Bersama mereka menghitung. Jumlahnya 100 lembar pecahan 100 dolar Australia (sekitar Rp 100 juta). Plus parfum dan baterai cadangan (power bank).
Dia segera membuat berita acara. Setelah itu atasannya memerintahkannya untuk mengembalikan secara langsung ke alamat pemilik.

Di tengah perjalanan, telepon genggam Suharto berbunyi. Meski tidak mengenal nomor yang menghubunginya, dia angkat telepon itu.

Di ujung telepon memperkenalkan diri, Leonard Dela Torre, warga negara Australia pemilik tas itu. Leonard mengaku uang itu hidup dan matinya. Dia akan memakainya untuk operasi sang ibu yang terkena kanker.

Menjelang pukul delapan pagi, Suharto dengan ditemani dua sekuriti apartemen menemui Leonard. Di hadapan mereka semua, uang dihitung. Pas. Tak ada yang kurang selembar pun.

Sang pemilik uang, Leonard tak hentinya mengucapkan terimakasih. Atas kejujuran Suharto dan sebagai rasa terimakasihnya,

dia memberikan dua lembar pecahan 100 dolar Australia. Uang ucapan terima kasih itu langsung ditukarkan Suharto untuk biaya sekolah anaknya. Lebih kurang dia mendapat Rp 2 juta 30 ribu.

" Saya pakai bayar uang sekolah anak di SMK yang nunggak lima bulan. Meski pun masih kurang Rp 3 juta lagi buat nebus ijazah," kata pria kelahiran Cirebon, 9 Desember 1961.

Yang lebih mengejutkan....

1 dari 2 halaman

Berulang Kali Temukan Uang Jutaan Rupiah

Berulang Kali Temukan Uang Jutaan Rupiah © Dream

Suharto mungkin salah seorang sopir taksi yang unik. Bukan soal kejujurannya, tetapi sepanjang karirnya sebagai pengemudi taksi, dia mengalami hal yang nyaris sama sebanyak tiga kali : Penumpang ketinggalan 'barang' berharga di dalam taksinya.

Dia masih ingat peristiwa 15 tahun lalu saat menemukan dompet penumpang tertinggal di taksinya. Ketika diperiksa, dompet itu berisi 20.000 dolar AS dalam pecahan 100 dollar. Plus pecahan lokal Rp 9,99 juta.

Total jendral nilainya sekitar Rp 250 juta. Dompet milik warga Pondok Indah itu tertinggal usai Suharto mengantarkannya ke gereja di kawasan Melawai.

" Waktu itu saya cek sendiri. Pas lihat, Astagfirullah ini uang banyak sekali. Saya lapor ibu saya, dia bilang harus dikembalikan. Saya kembalikan, lalu pemiliknya kasih saya Rp 90.000, saya sudah bersyukur sekali," kenang Suharto.

Nah, kejadian kedua dialaminya setahun berikutnya. Kali ini dompet milik juragan sapi yang berisi uang puluhan juta berikut kalung emas dan surat tanah. Saat itu Suharto mengantarkan langsung barang berharga tersebut beradasarkan alamat KTP yang ada di dalam dompet.

Waktu itu, penumpang naik dari Ciputat dan turun di Kebayoran Lama. Begitu menemukan dompetnya, Suharto antar hari itu juga bersama ibu dan istrinya. Pemilik barang itu mengaku sudah berniat memberikan imbalan, jika dompetnya yang hilang bisa ditemukan.

" Siapa pun yang balikin dompet, bakal saya kasih Rp 100.000," kata Suharto menirukan pemilik dompet. Bagi Suharto angka itu sudah cukup lumayan.

2 dari 2 halaman

Berkah dari Kejujuran

Berkah dari Kejujuran © Dream

" Kunci hidup saya ada tiga. Pertama, puasa Senin dan Kamis. Kedua, salat Dhuha, dan ketiga jujur. Insya Allah rejeki pasti ada. Sudah diatur Allah," ujar pria berkaca mata itu.

Keseharian Suharto sangatlah sederhana. Dia tinggal di kontrakan seukuran dua kali lapangan bulutangkis. Rumah itu ditempatinya bersama istri dan ketiga anaknya. Hampir tujuh tahun ia keluarga menghuni rumah yang tiap bulan harus dibayar Rp700 ribu.

Rumah di gang kecil--hanya bisa dilewati motor-- itu memang serasa sempit. Jarak ruang tamu dan kamar hanya tiga langkah saja.

Tanpa meja dan bangku, keluarga Suharto menjamu tamu dengan lesehan beralaskan dipan. Di teras nampak ada setumpuk barang bekas yang tidak tertata rapih.

Sebagai sopir taksi, penghasilan Suharto tak seberapa. Kalau ramai bisa bawa pulang Rp 300-200 ribu, kalau sepi bisa tidak bawa uang sama sekali.

Meski hidup serba pas-pasan, Suharto yang cuma lulusan SMA menolak menyerah. Ia rela banting tulang demi menyekolahkan ketiga anaknya hingga ke perguruan tinggi.

Anak pertamanya, M.Fahri Mahdi (21 tahun) Mahasiswa semester 4 Bina Sarana Informatika (BSI) Jakarta. Arief Lutfi (19 tahun) baru saya menamatkan sekolahnya di SMK AL HIdayah dan yang terakhir, M. Anwar Salim (13 tahun) masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) kelas 1.

Sebelum menjadi sopir taksi, Suharto sempat berdagang. Jadi karyawan perusahaan Perancis. Akhirnya pindah menjadi sopir taksi. Pertama kali ia bekerja di Gemini Taksi.

Ia terus menekuni pekerjaannya sebagai sopir taksi. Dari satu pool ke pool taksi lain Suharto berpindah-pindah hampir 25 tahun. Di mata istri dan anak-anaknya, Suharto adalah sosok pria yang selalu mengajarkan kejujuran. Ia selalu berpesan tidak mengambil barang yang bukan haknya.

" Dari dulu bapak ya begitu. Agama nomer satu. Ia selalu menanyakan sudah salat, bukan tanya sudah makan belom atau yang lainnya ke anak-anak," kata Sri bangga.

" Bapak selalu ajarkan kita soal kejujuran. Dulu dia sering nemu HP di taksi, tapi sama bapak selalu dikembalikan, engga pernah diambil," ujar Fahri, putra sulung Suhrato, menimpali.

Menemukan handphone sudah tak terhitung mungkin bagi Suharto. Tapi kalau uang dalam jumlah besar sudah tiga kali.

 

Laporan: Amrikh Palupi

Beri Komentar