Kurs Rupiah Terjungkal, Catat Pelemahan Terparah di Asia

Reporter : Arie Dwi Budiawati
Jumat, 29 Juni 2018 13:28
Kurs Rupiah Terjungkal, Catat Pelemahan Terparah di Asia
Kurs JISDOR BI mencatat nilai tukar rupiah terhadap dollar AS hari ini menjadi yang terendah sejak 22 September 2015.

Dream – Kurs dolar AS kembali menunjukan keperkasaannya terhadap mata uang dunia. Nilai tukar rupiah terhadap mata uang Negeri Paman Sam itu bahkan mencetak pelemahan terburuk sepanjang tahun ini.

Data kurs JISDOR Bank Indonesia bahkan menunjukan, rupiah hari ini, Jumat, 29 Juni 2018 menjadi yang terendah sejak tiga tahun terakhir. 

Mengutip data perdagangan Bank Indonesia, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar dollar AS terhadap rupiah bertengger di level 14.404. Pelemahan ini merupakan yang terendah selama setahun terakhir. 

Dirunut jauh ke belakang, kurs referensi JISDOR ini merupakan yang terendah sejak tiga tahun silam. Pada 22 September 2015, BI mencatat kurs referensi JISDOR  berada di level 14.485.

Laman Bloomberg melaporkan negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini terkena hantaman hebat dari aksi jual para pemodal asing akibat kenaikan suku bunga acuan Amerika.

Data Bloomberg mencatat, nilai tukar rupiah terus melemah dan mencatat kinerja terburuk di antara negara-negara Asia pada tahun ini. Rupiah telah terjungkal lebih dari 5 persen terhadap dollar AS.

Sebanyak 23 dari 29 ekonom yang disurvei Bloomberg meyakini Bank Indonesia bakal menaikkan suku bunga acuan antara 25-50 basis poin. Sementara ekonomi lain berharap tak akan ada perubahan apapun yang dibuat BI.

" Perkataan dan aksi Gubernur BI Perry Warjiyo telah jelas menunjukan perubahan fokus kebijakan dari pertumbuhan menjadi stabilitas," kata Ekonomi dari Continuum Economics di Singapura, Charu Chanana.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara menilai pelemahan rupiah kali ini dipicu tekanan global setelah ancaman perang dagang Amerika Serikat—Tiongkok

“ Rupiah melemah karena besarnya tekanan global setelah perang dagang AS China berlanjut,” kata Bhima di Jakarta, dikutip dari Merdeka.com, Jumat 29 Juni 2018.

Sentimen lain adalah kemungkinan kenaikan suku bunga acuan The Fed yang membuat dollar AS makin perkasa. Ditambah dengan kenaikan harga minyak karena Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyerukan boikot minyak impor dari Iran.

“ USD index langsung loncat ke 95. Artinya, dolar AS menguat terhadap mata uang dominan lainnya,” kata Bhima.

Dia menambahkan, rupiah tak mendapat pasokan sentimen positif dari dalam negeri karena data-data terbaru yang belum kunjung membaik. Salah satunya neraca perdagangan Mei 2018 yang defisit sebesar US$1,52 miliar (Rp21,82 triliun).

“ Defisit transaksi berjalan melebar dan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2018 beberapa lembaga dikoreksi turun, sulit tembus 5,4 persen,” kata dia.

Bhima melanjutkan kondisi ini membuat pelaku pasar melakukan aksi jual di bursa saham dan pasar surat utang. Untuk itulah, dia merekomendasikan kenaikan kembali suku acuan BI sebesar 50 basis poin (bps) untuk menahan dana keluar.

“ Itu yang membuat pelaku pasar melakukan net sales atau aksi jual di bursa saham dan pasar surat utang. Jadi, efek kenaikan bunga acuan besok pun sangat kecil dampaknya dan lebih temporer, kecuali ada surprise naiknya 50 bps. Mungkin dana asing akan tertahan,” kata dia.

(Sah)

Beri Komentar