Menteri Pertanian, Amran Sulaiman. (Foto: Merdeka.com)
Dream – Kasus penggerebekan gudang beras milik PT Indo Beras Unggul (IBU) belakangan ini menjadi perhatian khalayak ramai. Menteri Pertanian, Amran Sulaiman akhirnya memberikan penjelasan lengkap terkait kasus beras yang tenar dengan merek beras maknyuss.
Dari keterangan tertulis Kementerian Pertanian (Kementan), Rabu 26 Juli 2017, Amran menegaskan masalah hukum yang menjerat IBU sudah diserahkan ke aparat penegak hukum. Sementara persoalan produksi pangan menjadi tanggung jawab Kementan beserta pemangku kepentingan.
Dalam persoalan disparitas harga, Mentan mengatakan hal itu akan ditangani oleh Satgas Pangan.
Amran meminta masyarakat menghormati proses hukum yang sedang berjalan terhadap kasus IBU.
“ Kita berharap penanganan permasalahan ini berdampak positif menciptakan ekonomi yang berkeadilan, meningkatkan kesejahteraan petani, tidak merugikan konsumen dan kondusif bagi kestabilan ekonomi nasional,” kata Amran dalam keterangan tersebut.
Amran menjelaskan, ada dua jenis subsidi yang diberikan pemereintah untuk komoditas beras, yaitu subsidi input dan subsidi output. Subsidi output ini berupa subsidi harga beras—atau dikenal sebagai beras sejahtera yang menyasar rumah tangga pra sejahtera (besarnya mencapai Rp19,8 triliun).
Sementara subsidi input adalah subsidi yang diberikan pemerintah untuk komoditas benih yang nilainya mencapai Rp1,3 triliun dan pupuk Rp31,2 triliun.
“ Pemerintah juga memberikan bantuan pestisida, asuransi pertanian, alat mesin pertanian dan jaringan irigasi kepada petani yang besarnya puluhan triliun rupiah,” kata dia.
Amran mengatakan beras yang ditemukan di gudang IBU di Bekasi, Jawa Barat, adalah beras yang berasal dari gabah varietas unggul baru (VUB), di antaranya adalah varietas IR 64 yang turunannya antara lain Ciherang, Mekongga, Situ Bagendit, Cigeulis, Impari, Ciliwung, dan Cibogo.
Total VUB yang digunakan petani sekitar 90 persen dari luas panen padi 15,2 juta hektare setahun.
Hampir seluruh beras kelas medium dan premium itu berasal dari gabah VUB) yang diproduksi dan dijual petani kisaran Rp3.500-4.700 per kg gabah.
Sementara harga gabah diolah/digiling menjadi beras di petani berkisar Rp6.800-7.000 per kg dan petani menjual beras berkisar Rp7.000 per kg. " Penggilingan/pedagang kecil menjual Rp7.300 per kg ke BULOG (HPP Beras),” kata dia.
Terkait disparitas harga yang terjadi antara harga beras di tingkat petani dan tingkat konsumen, dikatakan Amran, ada perbedaan yang mencapai 300 persen.
Perhitungannya, perusahaan membeli beras/gabah jenis VUB dari petani, penggilingan, atau pedagang, lalu diolah menjadi beras premium dalam kemasan 5 kg dan 10 kg. Beras ini selanjutnya dijual kepada konsumen dengan harga Rp23 ribu-Rp26 ribu per kg.
“ Diperhitungkan terdapat disparitas harga premium antara harga di tingkat petani dan konsumen berkisar 300 persen,” kata dia.
Perusahaan lain, lanjutnya, membeli gabah ke petani dengan harga yang relatif sama. Padi itu lalu diproses menjadi beras medium dan dijual dengan harga normal medium rerata Rp10.519 per kg beras.
Diperkirakan disparitas harga beras medium ini di tingkat petani dan konsumen Rp3.219 per kg atau 44 persen.
Dari pengalaman selama ini, rata-rata keuntungan petani per tahunnya sebesar Rp1 juta-Rp2 juta. Angka ini sangat kecil dibandingkan keuntungan pedagang yang bisa mencapai Rp300 juta per tahun.
Melihat temuan tersebut, Kementan mendorong ada pembagian keuntungan yang adil antara pedagang beras dan petani.
“ Satgas pangan menginginkan keuntungan terdistribusi secara adil dan proporsional kepada petani dan pedagang beras kecil serta melindungi konsumen,” kata Amran.(Sah)
Advertisement
Punya Brand Sendiri, Ini Alasan Luna Maya dan Tasya Farasya Mau Jadi Muse Skincare Lokal
Cerita Penjaga Cilik: Pesta Klub Dongeng 2025 Hadirkan Ruang Aman dan Ceria untuk Anak Indonesia
Update Korban Ponpes Al Khoziny Ambruk: 104 Santri Selamat, 65 Meninggal Dunia
Manjakan Mata Banget, Ada Lapangan Padel di Madinah dengan View Jabal Uhud