Hoax Iklan Bayaran Rp130 juta untuk Relawan Vaksin Covid-19

Reporter : Arie Dwi Budiawati
Jumat, 30 Oktober 2020 18:45
Hoax Iklan Bayaran Rp130 juta untuk Relawan Vaksin Covid-19
Iklan ini menyebut ada uang senilai ratusan juta rupiah untuk relawan vaksin Corona.

Dream – Facebook sedang ramai membahas iklan yang mengklaim AstraZeneca Korea akan membayar orang untuk berpartisipasi uji klinis vaksin Covid-19. Dikabarkan perusahaan ini akan membayar 10 juta won atau Rp130 juta kepada mereka.

Dikutip dari Liputan6.com, Jumat 30 Oktober 2020, iklan ini menyebutkan orang-orang di usia 19 tahun harus melakukan uji klinis vaksin Covid-19 selama empat minggu. Iklan itu mengatakan, semua biaya ditanggung oleh perusahaan AstraZeneca Korea.

“ Siapa pun yang tertarik dapat mengirim email ke covid19.trial@astrageneca.com,” tulis iklan tersebut.

Undangan itu seperti terlihat resmi dari perusahaan. Terlebih, ada iming-iming bakal membagikan uang sebanyak 400 ribu won hingga 1,4 juta won per relawan.

1 dari 2 halaman

Iklan Itu Hoax

Iklan itu pun menjadi viral. Banyak orang-orang yang mengecek langsung ke situs hingga mendatangi perusahaan untuk menanyakan informasi tersebut.

" Situs perusahaan menjadi drop karena terlalu banyak pertanyaan itu. Kantor kami menerima banyak sekali panggilan. Sesungguhnya tidak ada keputusan yang kami buat tentang uji klinis vaksin covid-19 di Korea," kata juru bicara persuhaan, dikutip dari Korea Biomedical Review.

Sang juru bicara memastikan iklan tersebut hoaks. Domain perusahaan tersebut aslinya adalah astrazeneca.co.kr. bukan astregeneca.com.

2 dari 2 halaman

Dipertegas Pemerintah

Kabar hoaks itu juga dipastikan oleh Kementerian Keamanan Pangan dan Obat Korea Selatan. Disebutkan kalau perusahaan itu tidak pernah meminta pemerintah untuk terlibat dalam pembuatan vaksin covid-19.

" AstraZeneca Korea tidak pernah mengajukan permohonan investigasi obat baru (IND) kepada pemerintah," kata seorang pejabat kementerian.

" Untuk melakukan uji klinis di Korea, perusahaan farmasi dan lembaga penelitian harus mengajukan IND ke kementerian keamanan makanan dan obat dan mendapat persetujuan."

(Sumber: Liputan6.com/Cakrayuri Nuralam)

Beri Komentar