Gubernur Papua Angkat Suara Soal Ibu Hamil Meninggal Usai Ditolak 4 Rumah Sakit
© 2025 Https://www.instagram.com/matius_fakhiri
Reporter : Hevy Zil Umami
Tragedi kematian seorang ibu hamil dan bayinya di Sentani, Papua, mengguncang publik dan memicu gelombang keprihatinan nasional.
DREAM.CO.ID - Tragedi kematian seorang ibu hamil dan bayinya di Sentani, Papua, mengguncang publik dan memicu gelombang keprihatinan nasional. Peristiwa memilukan itu diduga terjadi setelah keluarga korban berusaha mendapatkan pertolongan medis, namun ditolak oleh empat rumah sakit. Kasus ini langsung mendapat perhatian Gubernur Papua, Matius Fakhiri, yang menyampaikan respons keras melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, @matius_fakhiri.
Unggahan tersebut, yang di-posting satu hari lalu, berisi pernyataan menyentuh dan tegas. Gubernur menyoroti bahwa tragedi semacam ini seharusnya tidak terjadi di mana pun, apalagi di tengah upaya pemerintah memperbaiki layanan kesehatan di Papua. Baginya, kematian ibu hamil dan bayinya bukan hanya duka keluarga, tetapi kegagalan sistem yang harus segera dibenahi.
Dalam pernyataannya, Gubernur Fakhiri mengungkapkan penyesalan mendalam atas terjadinya insiden tersebut. “Kematian seorang ibu hamil dan bayinya di Sentani adalah duka yang tidak dapat diterima dan menjadi tamparan keras bagi seluruh sistem pelayanan kesehatan kita,” tulisnya.
Ia kemudian menyampaikan permohonan maaf resmi kepada keluarga korban. “Sebagai Gubernur Papua, saya menyampaikan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya kepada keluarga besar Kabey–Sokoy. Tidak ada alasan apa pun yang dapat membenarkan buruknya pelayanan, apalagi ketika nyawa seorang ibu dan anak dipertaruhkan,” ujarnya.
Apa yang terjadi pada keluarga Kabey–Sokoy menjadi simbol masalah yang lebih besar: kesenjangan standar pelayanan antara fasilitas kesehatan, kultur birokrasi yang berlapis, dan kurangnya respons cepat terhadap kasus kegawatdaruratan medis. Gubernur Fakhiri menegaskan bahwa tragedi tersebut membuka mata semua pihak mengenai masih adanya rumah sakit yang lebih mengutamakan urusan administrasi dibanding keselamatan pasien.
Ia menulis, “Tragedi ini membuka mata kita bahwa masih ada rumah sakit yang lebih sibuk dengan prosedur administrasi daripada menyelamatkan manusia. Ini harus dihentikan.”
Pernyataan tegas itu bukan sekadar bentuk empati. Bagi Fakhiri, tragedi Sentani adalah momentum untuk melakukan perombakan serius dalam sistem kesehatan Papua. Ia mengumumkan beberapa langkah cepat yang sudah diperintahkannya kepada jajaran pemerintahan provinsi.
Gubernur menyampaikan tiga instruksi utama:
- Evaluasi total seluruh rumah sakit di bawah Pemerintah Provinsi Papua.
Pemerintah akan menilai ulang standar operasional, manajemen, dan respons terhadap kondisi darurat di semua fasilitas kesehatan provinsi. Evaluasi ini disebut akan mencakup aspek SDM hingga koordinasi antarinstansi. - Pergantian direktur rumah sakit yang lalai dan tidak mampu memberikan pelayanan.
Ini menjadi sinyal bahwa pemerintah provinsi tidak segan mengambil keputusan ekstrem apabila ditemukan kelalaian atau ketidakmampuan manajemen rumah sakit dalam menangani pasien gawat darurat. - Menyatukan visi dan standar pelayanan antara rumah sakit pemerintah dan swasta.
Dalam unggahannya, ia menekankan prinsip “layani dulu pasien, administrasi urusan nanti.” Ini berarti pasien harus segera ditolong, sementara urusan dokumen dan pembayaran bisa diselesaikan setelah kondisi kritis ditangani.
Instruksi tersebut sekaligus menjadi peringatan bagi seluruh fasilitas kesehatan bahwa keselamatan pasien adalah prioritas utama. Tidak boleh ada lagi kejadian di mana warga kehilangan nyawa karena prosedur administratif atau ketidaksiapan pelayanan.
Dalam penutup pernyataannya, Gubernur Fakhiri menegaskan bahwa reformasi layanan kesehatan tidak boleh ditunda. “Perubahan ini tidak bisa ditunda. Papua harus memiliki sistem kesehatan yang manusiawi, responsif, dan profesional. Dan saya pastikan, langkah-langkah tegas akan kami ambil,” katanya.
Ia menutup unggahannya dengan pesan kuat yang menggambarkan komitmennya untuk melindungi masyarakat Papua:
“Untuk setiap ibu, setiap anak, dan setiap nyawa di tanah ini Papua wajib hadir.”
Tragedi di Sentani memang menyisakan luka yang dalam, terutama bagi keluarga Kabey–Sokoy. Namun insiden ini sekaligus memantik percakapan penting tentang urgensi pembenahan layanan kesehatan di daerah. Publik berharap kasus ini menjadi titik balik agar tidak ada lagi ibu yang kehilangan nyawa di meja administrasi rumah sakit, dan agar setiap warga, tanpa terkecuali, mendapatkan layanan medis yang cepat, tepat, dan manusiawi.