Keracunan MBG Ikan Hiu di Ketapang, Kepala Regional MBG Kalbar: Saya Marah ke Ahli Gizi
Ilustrasi Anak SD (Foto: Unsplash/Syahrul Alamsyah Wahid)
Reporter : Okti Nur
Mereka diduga keracunan karena menu ikan hiu yang disajikan. Adapun para korban terdiri dari 24 siswa dan seorang guru.
DREAM.CO.ID - Kasus keracunan program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali terjadi. Kali ini ada 25 korban mengalami keracunan pada program MBG di SDN 12 Benua Kayong, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar).
Mereka diduga keracunan karena menu ikan hiu yang disajikan. Adapun para korban terdiri dari 24 siswa dan seorang guru.
Kepala Regional MBG Kalimantan Barat (Kalbar), Agus Kurniawi, mengakui adanya kelalaian dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) setempat dalam memilih menu.
“Soal menu ikan hiu, itu murni kesalahan dan keteledoran dari SPPG kami. Mereka tidak teliti memilih menu. Ikan hiu itu dibeli dari TPI Rangga Sentap, produk lokal,” kata Agus dikutip dari ketapang.suarakalbar.co.id, Jumat, 26 September 2025.
Menurut Agus, menu ikan hiu yang memiliki kandungan merkuri tidak seharusnya dipilih karena tidak lazim dikonsumsi anak-anak.
“Harusnya menu yang dipilih itu yang digemari siswa. Anak-anak jarang sekali mengonsumsi ikan hiu. Bisa saja ikan hiu ini memiliki kandungan merkuri. Itu yang sangat saya sesalkan kemarin,” ujarnya.
Agus mengaku sudah menghubungi ahli gizi dan Kepala SPPG terkait. Dia mengatakan menu ikan hiu merupakan rekomendasi dari ahli gizi di dapur. Ahli gizi merupakan warga lokal rekrutan BGN yang telah lulus sarjana gizi.
“Saya sempat marah ke ahli gizi. Dia sudah meminta maaf dan mengakui kalau hal tersebut murni keteledoran,” tegasnya.
Agus menjelaskan, tugas ahli gizi di dapur setiap hari menyusun menu dengan komposisi gizi, 30 persen protein, 40 persen karbohidrat, dan 30 persen serat.
“Target itu wajib dipenuhi dalam setiap hidangan,” katanya.
Lebih lanjut dari kasus ini, Agus menegaskan, apabila hasil investigasi membuktikan makanan dari MBG menjadi penyebab keracunan, Dapur SPPG Mulia Kerta akan ditutup permanen.
“Kalau tidak terbukti, kami tetap akan melakukan evaluasi bersama BGN pusat. Kepala SPPG tetap kami nonaktifkan hingga waktu yang belum ditentukan,” ujarnya.
Saat ini terdapat 22 SPPG yang tersebar di sejumlah kecamatan di Ketapang, melayani 2.000–3.500 siswa per dapur. Agus menyebut, ke depan jumlah penerima manfaat akan dibatasi maksimal 2.000 siswa per dapur.
“Harapannya kualitas pelayanan meningkat. Masak juga akan disesuaikan untuk mencegah makanan basi. Untuk makan siang dimasak pagi, sedangkan makan pagi dimasak sejak subuh sekitar pukul 03.00 WIB,” kata Agus.