Suasana Citayam Fashion Week Di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat Pada Selasa, 12 Juli 2022 (Foto: Dream.co.id/Deki Prayoga)
Dream - Trotoar itu penuh anak muda. Semua remaja tanggung. Pakaian mencolok, berbeda dengan orang kebanyakan. Ukurannya gombrong. Oversize. Padu padan pun unik, berani menabrak warna. Kontras. Bocah-bocah itu juga memakai sepatu boots, meski hanya mondar-mandir di pematang jalan. Gaya mereka nyaris mirip model di catwalk.
Berdinding gedung-gedung pencakar langit, trotoar di Stasiun MRT Dukuh Atas itu kini menjelma sebagai runway terbuka. Tempat beradu gaya muda-mudi ranum pinggiran Jakarta: Citayam, Bojonggede, dan Depok. Mereka populer disebut SCBD. Sudirman, Citayam, Bojonggede, dan Depok. Pelesetan dari Sudirman Central Business Districk.
Inilah fenomena yang sedang hype di Ibu Kota. Jika Korea mendunia dengan K wave, Jepang kondang lewat harajuku, dari atas trotoar di Sudirman itu, bocah-bocah SCBD menjadi sensasi dengan busana nyentrik mereka: Citayam Fashion Week.
Beberapa ratus meter dari stasiun itu memang ada etalase fashion dunia. Grand Indonesia. Tapi jangan harap menemukan barang branded di Citayam Fashion Week ini. Semua serba budget. Maklum, remaja-remaja SCBD itu baru bocah. Kantongnya masih pada cekak.
Dengarlah pengakuan Al Bujar, bocah Jakarta Utara yang sudah setahun mejeng di Citayam Fashion Week. Rabu sore itu dia tampil allout, meski semua outfit ekonomis. Harga sepatunya Rp175 ribu. Celana hitam Rp65 ribu. Topi Rp60 ribu. Kaus cuma Rp35 ribuan.
Item paling mahal Al ya jaket yang kedodoran di badan. Banderolnya Rp275 ribu. Dia melengkapi penampilan itu dengan kaca mata hitam, bingkai berbahan plastik putih. " Ini punya teman," kata Al, memamerkan kaca mata pinjaman itu.
Apapun, itulah cara mereka mengekspresikan diri. Remaja-remaja SCBD tidak terlalu pusing memikirkan merek dan harga. Yang penting gaya. Itu sudah cukup membuat mereka senang. Di trotoar itulah mereka 'tampil' penuh percaya diri.
Di sudut lain, seorang remaja sedang sibuk di atas skateboard. Kaki kanan bertumpu di papan, sebelah kiri mengayuh lantai. Meliak-liuk di trotoar. Gesit. Dialah Aldo, remaja Kalijodo yang sudah setahun aktif 'jadi member' Citayam Fashion Week.
Seperti remaja SCBD lain, pemuda yang bulan depan genap berusia 18 tahun itu juga berpakaian unik. Jaket warna-warni. Meriah. Celana cokelat, agak pudar. Topi bertengger di kepala.
Bagi mereka, trotoar di Stasiun Sudirman itu benar-benar jadi kawasan asyik. Tempat kumpul ramah kantong. Mereka bisa bercengkerama tanpa harus merogoh kocek dalam-dalam.
" Ya ngopi, ngerokok, nyari teman," kata Aldo.
Di seberang trotoar memang ada kedai kopi kekinian. Pelanggan keluar masuk. Tapi kebanyakan orang-orang berkalung name tag. Para pekerja kantoran.
Lihatlah Aldo. Dia memilih menyeruput kopi 'starling'. Kopi saset yang dijual keliling dengan sepeda kumbang. Tak ada gelas ukuran small, medium, large, apalagi venti. Semua seragam, pakai gelas air mineral yang cuma secengkeraman tangan. Jajanan dan minuman dingin pun plastikan.
Bagi Aldo dan teman-temannya, trotoar itu bisa jadi lebih bermakna daripada Grand Indonesia, tempat nongkrong para sultan. Kebebasan berekspresi adalah kemewahan. Tapi itulah keunikan remaja SCBD. Gaya berbeda itu justru membuat mereka viral.
" Viral sebab memang wilayah sini menarik, anak-anaknya juga gitu," kata Al.
Dahulu, kata Al, trotoar Stasiun Sudirman itu tak seramai sekarang. Tempat itu jadi banyak pengunjung sejak beragam cerita viral di media sosial. " Gara-gara Bonge," tutur Al.
Nama yang disebut Al inilah bukti kemasyhuran Citayam Fashion Week. Bersama Roy dan Jeje Slebew, Bonge menjadi bintang remaja SCBD. Namanya dikenal dari atas trotoar itu. Kini sedang naik daun. Beken. Dari merekalah istilah SCBD dan Citayam Fashion Week muncul.
Kini Bonge dan Roy kerap diundang pemilik kanal YouTube, termasuk para artis. Wajah mereka juga sudah wira-wiri di stasiun televisi. Kini, mereka sudah punya manajer. Jadwal pun padat. Trotoar Stasiun Sudirman itu jadi saksi lahirnya 'selebritas' SCBD.
" Jadi artis mau, kalau enggak kesampaian jadi artis jadi pengusaha aja enggak apa-apa. Intinya sukses," ungkap Roy.
Aldo dan Al Bujar memang tidak setenar Bonge maupun Roy. Tapi mereka tetap bahagia. Wawancara kecil dengan wartawan di atas trotoar itu sudah cukup. Tak perlu ke stasiun televisi seperti Bonge dan Roy. Hari itu dia sudah dua kali diwawancara.
" Aku lagi diem tiba-tiba ada yang datang wawancara," kata Al Bujar, semringah menceritakan pengalamannya diwawancara.
Remaja SCBD menganggap kawasan Sudirman itu bukan sekadar tempat nongkrong. Trotoar tersebut sudah seperti rumah untuk bertemu keluarga baru. Di sana mereka bersosialisasi, saling jaga, juga mencari identitas diri.
" Kayak this is the new me, bukan Jasmine tapi Jeje," ujar Jeje Slebew dalam channel YouTube AH Podcast.