Nenek Fatimah (merdeka.com)
Dream - Kisah nenek Fatimah yang digugat anak kandung dan menantunya, Nurhana dan Nurhakim, menjadi sorotan publik. Banyak yang menyayangkan gugatan Rp 1 miliar kepada nenek berusia 90 tahun itu. Apalagi yang melayangkan gugatan sengketa lahan itu bukanlah 'orang lain'.
Ujung pangkal sengketa itu adalah transaksi jual beli lahan seluas 397 meter persegi oleh Nurhakim dan Haji Abdurrahman, mertua sekaligus suami Fatimah. Tanah yang terletak di Jalan KH Hasyim Asari, RT 02/01 No 11, Kelurahan Kenanga, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, itu mulanya milik Nurhakim. Pada 1987, tanah itu dibeli almarhum Abdurrahman seharga Rp 10 juta.
Namun, Nurhakim mengaku tak mendapat bayaran atas tanah itu sampai Abdurrahman meninggal. " Nurhakim sempat pindah ke Palangkaraya, Kalimantan, bersama Nurhana. Saat mengetahui mertuanya meninggal, dia pulang ke Tangerang untuk minta supaya tanah itu dibayar," kata pengacara Nurhakim dan Nurhana, M Singarimbun, sebagaimana dikutip Dream dari merdeka.com, Kamis 25 September 2014.
Namun, tambah M Singarimbun, Fatimah menolak karena merasa telah membayar tanah itu kepada Nurhakim. " Akhirnya dia (Nurhakim) meminta sertifikat tanahnya dikembalikan, tapi tidak diberikan juga. Karena itu dia layangkan gugatan ke pengadilan," jelas dia.
Sebenarnya, masalah itu telah dibicarakan secara kekeluargaan. Namun beberapa kali mediasi yang dilakukan gagal menemukan kata sepakat. Pihak Fatimah bersikeras tidak mau menyepakati permintaan Nurhakim.
" Harapan kami sih ingin diselesaikan baik-baik, tanahnya dibayar atau sertifikatnya dikembalikan saja. Tapi mereka tetap bersikukuh," tukas M Singarimbun.
Menurut dia, gugatan yang diajukan oleh Nurhana dan Nurhakim tak mencapai Rp 1 miliar seperti yang banyak diberitakan. Kliennya hanya meminta ganti rugi sebesar Rp 2 juta permeter luas lahan. Ganti rugi itu berdasarkan hitungan harga tanah saat ini. " Tidak sampai Rp 1 miliar, hanya sekitar Rp 800 jutaan," jelas M Singarimbun.
Tanah Sudah Dibayar
Sementara, anak bungsu Fatimah, Amas (37), mengatakan almarhum ayahnya telah membayar sebesar Rp 10 juta kepada Nurhakim. Bahkan H Abdurrahman juga memberikan uang Rp 1 juta untuk Nurhana sebagai warisan.
" Pembayaran tanah itu disaksikan juga oleh kakak-kakak saya. Sertifikat tanahnya sudah dikasih oleh Nurhakim ke Bapak. Tapi masih atas nama Nurhakim," kata Amas.
Menurut dia, sertifikat tanah itu hingga kini belum dibalik nama, karena Nurhakim tidak pernah mau untuk melakukan proses itu. " Dia nggak mau, dengan alasan masih keluarga, masa sama menantu tidak percaya. Atas dasar kepercayaan itu, ibu ngikutin saja. Padahal dia sudah pernah buat surat pernyataan siap balik nama sertifikat, kan aneh," jelas dia.
Namun belakangan Nurhakim menggugat tanah itu dengan mengaku tidak pernah dibayar oleh Abdurrahman. Awalnya, kata Amas, Nurhakim meminta Fatimah dan anak-anaknya membayar Rp 10 juta, lalu naik menjadi Rp 50 juta, Rp 100 juta, hingga Rp 1 miliar.
" Keluarga sudah melakukan mediasi, tapi dia tetap meminta keluarga untuk membayar tanah itu. Ya tidak mungkin bisa, jumlahnya mahal sekali," tukas dia.
Hingga akhirnya Nurhakim memasukkan gugatan ini ke PN Tangerang pada 2013 silam dengan tudingan penggelapan sertifikat dan menempati lahan orang tanpa izin.
" Laporannya masuk ke pengadilan perdata, dengan gugatan ganti rugi Rp 1 miliar. Selain ibu, tiga kakak saya juga menjadi tergugat, yakni Rohimah, Marhamah dan Marsamah. jika tidak bisa membayar, ibu akan diusir dari tanah itu. Kita seperti diperas, padahal ibu dan kakak saya sudah tinggal di sana dari tahun 1988," jelas Amas. (Ism)
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN