Polemik FotoYu yang Ramai Dikritisi, Komdigi Angkat Bicaraa
Fotograafer/ Ilustrasi: Unsplash
Reporter : Abidah
Sejumlah warganet menilai praktik tersebut melanggar etika karena foto-foto diambil tanpa izin
DREAM.CO.ID — Aplikasi FotoYu tengah jadi perbincangan hangat di media sosial. FotoYu sendiri dikenal sebagai platform yang mempertemukan fotografer dengan orang yang mungkin tertangkap dalam hasil jepretan mereka di ruang publik.
Pengguna bisa mencari foto dirinya menggunakan teknologi pengenalan wajah (face recognition) dan data lokasi GPS. Namun di balik konsep tersebut, muncul kekhawatiran serius soal pelindungan privasi.
Sejumlah warganet menilai praktik tersebut melanggar etika dan mengkritisi karena foto-foto diambil tanpa izin eksplisit dari orang yang difoto, bahkan diperjualbelikan di platform. Di sisi lain, ada juga pengguna yang menilai konsep FotoYu justru menarik karena memungkinkan orang menemukan hasil jepretan fotografer di berbagai acara atau tempat umum. Mereka menilai platform ini bisa menjadi wadah dokumentasi pribadi dengan sistem berbasis AI yang efisien.
Menanggapi ramainya polemik tersebut, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan melalui pernyataan resminya bahwa kegiatan fotografi di ruang publik harus mematuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, menegaskan bahwa setiap pengambilan gambar maupun penyebaran foto harus memperhatikan aspek hukum dan etika.
“Foto seseorang, terutama yang menampilkan wajah atau ciri khas individu, termasuk kategori data pribadi karena dapat digunakan untuk mengidentifikasi seseorang secara spesifik. Foto yang menampilkan wajah seseorang termasuk data pribadi dan tidak boleh disebarkan tanpa izin,” jelasnya di Kantor Komdigi, Jakarta Pusat.
Menurutnya, segala bentuk pemrosesan data pribadi, baik pengambilan, penyimpanan, maupun distribusinya, harus memiliki dasar hukum yang jelas, seperti persetujuan eksplisit dari subjek data. Ia juga mengingatkan fotografer untuk menghormati hak cipta dan hak atas citra diri.
“Tidak boleh ada pengkomersialan hasil foto tanpa persetujuan dari subjek yang difoto,” tegas Alexander.
Komdigi juga menyatakan masyarakat berhak menuntut pihak yang melanggar atau menyalahgunakan data pribadi, sebagaimana diatur dalam UU PDP dan UU Nomor 1 Tahun 2024 yang merevisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pemerintah juga berencana memanggil perwakilan dari komunitas fotografer, asosiasi profesi seperti Asosiasi Profesi Fotografi Indonesia (APFI), serta penyelenggara sistem elektronik (PSE) terkait untuk memperkuat pemahaman tentang batasan hukum dan etika di ruang digital.
“Kami ingin memastikan para pelaku kreatif memahami batasan hukum dan etika dalam memotret, mengolah, dan menyebarluaskan karya digital. Ini bagian dari tanggung jawab bersama untuk menjaga ruang digital tetap aman dan beradab,” ujar Alexander.
Selain itu, Komdigi menegaskan bahwa pihaknya terus mendorong peningkatan literasi digital masyarakat, termasuk edukasi tentang perlindungan data pribadi dan pemanfaatan teknologi AI secara etis.