Dream - Adanya aturan kewajiban pembayaran haji melalui bank syariah memunculkan masalah baru bagi bank dengan syariat Islam ini. Pemicunya, pihak bank syariah belum diberi `lampu hijau` untuk melakukan hedging atau lindung nilai.
Hedging diperlukan untuk menahan nilai tukar rupiah agar tetap stabil. Padahal penyelenggara haji harus memberikan layanan pembayaran haji yang acuannya menggunakan dollar AS.
" Ini urgent, semua transfer dalam bentuk rupiah, jadi butuh hedging. Kalau bank syariah mau masuk ke (bisnis) haji dan umrah, maka hedging menjadi sesuatu yang diperlukan," tegas Sekretaris Jenderal Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) Ahmad K Permana di Jakarta, pekan lalu.
Permana memastikan Asbisindo telah mendesak Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar bisa membuka aturan terkait pelaksanaan hedging oleh bank syariah.
" Saya coba tripartit dengan DSN, tidak hanya OJK, saya mau push dia. Saya cukup intensif melakukan pembicaraan dengan DSN," tegas Permana.
Kegusaran bank syariah dengan belum keluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang memperbolehkan bank syariah melakukan lindung nilai ini dirasakan salah satunya BNI Syariah. Direktur Bisnis BNI Syariah Imam T Saptono menilai perbedaan aturan mengenai hedging antara bank konvensional dan bank syariah saat ini menjadikan bank syariah tidak kompetitif.
" Di (bank) konvensional hedging bisa, tetapi belum bisa di (bank) syariah. Jadi kita minta agar mekanisme hedging ini mirip," tegasnya.
Permana menambahkan bank syariah telah menyatakan komitmennya untuk memberikan pelayanan terbaik untuk industri travel haji dan umrah seperti bank konvensional. Dengan demikian, jika PBI terkait hedging ini sudah keluar untuk bank syariah, maka tidak ada keraguan untuk mengandalkan bank syariah untuk membantu pembayaran haji dan umrah para calon jamaah.
" Kita komitmen men-serve seperti bank konvensional. Bedanya, kami (bank syariah) halal," pungkasnya.