Mount Vera Gunungkidul (Foto: Dream.co.id/Okti Nur Alifia)
Dream - Menempuh perjalanan kurang lebih 1,5 jam dari pusat Kota Yogyakarta menuju Gunungkidul, ada bisnis lidah buaya yang sukses meraup omzet puluhan juta rupiah setiap bulannya.
Bisnis itu terletak di Desa Katongan, Kecamatan Nglipar, Gunungkidul, dengan nama UD Mount Vera. Ide memanfaatkan lidah buaya diinisiasi Alan Efendhi, selaku owner.
Bertandang bersama Dompet Dhuafa dengan tajuk acaranya Journey to JogjAgroWisata pada Kamis, 30 Juni 2022. UD Mount Vera mengenalkan olahan produk dengan nama latin aloe vera itu menjadi banyak wujud, mulai dari minuman, hingga obat.
Menurut cerita Sumarni, ibu dari Alan, budidaya aloe vera ini dimulai sejak 2014 dengan menebar 500 bibit yang dibeli dari Jawa Timur. Awalnya hanyalah coba-coba mengingat tanah di Gunungkidul sifatnya kering dan tandus.
“ Mas Alan berpikiran karena dulu suka mendaki dan melihat lidah buaya, lalu berpikir cocok tidak ya karena tanah di gunungkidul kan kering tandus. Lalu mendatangkan 500 bibit kita coba, ternyata bisa besar-besar seperti ini,” kata ibu Sumarni, di Gunungkidul, Kamis, 30 Juni 2022.
Sumarni mengatakan hal lain di balik ide anaknya. Alan yang awalnya kerja di Jakarta ingin membawa sesuatu yang bermanfaat ketika pulang kampung. Lalu di 2018 Alan pun resign dari kerja di Jakarta dan fokus mengembangkan UD Mount Vera.
“ Awalnya putra saya kerja di Jakarta, tapi dia memikirkan pulang kampung tapi membawa sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat,” cerita Sumarni.
Hal itu nyatanya terwujud. Berjalan selama 8 tahun, budidaya aloe vera yang awalnya diragukan karena berbeda dari kebanyakan petani di desa pun membuahkan hasil. Lidah buaya itu dikembangkan menjadi produk yang lebih mendatangkan konsumen.
Widodo, ayah dari Alan yang juga ikut menaman budidayanya, mengatakan sifat lidah buaya itu mudah ditanam, mudah dirawat dan produknya gampang dijual. Dan inilah inovasi yang berhasil dibuat dari ide cemerlang mereka.
“ Minuman, keripik, dodol, permen, marvera yang kaya gula pasir, obat tetes mata, obat untuk oles,” kata Widodo saat di perkebunan lidah buaya miliknya.
Produk yang paling laris dari semua itu adalah minuman dengan sebutan Nata De Aloe Vera. Tak tanggung-tanggung, dikatakan Sumarni setiap bulannya ia mampu meraih omzet Rp30 juta hanya dari minuman saja.
“ Rata-rata 30 jutaan,” kata Sumarni.
Untuk produksinya juga tergantung pesanan, dalam hitungan sehari dapat memproduksi 1.000 cup dan 200-300 botol dengan semuanya masih menggunakan mesin manual.
Bisnis keluarga itu kini juga melibatkan warga lain untuk bersama-sama menanam lidah buaya. Ada 100 kelompok tani wanita KWT yang terlibat menanam dengan bantuan Dompet Dhuafa.
“ Alhamdulillah saya dipertemukan dengan Dompet Dhuafa, didampingi dan masyarakat sekarang ibu-ibu terutamanya karena sekarang ada kelompok KWT itu satu orang diberi 50 bibit,” kata Sumarni.
Berbagai inovasi produk juga digagas oleh para ibu dan teman Alan sendiri. Setiap harinya mereka bisa mengupas lidah buaya 1,5 hingga 2 kwintal.
UD Mount Vera juga telah didukung Dinas Budaya dan Pariwisata untuk dijadikan tempat wisata edukasi. Hingga mendapatkan bantuan dana dari BRI untuk membangun rumah produksi, dan pengawetan produk dari LIPI.
Minuman yang dibuat mampu bertahan 3 bulan. Selain itu, budidaya lidah buaya itu juga dilirik para produsen kosmetik yang setiap minggunya mengambil stok tanaman lidah buaya untuk bahan produknya.
Sumarni juga mempunyai cita-cita yang sama dengan Alan, bisnisnya dapat terus berkembang dan bisa memberdayakan masyarakat di kampungnya agar sejahtera.
“ Mudah-mudahan nanti ke depannya kita bisa berkembang, bisa produksi sebanyak-banyaknya supaya bisa memberdayakan masyarakat di kampung sini, bisa merekrut tenaga kerja sehingga bisa mensejahterakan masyarakat,” ujar Sumarni.